Mengabaikan

6.5K 1.1K 40
                                    

Maka bernafaslah

Sebisa kau memberi untuk dunia ini

_________

Apa aku masih normal?

Apa dunia masih layak menerimaku di saat aku selalu berusaha untuk mengabaikan mereka?

Aku selalu mengalami kesulitan fokus di setiap kali aku belajar. Selalu ada yang berhasil mendistraksi pikiranku dan mengacaukannya di dalam sana. Aku kacau dengan banyaknya pikiran yang terus melolong dan menyakitiku sepanjang malam.

Selain kacau, aku jugalah yang paling parah dan berbahaya. Selalu ada seribu cara untuk mati yang kerap dipikirkan oleh otakku.

Aku terus dihantui dengan insomniaku yang masih sama. Yang tak pernah mau pergi untuk menghantui di setiap malamnya. Di jam-jam seperti ini, aku mencoba sibuk dengan menyelesaikan beberapa pekerjaan sekolah ataupun berdiam diri seperti orang yang sedang mengalami sakit mental. Aku memikirkan banyak hal yang baru saja aku lalui selama seharian ini.

Hari ini aku memikirkan tentang diriku, menjadi Hyesang yang jahat.

Aku melukai seorang anak yang tiba-tiba saja muncul ke dalam kehidupanku. Tak diketahui apa maksud kedatangannya, tapi aku tahu dia orang yang baik. Dia selalu berusaha melindungiku dari ancaman lampu merah jalan atau membantuku untuk mengambil nilai seniku yang tertinggal. Dia memang baik, sayang saja dia harus membantu orang jahat sepertiku.

"Ayah.."

Aku kehilangan arah. Peta yang selama ini berada di genggamanku telah hilang.

"Kapan hari yang tepat itu tiba..?"

Dan aku menggumamkan kembali kalimat itu yang entah ajaibnya membawakan kantuk untuk memelukku di saat ini. Lalu kelopak mataku tertutup dan semuanya menggelap.

°°°°°

Hujan kembali menyapa untuk Senin paginya Hyesang. Sekali lagi dia mengeratkan jaketnya kala suhu dingin terus menusuk kulitnya, usaha untuk menghangatkan tangan begitu sia-sia. Musim hujan dan musim dingin selalu membuat tubuhnya jadi sensitif. Dia sudah berniat untuk datang ke sekolah sebelum hujan mengacaukan rencana kedatangannya. Semua ini dilakukan mengingat ada ulangan harian yang harus ia ikuti.

Hyesang biasa datang ke sekolah sendirian, hanya berjalan kaki dan menunggu bus datang. Jarak menuju ke sekolahnya sedikit jauh, ia bisa saja menaiki taksi di keadaan seperti ini, tapi ia lebih menyayangkan uangnya yang akan terkuras nanti saat menaiki transportasi itu. Tidak. Itu bukan pilihan bagus untuk seorang anak gadis yang sedang hidup sendirian saat ini.

Ia pun meraih payung dari balik pintu rumahnya. Payung milik Kak Doyoung yang sampai sekarang belum ia kembalikan. Hyesang pun berjalan beberapa langkah keluar dari halaman rumah. Pagi ini dia harus cepat mendapatkan tempat duduk di karena pengguna bus di hari hujan seperti ini akan cukup ramai.

Setelah berjalan lumayan jauh menuju halte, perhatiannya tertuju pada sebuah bus tengah berherti di sana. Penunggu di halte segera berebut untuk memasukinya. Hyesang mendadak panik dan ia berlari agar tidak ketinggalan, walaupun dia tak akan mendapatkan tempat duduk yang pasti dia harus ikut menumpang di dalamnya. Hingga di langkah kelima ia berlari, suara klakson mobil berbunyi dari belakangnya.

TIN TIIN!

Langkahnya langsung berhenti dengan cepat. Ketika dia berbalik badan, mobil itu berhenti tepat di sampingnya. Kacanya terbuka dan memperlihatkan sosok yang jelas tak asing di matanya.

"Ikut aku saja," ucap orang di balik mobil itu dengan suara keras demi menerobos derasnya bunyi air hujan yang jatuh.

"Ehm.. aku ikut bus itu saja," balas Hyesang.

monochrome [TERBIT]Where stories live. Discover now