Karam

6.2K 1.1K 118
                                    

0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih dari 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam.

Badan Kesehatan Dunia (WHO)

__________

Menaiki satu persatu tangga rumahnya dengan langkah kaki yang gontai, tali tas yang ia seret itu entah kenapa mendadak terasa begitu berat. Satu hari ini, ia sudah dibuat kehabisan tenaga, dimulai dari kegiatan basket, band dan sekolah yang begitu membebaninya selama seminggu ini.

Dengan cepat dia segera memasuki kamarnya lalu melemparkan segera sekolahnya itu ke sembarang tempat. Ia mengeluarkan segera ponsel di saku celananya dan hendak ia isi baterainya itu di atas meja. Bertepatan di sana, arah pandangnya tertuju pada sebuah buku catatan kecil berwarna biru yang tergeletak di atas meja.

Mark ingat benda itu, ayah memberikannya untuk ia melakukan suatu pengamatan pada temannya yang sedikit terobsesi dengan bunuh diri. Ia hendak meraihnya, tapi sesuatu menghentikannya saat Mark merasakan dadanya yang begitu nyeri. Ia mendadak panik, jangan sampai kambuh dulu saat ini.

Mark berusaha menenangkan dadanya yang diserang nyeri mendadak. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya dengan pelan dan ia melakukan gerakan tersebut beberapa kali, setidaknya sampai dadanya merasa tenang. Setelah merasa lebih baikan, Mark lantas memindahkan buku biru itu untuk dimasukkan ke dalam lacinya.

Lupakan semua rencana tersebut. Tak ada lagi yang ingin membantunya.

"Aaaww..!!!"

BRUUK!!

Saat itu juga nyeri di dadanya sudah tak dapat terkontrol lagi. Ia mencengkram erat seragamnya dan meraih segera inhaler yang ia simpan di dalam tas sekolahnya. Mark menyemprotkan benda itu di sekitar mulutnya, tapi obatnya tidak keluar dan nyerinya semakin menjadi-jadi.

TOK TOK!

CKLEK

"Mark— Ya Tuhan! Sayang!"

Beruntung saat itu ibu mengetuk pintu kamarnya. Ibu melihat putra bungsunya itu yang nyaris sekarat dengan sakitnya yang tiba-tiba kambuh mendadak.

"To—tolong! Obatku—habis!" Mark terjatuh ke lantai, ia tak kuat menahannya dengan lebih lama lagi. Ibu terus memintanya untuk tak panik dan mencoba menghirup menghembuskan nafas dengan teratur.

Ibu pergi dan segera membawakan satu inhaler baru yang sudah ia siapkan. Lalu ia memberi benda itu segera pada Mark. Beliau menunggu reaksi putranya itu untuk sedikit lebih tenang dan ia memindahkannya segera ke atas kasur.

"Beristirahatlah, Mark. Jangan melakukan aktivitas yang lain dulu," pesan ibu.

Mark menyandarkan tubuhnya ke atas headboard kasurnya. Selagi ibu keluar untuk membawakannya minum, pandangannya kembali terjatuh pada buku biru yang terjatuh di dekat laci meja belajarnya itu.

Satu lembar telah ia tulis mengenai gadis itu. Jang Hyesang dan obsesi bunuh dirinya.

°°°°°

Padahal ini sudah musim semi, tapi kenapa rasanya seperti musim dingin.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat dan entah kenapa aku tiba-tiba merasakan sesak yang menjalar di sekitar dadaku. Hampa yang kembali memelukku. Aku menatap ke arah rumahku yang tampak begitu sepi dan dari sini rasa takutku kembali hadir. Aku tak ingin berpisah terlalu jauh dari rumah.

Jaketku sekali lagi kueratkan, jari-jari tanganku selalu merasa kedinginan setiap pagi saat berangkat ke sekolah. Aku tak siap untuk bersekolah hari ini. Pikiran itu terus menghantui pagiku dan membuat aku ikut tegang dengan sendirinya.

monochrome [TERBIT]Where stories live. Discover now