Bab 1 : Kencan?

4K 591 34
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak sebagian atau pun keseluruhan isi cerita dan mempublikasikannya tanpa seizin saya.

.

.

.


Bab 1. Kencan?

.

.

.

Sam menjulurkan kepala, melihat ke dalam ruang makan yang terlihat sepi. Kedua alisnya seketika saling bertaut. Aneh rasanya tidak melihat Eve duduk di kursi makan pagi ini. Dua orang pelayan wanita terlihat sibuk menyiapkan sarapan di bawah komando Bibi Kim. "Selamat pagi!" sapa Sam terdengar ramah.

Tidak seperti biasa, Bibi Kim hanya menganggukkan kepala, lalu memberi isyarat tangan kepada dua orang pelayan wanita untuk meninggalkan ruangan. "Apa ada lagi yang kau perlukan?" tanyanya, datar. Ucapan Bibi Kim terlihat mengejutkan Sam, hingga putra bungsu keluarga Lee itu menatapnya heran.

"Apa kau masih marah kepadaku?"

Bibi Kim tidak langsung menjawab. Rambut keperakannya diikat cepol di belakang leher dengan sederhana. Sepatu berhak rendahnya menggema saat dia berjalan menuju meja makan lalu menuangkan air putih ke dalam gelas kosong milik Sam. "Aku tidak marah, hanya kecewa," ucapnya, tanpa sungkan. Sam sudah seperti cucunya sendiri, bisa dibilang Bibi Kim yang membesarkan ketiga anak keluarga Lee sejak ketiganya masih bayi, jadi wajar jika hubungan mereka sudah seperti keluarga. "Kau menyakiti hati kakakmu."

Sam mengangkat bahunya tak acuh, dia menggigit roti selai kacang kesukaannya, mengunyah pelan lalu menelan sebelum berkata, "Dia tidak akan terluka," ujarnya terdengar sangat yakin. "Kakak perempuanku tidak memiliki hati. Dia terlalu dingin untuk—" Sam meringis saat Bibi Kim memukul bagian belakang kepalanya. "Sakit!" ujarnya, protes.

Bibi Kim bergeming, kedua matanya mendelik, marah. "Kakakmu hanya manusia biasa, dia bisa terluka. Kau harus meminta maaf kepadanya!" Itu sebuah perintah dan Sam hanya berdecak menanggapinya.

Putra bungsu keluarga Lee itu masih kesal setiap kali teringat jika kakak perempuannya menjadi alasan kenapa dia dan mantan-mantan kekasihnya putus. "Eve selalu memperlakukan teman-temanku seperti sampah," dengkusnya, kesal. "Dia bahkan tidak mengizinkan aku dan Eric memiliki apartemen sendiri," sambungnya dengan nada yang sama.

Untuk beberapa saat dia terdiam, melihat ke segala penjuru ruangan. Ruang makan itu masih terlihat sama seperti saat kedua orang tuanya meninggal, tidak ada yang berubah sejak saat itu. "Eve memiliki senjata kuat untuk mengancam kami."

"Dia melakukan itu demi kebaikan kalian," jawab Bibi Kim tenang, tapi penuh penekanan. Tatapan wanita tua itu mengunci pandangan Sam hingga anak asuhnya merasa seperti anak kecil yang ketahuan mencuri permen. "Bisakah kau melihat pengorbanan yang dilakukan kakak perempuanmu selama ini?" tanyanya. "Dia selalu memprioritaskan kepentingan kalian—"

"Yang tidak kami pinta," potong Sam bertepatan saat Eric dan Daniel masuk ke dalam ruang makan. Keduanya tersenyum, menyapa Bibi Kim dengan hangat. Sam mengembuskan napas keras, ekspresinya terlihat kesal. Dia bahkan mengabaikan roti selai kacang yang masih tersisa setengahnya.

Eric dan Daniel melirik singkat ke arah Sam sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. "Kau harus meminta maaf!" tegas Eric langsung menimpali. Dia menggelengkan kepala, memberi peringatan saat Sam membuka mulut untuk protes. "Ucapanmu terlalu keras!"

"Tapi itu kebenarannya," balas Sam, tidak mau kalah. "Itu yang mereka katakan di belakang kakak perempuan kita. Sampai kapan kita akan menutupinya?" Ia bertanya dengan nada putus asa. "Eve tidak boleh terus seperti itu, dia harus bisa bergaul—"

TAMAT - Lavender DreamsNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ