Bab 18. Rinai Hujan

3.5K 563 18
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 18. Rinai Hujan

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Eve tidak terbiasa tersipu malu. Ia bersikap seperti biasa seolah pernyataan cinta itu tidak pernah ada. Keduanya menyelesaikan sarapan dengan perlahan, seolah tidak menyadari jika hari sudah semakin siang. Mereka terdiam, larut dalam lamunan masing-masing. Keheningan yang meraja melarutkan keduanya semakin dalam.

"Aku akan mengantarmu pulang." Suara berat Jung Woo merobek keheningan panjang yang menggantung di ruangan. Netra tajamnya bersirobok dengan netra milik wanita yang selama bertahun-tahun ini selalu mengisi hatinya. Jung Woo melirik piring Eve yang sudah kosong. Sementara wanita di hadapannya meneguk air putih di dalam gelas hingga tandas, ia meraih jaket tebal yang tersampir di atas sofa di sisi ruangan.

Tidak ada jawaban. Eve kembali mengunyah. Kali ini beberapa biskuit mentega. Ia melap remahan di atas meja dengan tangannya lalu kembali melirik jauh keluar jendela. Di luar, salju turun dengan derasnya. Warna putih pun mendominasi.

"Eve?"

"Hm."

"Ayo pulang!"

"Sebentar lagi." Eve menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya tanpa menatap Jung Woo. Ia terdiam sejenak, matanya menatap piring kosong di hadapannya. "Woo, boleh aku meminta tolong sesuatu kepadamu?"

Jung Woo tidak langsung menjawab. Ia kembali mendudukkan diri di atas kursi makan setelah mengenakan jaket. "Apa?"

"Adikku," kata Eve memulai pembicaraan. Wanita itu terlihat meragu walau akhirnya kembali bicara. "Tolong jaga mereka untukku."

"Mereka sudah dewasa," jawab Jung Woo, tenang. "Mereka bisa menjaga diri sendiri—" Gelengan kepala Eve menghentikan ucapan Jung Woo. Pria itu menelan kembali kalimat yang sudah ada di ujung lidahnya.

Keduanya terdiam untuk beberapa waktu. Eve masih menekuri piring di hadapannya, sementara Jung Woo menatapnya, lekat.

"Aku takut mereka memilih pasangan yang salah." Eve kembali bicara setelah mendapatkan kembali kekuatannya. Sudah menjadi mimpinya sejak lama untuk bisa melihat pernikahan kedua adiknya. Namun, apa yang bisa ia lakukan jika Tuhan berkehendak lain?

"Bukan masalah harta," sambung Eve, tenang. Ia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, desahan napas wanita itu terdengar berat setelahnya. "Aku hanya ingin mereka bahagia."

"Katakan itu kepada mereka."

Eve mengangkat wajah. Tatapan keduanya bersirobok. Ekspresi serius Jung Woo membuat Eve tidak bisa berkata-kata untuk saat ini.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Woo memilih menggoda Eve daripada larut dalam kesedihan. Eve tidak membutuhkan simpati saat ini, pikirnya. Ia mencondongkan tubuh, kedua tangannya dilipat di atas meja. "Mengagumi ketampananku?"

Eve mendengkus. "Aku tahu kau tampan, tapi apa kau harus mengakuinya dengan mulutmu itu?" Ia memutar kedua bola mata saat Woo tersenyum angkuh. "Woo, kau belum menjawab pertanyaanku."

"Yang mana?" Jung Woo kembali menjawab dengan nada santai. Ia memutar kunci mobil di telunjuk tangan kanannya. "Dengan senang hati aku akan menjaga adikmu jika kau bersedia menerima lamaranku."

TAMAT - Lavender DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang