Bab 23. Barang Bukti

3.6K 554 11
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 23. Barang Bukti

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Pasrah, hanya itu yang bisa Jae Yong lakukan saat ini. Pemuda berusia delapan belas tahun itu kini terbaring di atas ranjang salah satu Rumah Sakit ternama di Seoul setelah Jung Woo memaksanya untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

Bagaimana jika sesuatu terjadi kepada otakmu? Alasan itu dilontarkan oleh Jung Woo dengan ekspresi datar. Suaranya terdengar biasa, tapi entah kenapa berhasil membuat Jae Yong merinding saat mendengarnya. Dan sekarang, tepat di hadapannya, Eve berdiri. Seperti biasa, wanita itu memasang ekspresi tidak terbaca andalannnya.

Tubuh Jae Yong terasa kaku saat mata tajam Eve melihatnya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ah, beruntung hari ini Sabtu, jadi sekolah libur, walau Jung Woo yakin masalah yang menimpanya sudah sampai ke telinga guru penanggung jawab di sekolahnya.

"Maaf!" kata Jae Yong tepat saat Eve duduk di sebuah kursi di sisi ranjang. Eric dan Sam masih berdiri di tempatnya sejak datang beberapa menit yang lalu, sementara Daniel dengan sikap polosnya terlihat sibuk sendiri, berbaring di sebuah sofa dekat jendela besar, menikmati es krim buahnya sembari membaca komik yang sebenarnya tidak terlalu cocok untuk usianya.

"Apa kau merasa tindakanmu itu salah?" Eve balik bertanya dengan nada tenang. Kedua adiknya yang sudah merasa pegal akhirnya memilih untuk duduk bersama Daniel di sofa. Sam memutar kedua bola matanya saat Daniel menggerutu karena mereka mengganggu waktu santainya dan memaksanya yang tengah berbaring untuk duduk karena sofa itu hanya cukup untuk tempat duduk dua orang.

Untuk waktu singkat Eve menoleh ke belakang, satu alisnya diangkat naik saat tiga pria yang duduk di sofa mulai rebut karena tempat itu terlalu sempit untuk mereka duduk.

"Kenapa tidak ganti ke ruangan yang lebih besar?" usul Sam. Wajahnya terlihat sangat serius saat melanjutkan, "Aku akan membawa sofa lebih besar jika Jae Yong pindah ke ruangan lebih besar."

Jae Yong meringis. Dengan cepat dia mengangkat kedua tangannya. "Tidak perlu. Hari Senin besok aku sudah bisa pulang. Jung Woo Hyung terlalu khawatir hingga memasukkanku ke sini. Lihat, aku abik-baik saja—"

"Apanya yang baik-baik saja?" Eve memotong tajam. Senyum tipis wanita itu membuat Jae Yong menelan ludah, sementara ketiga pria yang duduk di sofa secara kompak menutup mulut mereka. Eric memberi isyarat tanpa kata kepada Jae Yong untuk tidak mengatakan apa pun saat Eve memberi petuah.

"Lihat memar di wajahmu," lanjut Eve masih dengan nada sama. Telunjuknya terarah ke tangan lalu ke leher Jae Yong. "Mereka mencekikmu, kan?"

Jae Yong kembali menelan air liurnya sebelum menjawab dengan terbata, "Sedikit."

"Sedikit?" cemooh Eve. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Memar di lehermu itu mengatakan sebaliknya." Eve memandang Jae Yong dengan saksama. "Berani sekali dia melukai anakku!" Kedua tangan Eve kini terkepal erat. "Apa mereka tidak tahu jika kau anak dari seorang Lavender Lee?" Nada bicara Eve meninggi saat mengatakannya hingga Eric berdiri dari tempatnya untuk menenangkan kakak perempuannya itu.

TAMAT - Lavender DreamsWhere stories live. Discover now