Bab 21. Ada Apa Denganmu?

3.7K 563 35
                                    

Disarankan sambil muter mulmed saat baca. Hahaha XD

.

.

.

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 21. Ada Apa Denganmu?

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Hal yang dilakukan Eve selama setengah hari ini hanya berbaring di atas sofa, bersantai sembari menonton drama televisi yang baru pertama kali ditontonnya. Sesekali wanita itu menyipitkan mata, lalu menaikkan satu alis tinggi saat drama yang ditontonnya menampilkan adegan pertengkaran antara mertua dan menantu.

Eve menghela napas berat, tangan kanannya sibuk menekan remote televisi. Ia mulai mencari saluran televisi yang sesuai dengan seleranya. Merasa bosan, Eve memilih mendudukkan diri. Ekspresi bosannya terlihat jelas di wajah wanita itu. Ia baru saja akan beranjak dari tempat duduknya saat Eric bergabung bersamanya di ruang keluarga.

"Kemana kau tadi malam?" Eve langsung bertanya tanpa berbasa-basi. Ia sedikit terkejut saat Eric mengambil sebuah bantal sofa, meletakkannya di atas pangkuan Eve sebelum berbaring dan meletakkan kepalanya di sana. "Apa kau mabuk?" tanya Eve. Ia mengendus Eric, tapi tidak menemukan bau alkohol dari tubuh adiknya itu. "Apa kau sakit?"

Eric masih tidak menjawab. Ia berbaring miring, matanya menatap lurus layar televisi yang tengah menampilkan acara kartun yang saat ini tengah populer di Korea Selatan. Eric masih tidak bergerak saat kakaknya meletakkan telapak tangan di dahinya.

"Eric, ada apa denganmu?" Eve mulai cemas karena tidak biasanya Eric bersikap seperti ini.

Eric masih terdiam. Keduanya tidak mengatakan apa pun untuk beberapa saat. Selama itu hanya suara televisi yang terdengar di dalam ruangan bernuansa serba putih itu.

"Eric?" panggil Eve. Ia semakin cemas oleh sikap diam adiknya.

"Aku baru menyadari sesuatu," kata Eric, akhirnya bicara. "Berbohong jauh lebih mudah daripada mengatakan kebenaran," ucapnya.

Ia menjeda, menarik napas panjang untuk mengembalikan suaranya yang tercekat di tenggorokan. "Harga diriku sangat tinggi hingga kau memilih untuk berbohong. Harga diriku sangat tinggi hingga aku tidak bisa menjaga dirimu dengan baik."

Eric kembali terdiam, sementara Eve mulai mengerti arah pembicaraan adiknya ini. "Aku selalu melihatmu sebagai gunung besar yang harus berhasil kutaklukkan. Selama ini aku iri melihat keberhasilanmu, mengidahkan jika kau juga pasti kesepian."

Ia kembali menjeda, terkekeh miris. "Aku bahkan tidak bisa mengatakan semua dosa-dosaku kepadamu."

"Eric?"

"Eve, boleh aku menangis?"

Eve tidak langsung menjawab. Dengan gerakan lembut ia membelai rambut Eric, lembut. "Menangislah. Aku di sini, kau akan baik-baik saja."

"Jangan pergi!" pinta Eric. Ia berbalik, menenggelamkan wajah di perut Eve. "Jangan tinggalkan kami!" Tangis Eric pecah. Tubuhnya gemetar hebat. Penyesalan itu memang selalu datang terlambat, bukan?

TAMAT - Lavender DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang