10. Gali Lobang Tutup Lobang

4.4K 574 8
                                    

Cewek berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan mengenakan baju tidur yang ditutupi cardigan warna hitam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cewek berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan mengenakan baju tidur yang ditutupi cardigan warna hitam. Sandal jepitnya menopang kakinya, menapaki halaman yang masih beralas tanah merah. Warung itu memang lumayan jauh dari rumahnya, tapi hanya pemilik warung itulah yang ibu Anja begitu kenal.

Dengan langkah santai ia pun sampai di depan warung kecil yang menempel dengan rumah sang pemilik warung. "Beliiiiiiiiii," Anja berteriak memanggil sang pemilik warung.

"Mbah, beli. Assalamu'alaikum."

Tak butuh waktu lama, Mbah Inem selaku pemilik warung muncul dari balik pintu yang terhubung langsung dengan rumahnya. "Beli apa?"

"Mbah, hutang yang kemarin berapa?" Anja bertanya, menunda dulu niatnya yang ingin membeli tepung terigu. Stock terigu simpanan ibunya kebetulan habis, sementara besok ia harus jualan pagi-pagi. Alhasil Anja disuruh mencari terigu di warung yang cukup jauh dari rumahnya.

"Sebentar." Mbah Inem mencari buku catatan hutang pelanggannya. Lalu mulai membuka lembar demi lembar. Ia pun mencari nama ibu Anja di dalam buku itu.

"Iya, Mbah."

"58.000," jawab Mbah Inem kemudian.

"Ini, Mbah." Anja memberikan uang pas pada Mbah Inem. Ibunya memang memberitahu kalau hutangnya di warung sebesar itu. Tapi, Anja hanya ingin memastikan saja. Takutnya kurang.

Mbah Inem menerima agak kasar uang dari Anja seraya memasang wajah merengut saat Anja mengatakan kalau ia ingin berhutang lagi terigu satu kilogram. "Gali lobang tutup lobang." Anja hanya diam mendengar ucapan Mbah Inem.

"Nasi uduk ibu kamu gak laku apa? Masa' baru bayar hutang, udah ngutang lagi. Bapak kamu lagi gak ada kerjaan jadi kuli bangunan?" Sembari mengucapkan kata maaf, Anja membalas pertanyaan Mbah Inem dengan senyuman yang dipaksakan, terlihat dari matanya yang tidak menyatu dengan senyumannya.

Anja menerima satu kilogram terigu dari Mbah Inem yang masih menekuk wajahnya. "Gak usah pakek kresek deh. Ngutang juga." Ia sudah sangat biasa menerima perlakuan seperti ini, tidak hanya dari wanita itu saja. Awalnya ia merasa tak terima dan ingin sekali marah, namun semakin ke sini ia semakin terbiasa dan kebal dengan perlakuan seperti itu. Meski tak munafik, kadang Anja cukup muak dengan siklus hidup seperti ini.

Di perjalanan pulang, Anja mendengar suara muda-mudi yang heboh sekali. Ia pun menoleh ke arah sumber suara. Di sana ada Johana---mantan teman kecilnya yang sedang berkumpul bersama teman-temannya seraya bergurau tak lupa diselingi tawa. Sebenarnya Anja juga tidak tahu apakah Johana itu pantas ia sebut mantan teman. Karena seingat Anja, Johana tidak pernah menganggap dirinya sebagai teman. Bukankah kalau ingin menyebut mantan teman, harus pernah berteman dulu.

Tak hanya Cicik yang tidak pernah diajak main teman sebayanya, Anja semasa kecil, juga seperti itu. Hanya karena tidak memiliki sepatu roda dan scooter punya Poh teletubbies, ia tidak diperbolehkan main bersama. Apakah barang-barang yang mahal seperti itu adalah semacam tiket untuk bermain?

SHELTER (Completed)Where stories live. Discover now