22. Dedak

2.2K 380 28
                                    

Sesuai janjinya, Ejak kembali ke kelas setelah dari toilet. Datang-datang, Bu Lia menagih tugas padanya. "Mana, Maharaja?"

"Ada, Bu. Bentar, saya ambilkan." Semua mata tertuju pada Ejak, tak percaya.

"Sip!" Anja memberikan jempolnya ketika Ejak kembali ke tempat duduknya.

"Oh, iya, dong," jawab Ejak tersenyum manis seraya merogoh laci mejanya. Kalau tidak salah ingat, buku PR-nya disimpan di laci.

"Cepat, Maharaja!" Ejak bergegas ke meja guru, menyerahkan PR-nya.

Bu Lia langsung mengecek buku Ejak, "Ya Allah," ucapnya setelah membolak-balik kertas.

"Maharaja, Maju ke depan!" Padahal baru saja Ejak meletakkan bokongnya di kursi.

"Kenapa, Bu? Kan saya sudah ngumpulin," jawab Ejak dari tempat duduknya.

"Ngerjain, tapi salah. Cepetan maju!"

Ejak bergegas kembali ke depan. "Bu, saya masih jadi murid. Kalau salah, tolong dibenarkan."

"Bukan salah jawabannya!"

"Alhamdulillah kalo bener, permisi, Bu." Ejak hendak kembali ke bangkunya.

"Maharaja! Kamu salah halaman! Yang kamu kerjakan halaman dua puluh. Sementara ibu kasih PR halaman sembilan belas!" Bu Lia menyuruh Ejak bergabung bersama teman-temannya yang tidak membuat PR.

"Tapi, Bu, saya sudah berusaha mengerjakan. Apa dihukum juga?" Bu Lia menyuruh sepuluh orang itu lari keliling lapangan lima puluh kali.

Kesembilan orang itu menurut, sementara Ejak masih berdiri di depan Bu Lia. "Kenapa saya juga dihukum? Kalau pun harus dihukum, seenggaknya lebih ringan dari mereka, saya kan sudah berusaha."

"Yaudah, kamu nggak usah dihukum. Nanti kita obrolin sama Bunda kamu di kantor!" Bu Lia menekankan kata Bunda ketika berbicara. Lalu ia menyuruh Ejak kembali ke tempat duduknya.

"Kenapa jadi Bunda saya yang dibawa, Bu?"

"Duduk!" titah guru yang mengajar pelajaran ekonomi itu. "Mentang-mentang anak guru, jadi ngelunjak," sambungnya dengan kesal. "Harusnya kamu udah dikeluarkan dari dulu." Ejak tahu dirinya salah, tapi sepertinya kata-kata itu tak pantas keluar dari mulut seorang pendidik.

Melihat Ejak yang masih berdiri, Bu Lia berkata lagi, "Kembali ke tempat dudukmu!"

Dengan langkah pelan tapi pasti, Ejak menuju tempat duduknya. Di sebelahnya Anja sudah siap mengomel. "Kenapa nggak nanya gue masalah PR? Lagian juga kan kita ada grup chat, lo bisa buka. Hobi banget nyari masalah pagi-pagi." Setelahnya, gadis itu fokus menatap papan tulis karena Bu Lia mulai menjelaskan materinya.

Ejak tertawa pelan, ia tidak merespon omelan tanda kepedulian dari teman sebangkunya itu. Seketika rasa kesalnya berkurang.

"Ngadep depan!" titah Anja pelan yang menyadari Ejak sedang menatapnya. Bukannya memerhatikan penjelasan guru di depan kelas, Ejak malah mengambil buku tulisnya lalu mulai mencoret-coret lembar belakang buku itu dengan karyanya.

Hingga pelajaran ekonomi selesai, Ejak berhasil menggambar warga bikini buttom. Mulai dari Spongebob, Patrick, Squidward, hingga Tn Krabs.

"Ya Allah, Ejak!" Anja yang melihat hasil gambaran Ejak berteriak.

"Bagus kan, Nja?"

"Sejak kapan gambaran lo nggak bagus. Gue bukan mau muji. Elo daritadi nggak dengerin materi Bu Lia? Malah ngambar?"

"Dengerin kok, Nja. Sambil ngegambar."

"Pasti lo nggak pulang lagi semalem?" tuduh Anja yang melihat seragam Ejak terlihat lusuh.

SHELTER (Completed)Where stories live. Discover now