25. Jemuran

2.2K 401 43
                                    

Tumpukan baju sudah Anja bilas dan kini ia rendam dengan downy. Minggu pagi, memang paling pas untuk mencuci. Kalau cuaca panas, bisa kering siang nanti.

Ketika keluar rumah, Anja melihat matahari bersinar terang. Ia pun membawa cuciannya ke tempat menjemur depan rumahnya. Satu per satu pakaian itu berhasil dijemur.

"Bagi duit, Nja," ucap seseorang mengagetkan Anja ketika ingin mengambil seember lagi cuciannya.

"Anja nggak punya uang, Bang."

"Bohong! Mana sewa rumah? Lo kan udah numpang di rumah orang tua gue," Lelaki itu mulai meninggikan suaranya.

"Kata Bapak gratis kok, Bang," jawab Anja santai pada kakak laki-lakinya itu. Burhan memang jarang main ke rumah orang tuanya, ia sudah memiliki rumah sendiri bersama keluarga kecilnya. Dan sekarang ia menginjakkan kakinya kembali ke rumah itu karena ingin meminta uang pada adiknya.

Kejadian seperti ini bukan sekali dua kali terjadi, tapi cukup sering. Alasan Burhan banyak, mulai dari mau bayar sewa rumahlah, biaya makanlah, uang sekolah anaknyalah, inilah, itulah, anulah.

"Mana, Nja? Gue masih minta baik-baik ini." Ucapan Burhan kembali santai.

"Buat apa, sih, Bang? Udah kerja di BUMN juga."

"Pakek nanya lagi." Burhan tersenyum miring. "Buat nyusahin elolah."

"Anja udah susah, Bang. Abang nggak malu, minta sama orang susah?"

"Ini nggak sebanding, Nja." Anja mulai merasa bersalah ketika Kakaknya mengatakan kalimat itu. Karena tidak mau mendengar kalimat selanjutnya yang bisa dipastikan lebih menyakitkan hati Anja, ia masuk ke dalam kamarnya, mengambil sisa uangnya.

Setelah kembali menghampiri kakaknya yang masih berdiri di dekat tiang jemuran, ia menyerahkan uang itu. "Adanya segini doang."

"Lima puluh ribu doang? Oke, nggak papa."

"Ya nggak papalah, kan dikasih cuma-cuma juga."

Burhan tersenyum mengejek. "Tenang aja lo, gue terakhir minta uang sama lo." Burhan memasukkan uang itu ke dalam dompet tebalnya.

"Waktu itu juga bilangnya yang terakhir."

"Ini beneran, gue dipindahin ke Kalimantan. Gue nggak akan ganggu lo lagi." Burhan teringat kakak pertamanya, "Paling Johan yang bakal minta uang sama lo."

"Kak Johan mah nggak pernah minta uang, malah ngasih Anja."

Burhan berdecih, "pilih kasih! Gue mana pernah dikasih."

"Kan abang udah kaya. Tapi Anja udah nggak pernah kontakan lagi sama Kak Johan, semenjak dia pindah ke Papua."

"Nggak nanya!"

"Orang Anja cerita sendiri." Ada rasa lega di hati Anja karena pengganggunya berkurang satu. "Nggak pamit ke Bapak Ibu dulu, Bang?" teriak Anja.

"Lewat chat aja." Burhan langsung nyelonong tanpa pamit meninggalkan Anja bersama cuciannya.

Tanpa Anja ketahui, ada seseorang yang memerhatikannya sejak tadi. "Heh!" tegur Anja.

Kalau tidak ada kucing yang mengganggu Ejak, Ejak pasti tidak akan ketahuan.

"Hai!" Ejak menampilkan cengiran khasnya menyapa Anja di balik jemuran.

"Mau ke markas?" tanya Anja.

Ejak menghela napas, untunglah Anja tidak sadar kalau sedang diperhatikan. "Iya, Nja. Mampir bentar, ya?"

"Nggak terima tamu!"

SHELTER (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang