16. Dibanting

5.3K 568 16
                                    

Di sini hanya Anja yang kaget, Ejak malah biasa saja seolah sudah tahu kalau itu pekerjaan Bapak selama ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di sini hanya Anja yang kaget, Ejak malah biasa saja seolah sudah tahu kalau itu pekerjaan Bapak selama ini. "Elo udah tahu? Kenapa gak bilang?" Apa urusan Ejak memberi tahu Anja. Lagian, Ejak pikir, Anja sudah tahu.

"Jak?" panggil Anja.

"Hm? Kenapa?"

"Jangan bilang siapa-siapa soal masalah ini." Anja memohon pada Ejak.

Melihat Ejak yang diam saja, Anja kembali memohon. "Tolong, Jak."

"Hah?"

Menjadi anak seorang pemulung, tentu bukanlah pilihan Anja. Memiliki bapak seorang pemulung juga bukan keinginannya. Di dunia ini tak ada satu pun yang bisa memilih terlahir seperti apa? Meminta lahir di dunia sebagai anak orang kaya, anak pejabat, anak konglomerat, atau pun anak CEO perusahaan terkenal.

"Elo kenapa sih, Nja? Lo sadar gak sih sama apa yang udah lo ucapin?" Ejak memandang Anja dengan tatapan tajamnya.

Anja tak merespons, tapi ia masih mendengar perkataan Ejak. Merasa tidak dijawab, Ejak makin berang. "Ternyata elo sama aja, Nja."

"Jangan langsung nyimpulin sesuatu yang bahkan elo gak tahu," tukas Anja. Ia tahu, Ejak pasti mengira kalau ia seorang cewek yang gengsian, yang tak bisa menghargai apapun profesi orang tua, yang malu terlihat miskin dan menderita.

"Lah, terus? Elo malu kan punya bokap pemulung?" Ejak hanya tak habis pikir, bagaimana bisa Anja bersikap seperti itu. Kalau bisa bertukar, ia mau bertukar sama Anja. Ia lebih baik memiliki ayah seorang pemulung daripada ayah yang kaya raya.

"Cih. Elo mikir gue malu punya bokap pemulung?" Akhirnya kata-kata itu terlontar dari bibir tipis Anja.

"Ya, apalagi!"

"Elo gak lupa kan kalo gue udah miskin dari lama. Bukan baru-baru ini doang. Gue juga gak pernah malu punya bokap pemulung, kuli bangunan, tukang becak, tukang parkir, sama sekali enggak." Anja menyebutkan semua profesi yang pernah bapaknya alami.

Benar, ia tak pernah malu. Apa artinya dirinya yang mengenakan sepatu dan tas lusuh ke sekolah hanya karena tidak enak mau meminta pada Bapak atau yang paling telat membayar uang buku karena tahu kondisi keuangan keluarganya sehingga dengan sengaja ia memberitahu bapak di waktu paling akhir. Kalau Ejak mengira Anja malu menjadi anak seorang pemulung, miskin, dan mengutamakan gengsi, Ejak salah besar.

"Terus?"

Murid-murid SMA Kumbang memang lebih didominasi oleh kalangan elite. Yang tiap hari diantar jemput pakai mobil mewah. Namun, perbedaan kasta itu, tidak menyebabkan banyak penindasan. Pembully-an di sekolah ini sudah jauh berkurang dibandingkan dulu.

"Gue gak suka tatapan penuh kasihan dari orang-orang." Ia merasa malu karena harus dikasihani. Merasa dirinya tidak pantas untuk dikasihani. Ia tak mampu membalas kebaikan orang-orang yang mengasihaninya. Hal ini membuatnya merasa terbebani dan malah menimbulkan rasa bersalah tehadap orang yang mengasihaninya.

SHELTER (Completed)Where stories live. Discover now