26. Kodok

2.3K 411 28
                                    

Anja berjalan ke balkon sesuai saran Putri. Di sana, ia melihat seorang cowok yang dikenalnya meski hanya tampak tubuh belakangnya saja. Awalnya ia hendak pergi, namun ketika mendengar suara isakan, Anja berhenti dan berbalik.

Ejak menoleh ketika menyadari kehadiran Anja, wajah Ejak yang pucat adalah hal pertama yang Anja sadari. Cowok itu terduduk di lantai dengan wajah yang benar-benar berantakan. Matanya merah dan di pipinya ada luka memar.

Anja memangkas jarak lalu duduk di sebelah Ejak, "Lo baik-baik aja?" tanyanya lembut.

"Lo nggak baik-baik aja," jawab Anja ketika tak mendengar sepatah kata pun dari mulut Ejak.

Tetesan air yang mengenai lengan Anja seketika membuatnya mendongak menatap Ejak. Astaga, cowok itu menangis. Terlihat dari matanya yang semakin memerah dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Dan tetesan itu bisa dipastikan air mata Ejak yang jatuh.

Anja merasa pilu. Entah mengapa, sakit rasanya melihat Ejak seperti ini. Ketika cowok itu berani menangis di depannya, itu artinya ia menunjukkan versi paling jujur dari dirinya.

Anja diam sejenak berusaha menyimpan pertanyaannya di dalam hati lalu menarik kepala Ejak dan meletakkannya di bahunya. Ia membelai kepala cowok itu seolah menyalurkan ketenangan. Setidaknya, ini bisa membuat Ejak merasa dimengerti dan dipahami.

Mungkin kesedihan, kekecewaan, dan rasa haru tak lagi bisa Ejak tahan. Ia memilih untuk melepaskan saja segala luapan emosi yang tidak tertahankan.

Cowok yang selalu terlihat bahagia itu kembali meneteskan air matanya disusul isakan pilu.

Anja berbicara begitu tenang dan pelan, "Lo nggak sendirian. Semuanya bakal baik-baik aja. Mulai sekarang, lupain apa pun yang buat lo sedih. Pikirin yang buat lo bahagia aja. Tenang, Jak. Ada gue."

Ejak mulai mengontrol napasnya hingga ketenangan mulai menyelimuti dirinya. Kedua tangannya terjulur lantas memeluk Anja, disandarkannya wajahnya ke punggung Anja.

Beberapa menit setelahnya, cowok itu melepaskan pelukannya. Ia mengangkat wajahnya menampilkan mata yang sayu dan masih merah. Entah dorongan dari mana, tangan Anja terangkat, menghapus air mata Ejak yang masih tersisa.

Sungguh ini pertama kalinya Anja melihat Ejak seperti ini. Seorang cowok yang biasa haha hihi bercucuran air mata di hadapannya. Bahkan, melihat Ejak sedih saja ia belum pernah.

"Makasih, Anja Siti Khodijah," ucap Ejak tersenyum.

"Sama-sama, Maharaja," balas Anja ikut tersenyum. "Dapet nggak kodoknya?"

"Hah? Kodok apaan?"

"Itu muka lo bonyok gara-gara tersungkur pas nangkep kodok kan?" Anja menunjuk memar di wajah Ejak.

Ejak terbahak. "Dapet, Nja, enaknya diapain ya?"

"Disambel."

"Elo yang masak, ya?"

Anja mengangguk. "Dulu, pas masih kecil, gue pernah terjatuh, terus gue nangis, Bapak gue malah teriak, 'dapet kodoknya?'" Ejak serius menunggu lanjutan cerita Anja.

"Terus, Nja?"

"Itu ada makna terselubung."

"Apa, Nja?"

"Ketika lo jatuh, cobalah bangkit biar enggak ada orang yang bilang 'dapet kodoknya'." Ejak setuju dengan ucapan Anja.

"Gue mau cerita, deh."

SHELTER (Completed)Where stories live. Discover now