21. Cekgu Besar

2.4K 387 26
                                    

Ejak menyengir ketika pintu rumah serba putih itu dibuka dari dalam. "Assalamu'alaikum, Ansel."

Ansel selaku sahabatnya itu menjawab salam Ejak dengan datar. Ia membuka pintu lebar sebagai kode mempersilakan masuk. "Ada siapa di rumah, Sel?" tanya Ejak yang celingak-celinguk masih di depan pintu. Biasanya sudah terdengar suara berisik Alfa, adik Ansel paling kecil.

"Nazo," jawab Ansel singkat. Cowok yang masih berseragam itu berjalan menuju kamarnya hendak ganti baju.

"Di kamar?" tanya Ejak seraya berjalan di belakang Ansel.

"Hm."

Sekilas Ejak mengetuk pintu kamar Nazo, kembaran Ansel, ketika melewati kamar yang dihiasi poster KPOP itu. Saat terdengar suara Nazo berteriak, "Masuk aja, nggak dikunci!" Ejak buru-buru ke kamar Ansel. Kamar anak kembar itu memang sebelahan. Ejak pun cukup kenal dengan adik perempuan Ansel itu, mengingat ia sering main ke rumah ini.

"Ibu, ayah, sama Alfa ke mana, Sel?" Ejak menutup pintu kamar Ansel.

"Pergi." Ansel mulai membuka kancing seragamnya lalu menumpuk singletnya dengan baju lengan pendek warna hitam.

"Ke mana?" Ansel mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Sahabat Ejak satu itu memang irit bicara.

"Basket, yok, Sel?" Ansel menautkan alisnya menatap Ejak. Kalau Ejak mengajaknya bermain basket, pasti ada sesuatu. Persahabatan mereka sudah dimulai sejak SD, jadi, secuek dan setidak-pekanya Ansel, Ansel tahu kalau Ejak sedang ada masalah.

Namun, Ansel tidak akan bertanya. Karena jika Ejak sudah siap bercerita, ia akan bercerita sendiri sampai ke pelosoknya.

Ejak meninggalkan seragamnya di kamar Ansel, ia hanya memakai kaos putih dan celana abu-abunya. Mereka menuju halaman belakang rumah Ansel yang telah disediakan lapangan basket oleh ayahnya. Geng PBB sering main di sini, lumayan, gratis. Kalau di lapangan sekolah, terbatas waktu, karena dibatasi kepala sekolah.

Ejak memutar-mutarkan bola basket di tangannya. "Suntuk banget gue." Mereka pun memulai pertandingan. Sepertinya, satu lawan satu menjadi lebih seru, apalagi di situasi Ejak yang seperti ini.

"GOLL!!!!" teriak Ejak yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Cowok itu bertepuk tangan lalu bersilebrasi ala Paolo Dybala. Ia melakukan gaya menutup sebagian wajahnya, Dybala-Mask.

Ini sedang tanding basket atau bola kaki? Ansel sudah tidak heran lagi.

"Jangan ngalah, Sel." Ejak mengejek Ansel yang kalah dengan skor 1-0. Mereka melanjutkan pertandingan dengan  saling mengalahkan.

Mendribble, pivot, bahkan seluruh teknik shooting telah mereka lakukan. Keringat pun sudah membajiri keduanya, bahkan baju mereka sudah sangat basah.

Pertandingan kali ini milik Ejak. Ansel kalah telak selesai tanding satu jam. Ansel hanya sedikit heran, mengapa sahabatnya itu bersemangat sekali mengalahkannya.

Lelah bermain basket, mereka nongki ganteng di dapur. Ejak mengambil dua botol air mineral dari dalam kulkas Ansel. Rumah sahabatnya itu seperti rumahnya sendiri. Setelah berdingin di depan kulkas sebentar, ia melempar sebotol air mineral ke arah Ansel yang sigap menangkapnya. Kedua cowok itu duduk di ruang makan.

"Lo hari ini payah, Sel. Banyak ngalahnya," ucap Ejak seusai meneguk minumannya hingga setengah botol.

Padahal Ejak yang tanding seperti orang kesetanan. Ansel tak menjawab, ia memilih untuk menghabiskan minumannya. Tenggorokannya sudah sangat kering.

"Ada makanan nggak, Sel? Laper gue."

Ansel menunjuk tudung saji dengan dagunya, "Itu."

Ejak membuka tudung saji berwarna putih itu lalu mengambil alat makan di lemari dan menuangkan bihun tumis ke dalam piringnya. "Pasti enak masakan ibu," puji Ejak. Setelah masakan uminya, masakan ibunya Ansel tak kalah enak.

SHELTER (Completed)Where stories live. Discover now