20. Bapak Gerobak

2.4K 398 30
                                    

Preety atau yang biasa Anja panggil dengan sebutan Pret, menarik tangan Anja ke luar kelas. Seusai memakan bekalnya, Preety meminta Anja untuk menemaninya ke kantin.

Cewek yang berbadan tidak kecil itu mendadak lapar lagi, karena hari ini ia hanya memesan setengah bungkus nasi uduk pada Anja. Sebenarnya setiap hari juga memesan setengah bungkus, tapi, mungkin saja cacing di perutnya sudah berubah menjadi naga hari ini.

Anja yang diseret, terpaksa mengikuti Preety, untung teman katanya. Mereka berjalan menuju kantin, koridor kelas terlihat tidak terlalu ramai, mungkin masih banyak yang di kantin.

"Nja?" panggil Preety tiba-tiba.

"Apa?"

"Lo pacaran sama Ejak?" Pertanyaan Preety bernada tuduhan.

"Enggak, Pret," jawab Anja cepat. "Lo dapet gosip dari mana?"

"Jangan, deh, Nja."

Anja refleks menoleh, menatap Preety heran. "Apaan, Pret? Kenapa jangan? Jangan apanya?"

"Jangan pacaran sama dia. Dia nggak cocok jadi pacar lo." Preety membisikkan sesuatu ke telinga Anja. "Dia bukan cowok baik."

"Apa, sih, Pret! Geli gue bisik-bisik." Anja menjauhkan telinganya dari Preety ketika temannya itu hendak membisikkan sesuatu lagi.

"Beneran, Nja. Percaya sama gue." Ekspresi Preety begitu meyakinkan sehingga membuat Anja nyaris percaya.

"Jangan terlalu mudah nilai orang, Pret. Terlalu cepet menghakimi nanti cepet juga salah persepsi," kata Anja.

"Lamaan gue atau elo yang kenal sama dia? Gue satu SMP sama dia, btw," ucap Preety yakin.

Anja terenyak, ia baru tahu kalau temannya itu pernah satu sekolah dengan Ejak. "Masa sih? Lo nggak pernah cerita," ucapnya tak percaya.

"Terserah, sih, mau percaya apa enggak, anak Kumbang yang pernah satu sekolah sama dia pasti tahu. Lo bisa nanya mereka kalo nggak percaya sama gue."

"Terus, nggak baiknya di mana?" tanya Anja.

"Dia pernah mau merko---," Preety berujar sangat pelan, namun pelan bagi Preety, tidak bagi Anja.

Anja langsung membekap mulut temannya itu. "---sa cewek." Lalu menyuruh Preety untuk menjaga bicaranya.

"Lagian, elo! Gue bisikin kegelian," jawab Preety ketika Anja telah melepaskan tangannya dari mulut Preety.

"Ya, tapi nggak asal nyablak gitu juga. Nggak enak didenger orang, Pret."

"Iya, maaf, Nja." Sembari berjalan ke kantin, Preety melanjutkan ceritanya. "Seluruh SMP tahu, Nja. Pokoknya gue nggak rela lo pacaran sama dia," ucapnya setelah menghela napas.

"Seluruh SMP?" tanya Anja, mengerutkan dahinya.

Preety mengangguk dua kali. "Sebenarnya banyak sih kasus dia, buat onar, bolos, suka jawab omongan guru, ngebully orang, ya elo tahu sendirilah," jabarnya. "Kayaknya setahun baru selesai, kalo mau ngomongin Ejak."

"Kalo ngebully, enggak, deh, Pret. Gue nggak pernah lihat dia ngebully orang."

"Ya, di depan elo enggak, di belakang elo?" tanya Preety.

"Masa sih?"

"Elo dari tadi bilang masa sih mulu, kayak nggak percaya banget sama gue," ujar Preety kesal.

Anja menghentikan langkah kakinya, teringat sesuatu. "Tapi, Pret," ucapannya menggantung.

"Kenapa, Nja?" Preety ikut berhenti.

SHELTER (Completed)On viuen les histories. Descobreix ara