180 derajat berubah!

273 9 0
                                    

  Api teh jangan disulut dengan api karna akan semakin dahsyat kobarannya  

- Firka -

Bibirnya menyungging senyum melihat keindahan yang terlukis dihadapannya, Ia seakan tak ingin melewati momen untuk mengabadikan tiap-tiap sudut keindahan yang terpancar diantara rumput-rumput yang tumbuh rapi layaknya karpet permadani yang menyambut kedatangannya, bunga-bunga cantik menghiasi, pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan anggunnya, sungai kecil yang mengalir jernih riak-riaknya seperti alunan lagu, serta batu besar berhiaskan lumut hijau bak berada di negeri dongeng, tak jauh dari tempatnya berdiri tampak sawah hijau membentang luas, ya memang pondok pesantren tercintanya amat sangat dekat dengan alam dan masih sangat asri, maka tak salah jika ini menjadi salah satu destinasinya, apalagi Ia salah satu penyuka alam yang membuatnya memiliki hobi menjadi fotografer, bukan hanya itu iapun sangat sangat lihai dalam menggunakan kamera jenis apapun termasuk menggunakan sebuah handycam, maka tak salah jika dia ditunjuk menjadi cameramen. Bukan, bukan hanya Fida yang amat menikmati suasana ini, yang lainpun tampak berpencar merasakan keindahan ini, karena datang ke tempat seindah ini amat jarang bagi mereka hanya ketika ada event-event penjelajahan atau sebagainya, karena tempat seindah ini berada di dekat area santri putra.

Namun hal semenyenangkan ini tidak tak membuat hati seorang Hanna tenang sejak mereka berada di tempat itu, pasalnya Sosok mungil bermata coklat tak kunjung datang. Sedang matahari tak lama lagi akan tumbang mengakhiri hari.

"Si shofia kemana ya?"

"Nggak tau, dia lagi Haid Pan. Tapi aku liat di kamarnya nggak ada sih."

"kamu kan temen makannya La, masa nggak tau."

"Yeee, Aye kan puasa Fid, jadi nggak makan."

"Iya, Tadi waktu jam makan siang ana juga nggak lihat dia."

"Yaudahlah mending kita mulai aja gimana? dari pada nanti waktunya keburu abis."

"Iya bener tuh, mending sekarang kita take deh, Hanna yang gantiin, ntar kalo dia udeh dateng baru dah dia," Hanna yang disebut hanya mengangguk.

"Em tapi di gladi dulu atuh."

"Oh yaudah, sama kamu aja."

Hingga Shooting akan dimulai Shofia belum kunjung datang. Akhirnya shooting pada sore itupun dimulai tanpa kehadiran sutradara. Peran shofiapun diganti sementara oleh Hanna. Sang kameramen telah bersiap-siap dengan handycam digenggamannya, dan para pemain yang terdiri dari Lissy dan Nurul sedang berlatih dengan Firka yang mengarahkan mereka. berbeda dengan Lala dengan kebiasaannya, sibuk mendokumentasi momen mereka hari itu, sambil membawa 1 bundel naskah.

Shooting dimulai dengan tokoh sang kakak yang diperankan Nurul mengajak adiknya gadis tuna rungu yang diperankan Lissy ke sebuah tempat yang indah dipenuhi hijaunya rerumputan dan pepohonan. Nurul menggandeng Lissy. Mereka berlari-lari kecil diatas rumput hijau itu. sesekali mereka beradu pandang lalu tersenyum.

Alangkah indahnya rerumputan yang hijau ini mereka bergoyang-goyang seirama angin berhembus menari bersama kebahagianku dan juga kakak, deras air mengalir begitu indah dan burung-burung berkicau walau ku tak mendengar akan merdunya namun rasanya begitu menentramkan hati. Dalam kesunyian aku merasa tak sendiri, dalam kekosongan jiwa aku tak merasa sepi. Aku berharap selalu seperti ini.

Suara si wajah teduh terdengar dari kesunyian membacakan teks tepat disamping kameramen. Lissy dan Nurul yang menjadi objek layaknya wayang-wayang yang sedang dimainkan, mereka berjalan menelusuri reremputan. Menari bersama rumput yang bergoyang dan tersenyum bahagia melihat keindahan alam. Begitu terlihat kebahagian yang memancar diantara mereka. adegan pun terhenti saat Hanna bilang 'cut'. Segera Firka menghampiri kedua pemain yang tengah berada ditengah rerumputan. Ia Memberitahu mengenai adegan selanjutnya. Sedang yang lain menghampiri Fida untuk melihat reka ulang adegan tadi.

Mimpi di Balik Layar (Complete)Where stories live. Discover now