Penolakan

222 12 0
                                    

jika caraku mencintainya adalah suatu kebodohan maka biarlah aku dianggap bodoh  

- Ditto - 
***

Berbeda dengan tempat di seberang, yang terhalang dengan masjid. Beberapa laki-laki masih sibuk membenahi alat-alat yang berada di panggung maupun sekitarnya, padahal malam sudah semakin pekat. Beberapa dari mereka membenahi sambil asik mengobrol bahkan diantaranya ada yang tertidur di pelataran masjid. Kebahagian yang telah terlewati sepertinya masih membekas pada wajah-wajah mereka.

Si mata elang berada diantara orang-orang yang sedang membenahi panggung, sesekali ia melirik pada orang yang masih asik mengobrol di ujung lapangan tepatnya di bawah pohon mangga yang rindang. Rasa capeknya seperti masih menderanya setelah penampilannya dalam pentas tadi, bahkan ia telah sedikit mengantuk. Namun demi niatnya untuk berbicara empat mata dengan orang yang sedari tadi Ia perhatikan Ia tetap bertahan, hingga memiliki celah waktu untuk membicarakannya.

Dengan keberanian Farid menghampirinya. Ia ingin memulai suatu perdamaian.

"Dit," panggilnya. Yang dipanggilpun menoleh, wajahnya menampakkan keheranan. Ditto seperti ingin menghindar namun Farid menahannya.

"Dit, dengerin gue, gue mau ngomong serius sama lu."

"Tentang apa? Tentang yang kemaren?"

"Ya. Gue mau berdamai," seketika Ditto nafasnya seperti tertahan demi mendengar kalimat yang terlontar.

"Gue minta maaf atas kesalahan gue yang bikin lu benci. Gue nggak mau ada pertikaian diantara kita, apalagi saling serang. Gue harap nggak ada lagi perlakuan balas dendam, hingga melibatkan orang lain."

"Jadi loe nyerah?"

"Gue bukan nyerah tapi gue nggak mau ada permusuhan!"

"Gimana?" ucap Farid sedikit memohon, "Gue tau lu yang udah nyerang gue dengan memperalat Shofia untuk benci ama gue. Dan gue juga tau lu yang udah ngelaporin ke Bakem sampe gue dan Shofia dapet map merah. Lu udah sukses Dit. Tapi gue nggak mau permusuhan kita ini berlarut-larut apalagi sampe bikin masalah buat orang lain, menyakiti orang lain.  Sebentar lagi kita bakal lulus, gue nggak mau sampe lulus kita masih musuhan kayak gini."

"Lu yakin?" ketus Ditto dibalas anggukan farid. "Yaa, Gue terima perdamaian dari lu."

"Makasih, Dit," ucapnya dan ditto hanya mengangguk. "Dan gue harap Lu mau ngejelasin ke Shofia kesalahpahaman ini, bisa kan?" seketika Ditto menatap tajam Farid.

"Gue nggak bisa kalo yang itu!"

"Kenapa? Semua itu kan karena ulah Lu Dit, Lu harus bertanggung jawab."

"Ya tapi gue nggak mau. Terserah Lu terima apa nggak yang pasti gue bakal terima perdamaian lu tapi jangan harap gue mau minta maaf dan ngejelasin semua itu."

"Apa sih mau Lu sebenarnya?" geram Farid seketika hampir kepalan tangannya ingin menghajar Ditto jika tidak di tahan oleh Azka.

"Sabar, sabar Rid," seru Azka padanya.

"Ya, gue harap Loe bisa terima keputusan Gue," bisik Ditto padanya. Membuat Farid tak mengerti. Ia segera menghela nafas melihat kepergian Ditto.

Gue nggak mau image gue didepan dia akan rusak kalau pengakuan itu terjadi. Gumam Ditto dalam benaknya. Bukan hanya itu alasan Ditto, namun karena kekecewaanya pada Shofia. Kejadian itu masih sangat Ia ingat dan melekat.

"Shof," seketika shofia menoleh ke asal suara di tengah keriuhan para tamu di acara halal bi halal angkatannya di rumah salah satu temannya.

"Eh Ditto, kamu nggak makan?"

Mimpi di Balik Layar (Complete)Where stories live. Discover now