Bertahan atau Berakhir?

216 12 2
                                    

   Apa yang sudah kita mulai harus kita selesaikan sampai tuntas  

- Firka - 

Hingga malam tiba. Hanna masih belum menemukan jalan keluar. Bahkan Tania pun tak bisa merubah pikiran Lissy untuk mencabut pengunduran dirinya. Ia benar-benar tak menyangka orang seperti Lissy yang terlihat sangat pendiam dan brilliant dalam hal pelajaran memiliki pikiran sesempit itu untuk hengkang dari misi mereka yang telah berjalan. Ini seperti sebuah tamparan dahsyat.

Tindakannya menjadi perbincangan hangat dikalangan santri putri kelas akhir di Ponpes modern Shiraathal Mustaqiim ini, bahkan hingga salah satu teman mereka, Febri, pentolan anggota Teater Club tak terima dengan kelakuannya yang telah menyakiti segelintir crew cinematography, apalagi Febri yang merekomendasikan Lissy untuk ikut bermain dalam film ini, kedua peminatan ini memang selalu saling mendukung dan berkaloborasi. Tanpa Basa-basi Febri melabraknya langsung usai pengajian kitab kuning.

"Heh maksud kamu apa hah? Seenaknya bertindak seperti itu. emang kamu kira kamu siapa? Nggak bersyukur banget sih. kamu nggak bisa ya ngeharigain usaha orang?" bentaknya menarik leher baju perempuan yang tampak sendu itu.

"Kamu malah enak-enakkan tidur! Sedang mereka bersusah payah menyelesaikan masalah ini. kamu nggak pernah tau sebesar apa pengorbanan mereka demi ini? tapi apa yang kamu lakuin? Aku bener-bener nggak ridho kamu udah menyia-nyiakan semua ini! ternyata tindakan konyol kamu ini nggak mencerminkan kepintaranmu!" bentaknya lagi.

Yang lain terlihat berupaya menahan emosi yang terluap dari wajah Febri, yang hampir saja tangannya menghajar wajah perempuan lemah itu saking kesalnya, namun tertahankan oleh Hanna. Sedang Lissy hanya melontarkan sebait kata.

"Terserah kalian mau mengganggap aku apa," dan ia segera berlalu.

"Feb... udah, udah. Tahan emosi kamu, jangan gegabah!" Hanna mencoba menenangkan amuk kemarahan perempuan yang tampak garang malam itu.

"Dia harus dikasih pelajaran, Han!"

Teman-teman yang menyaksikan terlihat seperti patung melihat adegan itu. Tak banyak kata yang mereka lontarkan. Namun setelah mereka dan teman-teman yang bukan penghuni kamar itu beranjak, seisi kamar mulai berdesas desus.

Malam kembali kelabu. Kini anggota para pemain "cerminan Kasih-Mu" duduk termenung di tangga beranda kamar. Entah apa yang ada dipikiran mereka. diantara mereka terlihat si wajah teduh terduduk lemas. Ia terdengar bergumam mengucap tasbih. Disampingnya gadis sunda hanya merangkulnya terlihat kecemasan dari balik wajahnya. Ia benar-benar bingung, padahal pementasan tinggal empat hari lagi.

"Aku teh bener-bener nggak ridho jika usaha kita selama ini sia-sia hanya karena dia. Sungguh rasanya hati ini seperti disayat-sayat belati, Apakah dia tak memiliki perasaan?" cerocos Firka dalam suasana getir ini dia malah berpuitis.

"Gue bilang juga apa? kalian sih milih orang yang salah, jadi gini deh!" protes salah satu anggota pemain yakni Tresna.

Tiba-tiba Shofia datang bersama Lala, dalam genggamannya map merah. Tampaknya ia baru saja menghadap ustadzah Arina selaku wali kelas mereka, beliau meminta keterangan mengenai musibah yang baru saja menimpanya sekaligus untuk menjalankan hukumannya meminta tanda tangan kepada beberapa ustadz yang tercantum dalam daftar di surat pernyataan dalam map yang ia genggam. Shofia hanya diberikan waktu dua minggu untuk segera menuntaskan hukumannya meminta tanda tangan seluruh Asatidz, itu adalah salah satu bagian dari hukuman yang ia dapat.

Tak lama disusul kedatangan Fida dan Shaima dari arah yang sama. Ditangan Fida tegenggam sebuah Handycam. Ia baru saja menggambilnya dari tangan santri putra yang kemarin meminjam benda itu padanya. Terlihat dari wajahnya ada kekesalan dan kegeraman. Ia segera memberikan handycam itu pada Lala tepat dihadapannya. Lala menerimanya dengan tatapan aneh. Kok dikasih ke aku ya. Tanpa dipikir panjang ia membukannya dan memainkannya.

Mimpi di Balik Layar (Complete)Where stories live. Discover now