Di Langit Kelam

216 10 0
                                    

  Jangan karena kamu terpuruk begini. Keyakinanmu akan diberi jalan kemudahan akan runtuh 

- Fania - 

***

Setelah mandi, mengeringkan badan dan sholat, kini ia duduk di tepian ranjang tidur sebuah kamar bercat krem yang begitu bersih dan tertata rapih, terdapat beberapa foto yang terjepit pada tali dengan hiasan lamu-lampu kecil berkedap kedip tepat diatas dinding ranjang bak jemuran, disisi ranjang  terpacang meja minimalis berlaci sepaket dengan kursi kuning, diatas meja tergeletak 3 tumpuk buku, laptop, tempat pensi dan lampu belajar, 50 cm diatasnya terdapat lemari kabin bercat putih tertata rapih buku-buku, foto dan vas bunga kecil, di sampingnya ada lemari besar dengan kaca ukuran 50 x 30. Tampak pula sterofom dengan tempelan kertas-kertas tepat berada di dekat pintu menegaskan bahwa si empunya memang sosok yang tekun dan disiplin. Seseorang datang dari balik pintu membawa segelas teh hangat. Wanita anggun dengan gamis biru muda itu tersenyum dan duduk disampingnya. Shofiapun membalas senyuman manis itu.

"Ini minum tehnya, biar hangat," sahut wanita itu tersenyum kembali padanya menyodorkan segelas teh hangat.

"Makasih kak," ucapnya kemudian menyeruput teh.

Setelah lama ia menunggui hujan hingga reda di sebuah warung bersama pemuda yang menolongnya, akhinya pemuda itu mengajaknya ikut pulang ke rumahnya, karena ia merasa iba dengan keadaan Shofia yang menggigil kedinginan sedang gadis ini tak ingin kembali ke rumahnya. Shofia tak punya pilihan selain mengikuti ajakan pemuda itu, Shofia merasa yakin  pemuda itu orang baik-baik maka ia menerima tawaran laki-laki yang baru ia tahu bernama Faris. Sebenenarnya ia bisa saja meminta untuk mengantarnya ke rumah Rani, namun Ia urungkan niatnya mengingat Ibunya Rani adalah teman Ibunya, pasti Ibunya akan tahu bahwa ia telah kabur dari pesantren.

Di rumah itu ia disambut hangat oleh perempuan berparas cantik, adik dari Kak Faris namanya Fania. Ia begitu ramah dan lembut, matanya indah, hidungnya runcing, begitu juga bibirnya mungil seperti bibir Shofia bedanya bibir Shofia keunguan karena tadi sempat kedinginan. tampak ia merasa nyaman berada ditengah-tengah mereka. Awalnya Shofia mengira mereka adalah sepasang suami istri, namun ternyata mereka adalah kakak beradik yang hanya tinggal berdua. Kedua orang tuanya telah lama meninggal sejak lima tahun yang lalu. Sedang sanak saudara kebanyakan tinggal di daerah Bandung. Hanya mereka yang merantau ke Jakarta. Dimana Fania yang sedang kuliah di daerah Jakarta jurusan Psikologi. Begitu pula Faris yang mengajar di sekolah MA ternama di Jakarta.

Shofia banyak mendengar cerita-cerita tentang kehidupan dua orang yang baru ia kenal ini dari bibir Fania. Keduanya benar-benar sangat ramah, Shofia merasa sudah lama kenal dengan mereka. setelah lama berdiam diri di kamar. Shofiapun diajak untuk makan malam. Dengan masih tertatih Shofia berjalan menuju meja makan dipapah oleh Fania.

Di sebuah meja makan telah tertata dengan manis, sebakul nasi yang masih mengebul, beberapa lauk pauk yang telah terhidang seperti Ikan Lele Goreng, udah goreng, tumis kangkung dan sayur sop, tersedia pula beberapa gelas, piring, sendok dan sebagainya. Seketika matanya berbinar memandang hidangan itu, mungkin jika tergambar dalam manga mulutnya sudah berliur dan matanya membesar, ditambah perutnya yang seperti tak sabar ingin diisi, saking laparnya.

"Ayo Shofia kita makan," ajak Faris yang telah duduk di salah satu kursi. Shofia pun segera beringsur menarik kursi yang ada di hadapannya.

"Jangan sungkan-sungkan ya, makan yang banyak! Pasti kamu lapar setelah perjalanan panjang." celoteh Fania melihat tingkah Shofia dengan kilat tanpa diaba-abai segera mengambil nasi dan lauk pauk berupa satu ekor ikan lele dan tumis kangkung beserta udang goreng. Sifat kekanak-kanakan kini telah kambuh. Membuat ia sedikit tersipu.

Mimpi di Balik Layar (Complete)Where stories live. Discover now