Cerita Lissy

244 12 0
                                    

kadang kita melakukan suatu hal yang membuat kita berpikir pendek karena tak tau lagi harus berbuat apa demi menyelsaikan masalah itu. Tapi dari situ kita dapat banyak belajar, untuk tidak mengulanginya lagi.
- Shofia-

****

Di malam sebelum wisuda. Para santri akhir putri maupun putra mengadakan acara halal bi halal dengan adik kelas dan para asatidz diiringi sholawat. Ada beberapa isak tangis disana, entah tangis kesedihankah atau tangis haru maupun kebahagian. Tampak seorang Shofia pun turut mengaliri embun dari balik matanya yang mungil itu. Isak tangsinya semakin meruah ketika berhadapan dengan Ustadzah Hilda. Segera ia ciumi punggung tangannya dalam-dalam. Seperti ada penyesalan dari balik matanya yang telah bengkak itu.

"Ustadzah, maafkan Shofia ustadzah," ucapnya berkali-kali.

Sang ustadzahpun segera memeluknya. Ada guratan tangis pula dari balik kaca mata minusnya. Ia setengah berbisik pada telinga Shofia.

"Maafkan sikap ustadzah juga ya nak." Kalimat yang terlontar itu seperti irama yang merdu bagi Shofia, tak pernah sekalipun ia mendengar kalimat lembut seperti itu dari bibir wanita dewasa ini. Ada raut bahagia yang terpancar dari wajah sembab Shofia.

"Makasih Ustadzah, makasih," ucap Shofia kembali mencium lembut punggung tangan sang Ustadzah.

"Semoga kamu sukses ya setelah keluar dari pondok ini," kata Ustadzah Hilda membuat Shofia mengembangkan senyumannya.

Kini ia tahu dibalik ketegasan dan kegarangan wanita di hadapannya ada rasa sayang padanya. Bukan hanya padanya namun kepada semua anak didiknya. Dari sikap sang ustadzah ia tahu bahwa ia sedang diajarkan untuk lebih dewasa. Apalagi kini umurnya telah bertambah.

Shofiapun meminta maaf kepada Ustadzah lain seperti Ustadzah Najla, Ustadzah Fatimah, Ustadzah Alisya dan sebagainya. Begitu pula memohon maaf kepada sahabat-sahabatnya. termasuk Hanna. Malah ia segera menghambur kepelukan sobatnya ini. Ada tangis haru disana. Pelukan merekapun langsung disambar Lala, Firka dan Fida. Harapannya ini bukan akhir dari pertemuan dan perjuangan mereka untuk mengukir mimpi. Ada ribuan perjuangan yang akan dihadapi.

Shofia pun mendapatkan permintaan maaf dari sesorang yang sempat membuatnya stress. Lissy. Dengan pikir panjang ia pun memeluk Lissy erat disaat semua santri putri berhamburan ke luar masjid.

"Maafkan aku juga ya Lis atas sikap burukku,"

"Aku yang seharusnya minta maaf Shof." Seketika air matanya berlinang.

"Aku tau aku memang benar-benar tak tau diri, telah membuat kalian semua marah."

"Sudahlah, itu sudah lewat. Kan acaranya udah sukses. Tapi kalau aku boleh tau ada masalah apa? Aku yakin kamu bersikap seperti itu karena ada sesuatu ya kan?" serentetan tanya Shofia membuat seorang Lissy menghela nafas. Kemudian ia mengangguk lemas.

Sore itu setelah shooting di padang rumput, Lissy, gadis berwajah sendu, tampak terburu-buru menuju wartel pondok, ada telfon untuknya. Dan tak disangka itu telfon dari adiknya yang masih berumur 6 tahun, ia menangis, dan meminta kakak satu-satunya itu untuk pulang.

"Kakak, dede takut sama mamah papah, kakak pulang, dede takut mamah papah marah-marah terus."

"Memang kenapa papah dan mamah de?"

"dede gak tau kak."

"Yaudah dede tenang yaa, nanti kakak pulang, tapi dede jangan sedih lagi yaa."

Setelah percakapan itu, hatinya tak pernah tenang, ia yakin ada masalah di rumahnya. Tapi tiap kali ia telfon kedua orang tuanya tak pernah sekalipun diangkat dengan alasan sibuk kerjaan. Smspun hanya dibalas sekedarnya. Bahwa tak ada masalah apa-apa. Membuat seorang Lissy Azalina bingung. Sudah tiga kali adiknya menelfon karena ketakutan.

Mimpi di Balik Layar (Complete)Where stories live. Discover now