Chapter 5

1.7K 236 48
                                    

Masih terlalu pagi sebenarnya untuk memulai kegiatan hari ini. Namun laki-laki itu sudah menjadikan hal ini sebagai suatu kebiasaan semenjak, ah bahkan ia lupa dimulai sejak kapan kebiasaannya.

Ia menyingkap selimut tipisnya yang sudah memiliki beberapa lubang. Dengan langkah terseok ia membuka almari makan yang bahkan sudah tak bisa disebut almari lagi. Ia menemukannya disebuah tumpukan sampah. Setidaknya ia bersyukur memiliki tempat untuk menyimpan bahan makanannya.

Dilihatnya isi almari makan itu dengan nanar. Tidak, bahan makannya tidak habis, hanya saja sisa sedikit itu telah membusuk. Padahal ia berniat menghematnya, namun karena terlalu lama dihemat bahan makanan yang berupa sayuran itu telah membusuk. Entah mengapa hatinya terasa nyeri, mau sampai kapan ia harus hidup seperti ini?

Dengan lengan gemetar ia memberanikan diri mengambil tongkat sihirnya yang selama ini tak pernah ia sentuk. Lelaki itu bukan squib, tapi memegang tongkat sihirnya kembali sama saja mengembalikan kenangan yang sudah lama ini ia usahakan untuk hilang.

Dipandanginya tongkat sihir kebanggaannya dahulu. Sambil memegang tongkatnya erat, lelaki itu dengan susah payah menuju cermin yang sudah pecah separuh.

Sudah lama sekali ia tidak bercermin karena merasa jijik dengan wajahnya sendiri. Pipinya sangat tirus bahkan sangat jelas terlihat bahwa ia kekurangan gizi. Matanya juga terlihat cekung, bahkan warna matanya yang indah terlihat tidak hidup. Ah, menjijikkan sekali wajahnya.

Diusapnya perlahan rambut berminyaknya karena sudah berbulan-bulan tidak keramas. Gatal memang, tapi mau bagaimana lagi? Hidupnya saja sudah tidak berarti untuk apa merawat diri?

Pantas saja wanita dan bocah kecil itu menatapnya terus-menerus, rambut pirangnya mulai terlihat semua. Huh, sudah saatnya ia menyemir rambut kotornya lagi bukan?



***


Kegiatan belajar-mengajar di Hogwarts sudah mulai seperti biasa. Para murid terlihat datang berhamburan di aula untuk sarapan.

Scorpius segera mengambil beberapa bukunya dan bergegas menuju aula. Sesampainya di aula ia melihat Lyra dan Rhea masih saja saling diam. Sebagai adik yang baik ia akan berusaha menengahi keduanya.

"Hello my Sis!" ujar Scorpius riang sembari duduk diantaranya keduanya.

Lyra yang ditepuk pundak kanannya segera menoleh dan memberi senyum pada sang adik, "Pagi, Scorp."

Sedangkan Rhea masih saja diam sambil memakan kentang tumbuknya. Karena tak mendapat respon Rhea, Scorpius bertanya, "Kenapa?"

Rhea menyesap jus labunya. Sejenak ia menoleh pada sang adik namun segera beranjak sambil membawa bukunya. Lyra dan Scorpius menatap punggung Rhea yang makin menjauh dengan heran.

"Jadi kali ini Rhea benar-benar marah?" tanya Scorpius.

Lyra hanya mengendikkan bahunya. Ia kembali makan namun kali ini ia menopang kepalanya menggunakan tangan kiri.

"Lyra, jujurlah. Sebenarnya ada apa dengan kalian?"

Lyra menatap sang adik lalu mendengus setelahnya, "Kau masih kecil. Tidak perlu tahu masalah orang dewasa."

"Aku harus tahu. Kau tidak mungkin kan terus-terusan seperti ini dengan saudara kembarmu sendiri?"

Lyra menatap marah Scorpius. Entah mengapa secara tidak langsung ia merasa Scorpius menyuruhnya untuk meminta maaf pada Rhea, "Lalu apa? Kau mau menyuruhku meminta maaf padanya? Dia yang bersalah Scorp, dan sampai mati pun aku tak akan mau meminta maaf padanya!"

"Memangnya apa salah Rhea sampai kau semarah ini?"

"Tidak banyak. Hanya merebut kebahagiaanku." setelah itu Lyra langsung berlari meninggalkan Scorpius yang kebingungan.

Be My Boyfriend (Sequel A New Wife)Where stories live. Discover now