Chapter 13

1.3K 198 36
                                    

Rambut pirangnya kembali ia semir. Tak apalah hari ini tak bisa menyuapkan makanan pada mulutnya demi membeli pewarna ini. Toh, lidahnya telah mati rasa sejak mulai mengonsumsi makanan busuk dan melewati tanggal semestinya.

Kadang ia bergurau pada dirinya sendiri bahwa mungkin saja lambungnya tak lagi mau menerima makanan mahal nan sehat karena telah berkarat di dalam sana. Kadang memikirkan hal semacam itu mampu membuatnya tertawa namun mengasihani diri sendiri di waktu bersamaan.

John mewarnai rambutnya secara perlahan agar warna asli rambutnya dapat tertutup secara sempurna. Ini adalah tindakan pencegahan agar wanita berambut coklat itu tak mengenalinya.

Setelah selesai ia menatap lekat pantulan dirinya di cermin. Ia tak menyangka bahwa waktu telah mampu membuatnya berubah sedemikian rupa.

Begitu buruk dirinya. Bahkan jika cermin bisa hidup layaknya manusia mungkin ia akan mengusirnya menjauh dari jangkauan penglihatannya. Hei, siapa sih yang sudi melihat tubuh serta wajah tak terawatnya itu?

Mungkin hanya orang buta yang sanggup.

Namun, wanita bernama Hermione itu jelas bukan wanita yang hanya melihat dari tampilan fisik. Nyatanya tangan bersihnya tak canggung mengenggam lengan John. Manik madunya juga tak gentar menatap wajahnya.

Hermione seolah mencari kebenaran dalam matanya. Memaksa John untuk mengaku bahwa ia suaminya yang bernama Draco Malfoy. Semenjak itu samar-samar wajah Hermione mulai bermunculan dalam mimpinya.

Yang awalnya hatinya ragu kini tak lagi. Kemunculan Hermione dalam hidupnya bukanlah suatu kebetulan. Kebetulan yang menyatakan bahwa wajahnya mirip sosok bernama Draco Malfoy.

Sudah saatnya ia keluar dari semua keraguan ini dan hidup kembali bersama semua orang yang ia cintai.

Namun sebelumnya ia harus melawan semua orang yang menjerumuskannya pada lingkaran setan ini, agar semua orang yang ia cintai tak merasa terancam karena dirinya.

BRAKK!!

Suara pintu hancur membuat fokus John pada cermin beralih. Ia mengendap perlahan diantara tumpukan barang lusuh untuk melihat keadaan pintu rumahnya. Tak patut disebut rumah sebenarnya karena tempat ini begitu kecil hingga siapapun bisa dengan mudah menemukannya karena tak ada tempat untuk bersembunyi.

Ia mengintip dan menemukan bahwa pintu rumahnya hancur berkeping-keping. Jelas ini bukan perbuatan muggle, pintu itu hancur karena sihir.

Diambilnya tongkat sihir yang selama ini ia simpan. John gemetar menyentuhnya namun ia tetap menggenggamnya dengan erat. Ia tak ingin mengucapkan mantra, namun jika mendesak maka ia tak segan membunuh siapa saja yang berniat menyakitinya.

"Mencoba bersembunyi?"

Sial, John hanya punya lilin yang menerangi cermin kala ia menyemir rambut. Gelapnya malam tak mampu membantunya menemukan sosok iblis dibalik semua ini.

"Kau telah lama tak mengasah kemampuan sihirmu jadi jangan coba-coba menantangku berduel."

Suara sepatu iblis itu terdengar makin dekat namun fokusnya tetap tak mampu menemukan sosoknya.

"Kumatikan lilinmu, ya."

Lilinnya mati. Iblis itu kini jelas berada didekatnya. Dengan langkah terseok karena kaki pincangnya, John mulai menjauh berusaha menuju pintu tanpa harus mengeluarkan suara. Iblis itu pasti menginginkannya.

Menginginkan nyawanya yang seharusnya telah mati.

John sadar bahwa ia telah menganggu rencana si iblis. Maka jika malam ini ia tak berhasil kabur iblis itu akan menemui kemenangannya.

Be My Boyfriend (Sequel A New Wife)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin