Chapter 9

1.3K 193 5
                                    

Di meja makan saat semuanya sibuk dengan hidangan yang tersaji, wanita tiga orang anak itu justru melamun. Hal itu membuat sang Ibu merasa risih hingga akhirnya meletakkan sendok supnya.

"Ada apa?"

Sedikit tersentak, Hermione memasang senyum termanisnya. "Tidak ada."

"Aku ini Ibumu, aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu."

Hermione cemberut. Entah mengapa bila di depan sang Ibu jiwa kanak-kanaknya tak pernah bisa ia tahan.

"Kalau aku berkata bahwa suamiku masih hidup, apa Mom akan percaya?"

Helena sedikit berjengit mendengar penuturan anak semata wayangnya itu. Lalu dengan ramah berkata. "Draco sudah pergi, Mione."

Hermione mendengus kasar lalu mengusap rambut kecoklatannya kebelakang. "Aku tahu Mom. Aku ini tidak gila. Aku hanya bertanya, salahkah?"

Helena menunjukkan raut wajah prihatin. Bagaimana pun juga jiwa keibuannya tak ingin melihat kehidupan anak semata wayangnya yang rumit seperti ini. Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah. Sebagai Ibu tentu saja ia ingin melihat anaknya bahagia, bukannya malah terus berimajinasi hal yang tidak mungkin seperti ini.

Dengan perlahan Helena mendekati Hermione lalu memeluk anaknya penuh kasih. Diusapnya rambut bergelombang itu seraya berbisik halus,

"Mom tahu ini sulit. Mungkin Mom bisa percaya pada ucapanmu, tapi bagaimana dengan orang lain? Mereka justru akan berpikir sebaliknya. Kau tahu bahwa mereka yang telah tiada tak mungkin bisa kembali, bahkan dengan kekuatan sihir sekalipun."

Hermione menangis di pelukan Helena. Rasa buncah dalam hatinya tak bisa ia tahan. Ia merindukan Draco, begitu rindu hingga rasanya tercekik sendiri dengan tekanan batinnya.

"Aku merasa bahwa aku melihatnya, Mom."

"Bisa jadi itu hanya mirip."

Hermione menggeleng kuat. "Bukan mirip, tapi memang sama."

***

"Lyra!"

"Rhea!"

Ucap kedua remaja yang memiliki wajah serupa secara bersamaan. Bagaimana tidak? Ini adalah jam tidur dan mereka sama-sama tidak tahu bahwa mereka telah melanggar peraturan. Cepat-cepat Rhea menyembunyikan mahkota bunga pemberian Apollo di belakang punggungnya.

"Mengapa kau disini?!" tanya Lyra yang masih tak bisa menyembunyikan kekagetannya.

Seraya melihat ke sisi lain koridor, Rhea menjawab. "Seharusnya aku yang bertanya padamu. Mengapa seseorang yang hampir tak pernah melanggar peraturan bisa ada disini."

Lyra memutar kedua bola matanya. "Kau pun sama, Rhe. Hampir tak pernah melanggar peraturan."

Rhea yang sudah tampak kesal dari awal semakin menunjukkan raut ketidaksukaannya. "Ini hidupku. Terserah padaku tentang hal apa yang kulakukan."

"Aku juga sama."

Pada akhirnya Lyra berjalan melewati Rhea dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Lyra ingin meminta maaf sebenarnya, namun ekspresi Rhea barusan telah menghancurkan ekspektasinya.

Rhea terlihat sangat kesal padanya dan hal itulah yang membuat hati Lyra mengembalikan kekesalannya lagi. Keinginan minta maaf pun akhirnya hilang saat itu.

Saat Lyra telah berjalan melewatinya, Rhea secara perlahan memindahkan mahkota bunga itu kedepan. Sembari meremas salah satu kelopak bunga mawar mahkota itu, ia menghembuskan nafas lega. Setidaknya kembarannya tak akan sakit hati melihat ini.

Be My Boyfriend (Sequel A New Wife)Where stories live. Discover now