16. Menghormatimu

18.4K 1.2K 56
                                    

Masih Nabila POV yach 😍

Deg..

Kenapa harus ketemu lagi sih. Enggak tadi siang, enggak habis ngaji ba'da ashar, ketemu melulu.

Di ruang tengah ndalem aku melihat gus Zainal. Gus yang masih muda itu duduk di karpet tebal ruang tengah ndalem. Di genggaman tangannya ada al-qur'an kecil. Dari mulut putra umi Hannah tersebut, terdengar lantunan kalamullah. Lantunan al-qur'annya indah bangetz. Bacaannya entah pakai riwayat imam siapa, karena kata mukminun dibaca dengan mūminun dan mad badalnya dibaca lebih panjang dari biasanya. Matanya tertutup, duduknya bersimpuh dengan kedua kakinya disisi kanan. Punggungnya menyender ke lemari besar berisi kitab-kitab kuning.

Kalau sedang seperti ini, jujur.. mas Dito kalah dari gus Zainal. Lewat deh pujaan hatiku si mas Akper. Kini aku mengerti kenapa banyak santri putri tahfidz yang rela istiqomah lewat dapur dan samping ndalem kalau mau keluar PPDS. Lah di ndalem kadang tampak makhluk laki-laki yang memang WOW gini.

Salwa menggandeng tanganku, mengetuk pintu ruang tengah yang terbuka itu. Gus Zainal membuka matanya lalu menoleh ke kami. Sekilas, mataku beradu dengan mata gus Zainal. Sorot matanya teduh. Aku segera menundukkan pandangan. Tak sopan jika terus memandang artisnya PPDS itu.

"Ada apa mbak?" Tanya gus Zainal pada kami.

"Maaf, Ustadz,, umi' ada?"

"Iya ada.." ucap gus Zainal singkat. Kemudian berdiri hingga tampak kepalanya hampir setinggi lemari buku di belakangnya.

Baru mau dipanggilkan, umi ternyata sudah keluar dari pintu kamar. Menghampiri kami.

"Silakan duduk mbak" ucap gus Zainal.

"Terimakasih ustadz, hanya ingin bertanya sama umi sebentar kok" ucap Salwa sambil mencium tangan umi.

"Ayo, lenggah.." ajak umi.

Kami akhirnya duduk di karpet. Itupun diujung karpet karena umi yang menyuruh. Gus Zainal masih tetap berdiri saat aku bertanya pada umi.

"Umi,, maaf... anu,,Buku saya kebetulan tertinggal di aula." ucapku hati-hati.

"Lalu?"

"Saya mau tanya, apa umi pernah melihat buku saya di aula belakang?" Aku bertanya.

"Tidak, bukumu hilang?" Jawab beliau.

"Enggih umi,,"

"Buku penting?"

"Mboten, umi.. namung buku catetan kemawon."

"Mmm..."

"Ya sudah Umi, tidak apa-apa. Saya pamit.. maaf, kami sungguh minta maaf sudah mengganggu umi" Jawabku

"Siapa yang mengganggu? Umi tadi juga pas keluar kamar kan?. Kalau ada waktu, turun ke sini. Nonton film bareng Umi, ajak teman-teman." Perintah umi halus. Jari telunjuknya menunjuk ke layar LG cukup besar yang tertempel di tembok.

"Nggih, umi.. insyaAllah..." ucap aku dan Salwa hampir berbarengan.

"Sekedap mbak Salwa.. mbak Nabila. Nanti malam tes mapel akhlak, tes lisan ya. Tolong bilang ke teman-teman."

Salwa menjawab -iya- dengan sopan. Aku agak terkejut. Melupakan bagaimana cara menjawab permintaan mudah gus Zainal. Beruntung Salwa segera ucap salam undur diri, lalu mengajakku keluar ndalem.

Hiks...

Aaaaaaaa aku pingin pulang.. 😢😭
Bapak,, ibu,, mbak,, Aku sudah bikin perkara di pondok.. Bagaimna nanti kalau bukuku dibaca orang ndalem? Apalagi kalau sampul kertas kado warna biru di bukunya di lepas..

Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔Where stories live. Discover now