35. Alasan Abah

16K 1.1K 95
                                    

Part ini terjadi sebelum wabah covid melanda. Maafkan saya, part ini tertunda selama satu tahun 🙏🙏🙏

🌹🌹🌹


Gus Zainal POV

"Tolong kabari bapak kamu.. coba telepon beliau. Insyaallah Ahad nanti, umi dan abah mau ke rumahmu." Dawuh abah pada Nabila membuatku mengecilkan volume tadarusku.

"Maaf Abah?" Kudengar Nabila bertanya balik pada abah.

"Kami mau silaturrahmi dan bertanya sama bapak kamu, kalau kami minta putri semata wayangnya buat Zainal boleh apa enggak.." Jawaban abah otomatis membuatku mengakhiri tadarusku dengan kalimat tashdiq .

"Saestu Bah?" Tanyaku hampir bersamaan dengan pertanyaan umi.

"Iyo. Abah wis matur kalih bib Bakar, kamu nanti matur sing sopan, sing sareh sama bib Ahmad. Umi juga segera ke rumah beliau.."

(Sareh=baik, jelas)

Kulihat umi seketika memeluk Nabila kemudian berbisik pada gadis yang pipinya bertempel kain kassa dan plaster itu. Air mata membasahi pipi sebelahnya yang agak memar membiru.

Alhamdulillah, abah merestui kami. Nabila calon istriku insyaAllah.

"Nggih Bah... ngesthuaken dawuh.." ucapku sembari menghampiri abah untuk sungkem dan salim sambil berucap; "maturnuwun abah.. maturnuwun..."

Abah,, sekalinya memberi restu pada kami tak terduga. Kemarin-kemarin menolak dengan keras, sekarang memerima dengan tanpa tedeng aling-aling. Langsung bilang pada Nabila untuk matur pada bapaknya. Langsung berniat melamar.

Umi, kenapa tak umi biarkan aku untuk disini dulu, untuk sekedar melihat lebih lama Nabila-ku. Kenapa tak umi biarkan aku bertanya pada abah mengapa tiba-tiba abah merestui dan meridhoi hubungan kami. Aku malah langsung digiring buat pergi ke masjid. Menjauh dari Nabila.

Kakiku terasa berat meninggalkan ndhalem. Namun, sesak di dada berasa lega seketika. Beban di pundak berasa hilang tak berbekas. Hmmm,, aku harus sujud syukur nanti di masjid, dalam keadaan terbaikku.

Sepertinya hari ini aku harus numpang di kamar pembina atau kantor pengurus asrama putra. Siangan nanti, aku harus menemui bib Ahmad.

Setengah jengah, kuambil hp di saku, menekan nomor kontak dan mengucap salam pada bib Ahmad.

"Bib,, dimana?" Tanyaku kemudian. Untuk mastiin beliau bisa kutemui.

"Di Brebes, ada acara dakwah nanti malam.. wuah mabruk mabruk.. tadi malam saya sudah dikasih tahu umi. Jaga gadis itu baik-baik.."

Ternyata habib muda kenamaan itu sedang tak ada di Pekalongan. Belum bisa menemui beliau langsung rupanya.

"Aduuh, padahal ingin ketemu langsung untuk minta maaf, sekaligus minta tambahan doa dan restu, Bib" ucapku serba salah.

Belalang kecil yang tetiba hinggap di bajuku tak mampu buatku tersenyum, karena perasaan yang tak enak datang begitu saja.

"Santai saja Gus. Dari beberapa pekan yang lalu sudah kelihatan kok Nabila lebih condong ke Njenengan.. Saya sudah menduga dia tidak akan pilih saya. Tapi gak apa-apa. Bagi saya, Selagi Nabila mendapatkan laki-laki sholeh, rajin dan loyal macam Njenengan, saya ridho, saya merestui.." jawaban bib Ahmad diselingi tawa kecil, sedikit mencairkan suasana.

Aku memilih duduk sebentar di emperan masjid yang agak sepi agar suara kami tak terganggu berisiknya lalu lalang santri.

"Subhanallah,, hati Njenengan lapang begitu Bib..."

Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora