Bagian 14

18.5K 1.3K 20
                                    

"Lo mau sampai kapan diemin gue kek gini?" Hesa beranjak dari tempat duduknya menghampiri Salma. "Gue ngerahasiain ini juga ada alesannya kan? Masak lo masih marah aja sih!"

"Ya lo pikir aja sendiri! Lo ngefan sama orang, terus lo curhat ke orang yang deket sama yang lo fan. Nggak tahunya orang yang lo curhatin itu ceweknya orang yang lo fan, atau malah istrinya. Gimana perasaan lo?!"

"Ya sori!"

"Lagian lo, kenapa sih musti pake acara rahasia-rahasiaan segala sama gue. Selama ini lo anggep gue ini apa? Itu sih yang lebih bikin gue kecewa."

"Iya, iya, sori! Gue nyesel! Tapi lo nya aja yang berlebihan tiap liat suami gue. Makanya kena banget keselnya. Lo musti jadiin pelajaran nih, nggak perlu lah lo lirik-lirik om om gitu."

"Orang ganteng milenial kayak dia siapa sih yang nggak suka, meskipun udah om om?!" Salma melempar tatapan kesal padanya. "Om om juga lo mau kan? Munafik huh!"

"Sebenernya niat gue ke rumah lo tuh, karena gue pengen curhat."

"Apa?! Gue nggak salah denger nih? Bukannya selama ini lo anggep gue bayangan."

Hesa memijit keningnya. Tujuannya datang kemari sebenarnya ingin menenangkan diri. Bukan untuk berdebat.

"Lo mau curhat apa? Gue emang kecewa sama lo, tapi liat wajah lo kek badut gitu bikin mata gue sepet tahu!"

"Masalah si kembar." Gumam Hesa lirih.

"Kenapa dengan mereka?" Salma melipat kedua lengan di depan dada.

"Marah dan nggak terima."

"Ck! Yaiyalah, secara ... gue aja syok! Apalagi dua bocah itu! Gue bisa rasain di posisi mereka."

"Jihan maki-maki gue." Hesa menatap sahabatnya itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ngata-ngatain gue wanita yang udah kegenitan sama papanya."

"What the hell. Serius lo?" Salma berubah serius. Menghampiri Hesa dan duduk di sebelahnya. "It's okay mereka boleh kecewa. Bahkan sangat kecewa. Tapi nggak harus juga ngatain lo gitu kan? Itu keterlaluan!"

Luruh sudah air mata Hesa. "Gue bukan kegenitan, Mon. Gue juga nggak pernah kepikiran buat ngerebut Papa mereka dari Tante Prisa. Gue juga berat ngejalanin ini."

Salma menarik Hesa ke dalam pelukan, membiarkannya menangis dan meluapkan keluh kesahnya.

"Tingkah laku anaknya kayak gitu om Hakim tahu nggak? Tanggapannya gimana?"

"Om Hakim belain gue. Dia sudah kasih pengertian sama anak-anaknya. Dan dia juga marah pas Jihan ngata-ngatain gue kek gitu."

"Yaudah sih, yang penting kan lakik lo. Lo nggak perlu khawatir selama om Hakim ada di pihak lo."

Hesa mengurai pelukannya, menghapus air matanya dengan tisu. "Tapi gue sakit hati, Mon! Gue bukannya kegenitan. Bahkan gue udah ... gue udah ...."

"Lo udah apa?" sambar Salma.

Hesa menunduk sembari menggelengkan kepala. Tak mungkin ia nekat menceritanya urusan tempat tidurnya pada Salma.

"Hei, Sa! Lo udah apa? Kok malah ngelamun!"

Pertanyaan Salma kembali menyentak lamunan Hesa. Tanpa terasa air matanya sudah membanjiri pipi.

"Lah, lo nangis lagi?" Salma mengulurkan jemarinya menghapus air mata Hesa. "Astaga Hesa! Sebenarnya apa yang terjadi sama lo. Gue nggak akan maksa lo cerita kalo lo nggak nyaman. Tapi gue sebagai sahabat lo akan tetap ada di samping lo kapan pun lo butuhin."

Hesa beringsut kepelukan Salma. Air matanya seakan tak mau berhenti mengalir.

"Kita jalan aja gimana? Nonton bioskop? Atau ngemal ngabisin duit?" tawar Salma.

MAHESWATI (TAMAT)Where stories live. Discover now