Bagian 20

16.7K 1.3K 68
                                    

Beberapa tahun yang lalu, Baskoro, ayah Hesa mengabarkan tidak bisa pulang ke Indonesia dalam waktu dekat lantaran suatu hal yang mendesak. Hesa tak menerima alasan yang masuk akal. Padahal jauh sebelumnya, Hesa sudah mewanti-wanti orang tua tunggalnya itu untuk mengosongkan jadwal demi memenuhi kunjungan pengambilan rapor kelulusan sekolah menengah pertam. Lagi-lagi Hesa harus menelan kekecewaan, dan terpaksa meminta paman dan tantenya menjadi badal.

Hesa mengayun langkahnya menuju kamar paman dan tantenya yang berada di pojok lantai dua. Setelah beberapa kali ketukan tak ada sahutan, akhirnya Hesa memilih membuka pintu itu perlahan. Kosong. Paman dan tantenya tidak ada di kamar.

Saat Hesa akan berbalik, samar-samar ia mendengar suara aneh yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Hesa semakin penasaran kala suara asing itu semakin nyaring. Suara itu bersumber dari ruang kerja pamannya.

Mengendap-endap Hesa mendekati ruang kerja itu, dan benar ia melihat dua orang yang dicarinya berada di sana tengah memadu kasih. Pamannya duduk di kursi, sedangkan tantenya di atas meja kerja, mereka saling berhadap-hadapan dan ....

Hesa langsung menutup matanya. Ia tersentak gugup. Sampai tak sengaja tangannya menekan pintu ruangan itu yang tadinya tertutup menjadi terbuka lebar.

Kedua insan yang berada di dalam kaget menyadari kehadiran sang keponakan. Mata Hesa kembali terbuka dan ia menjadi kikuk.

"Om, Tante! Maaf, aku ganggu!" gugup Hesa tak main-main sembari menundukkan kepala.

Tantenya terlihat membenarkan atasan blouse yang sedikit kusut sambil melangkah ke arah pintu. "Ada apa, Sayang?"

"Oh, ini, Tante ... aku mau minta tolong buat ambil rapor besok, Tante. Papa ternyata nggak jadi pulang." Terangnya masih menormalkan detak jantung karena saking gugupnya.

"Besok ya?" Wanita cantik yang bernama Tante Prisa itu menoleh ke belakang, memandang suaminya yang masih duduk bersandar di kursi meja kerja dengan ekspresi wajah gusar. "Kebetulan aku besok ada janji sama klienku, Hunny. Kalau kamu gimana?"

"Ya! Besok aku aja yang ambil!" Pamannya beranjak dari tempat duduk dan ikut serta menghampiri Hesa. "Jam berapa, Hes?"

"Wali muridnya jam 10, Om."

Lelaki itu mengangguk. "Oke."

"Yaudah kalau gitu, makasih, Om, Tante."

Tantenya tersenyum sambil membelai lembut rambut Hesa. "Sama-sama, Sayang."

Hesa buru-buru mambalikkan badan hendak meninggalkan ruang kerja pamannya.

"Hes!"

"Ya, Om?" Tapi ia harus berhenti karena pamannya memanggil.

"Udah kan? Nggak ke sini lagi?"

Hesa menggeleng cepat. Ia paham maksud pamannya.

"Kalau gitu biarkan Om dan Tantemu istirahat, oke?"

"Siap Om!"

EW, Bilang saja mau lanjutin pacaran! Hesa terus menggerutu dalam hati. Lagian, siapa suruh nggak ngunci pintu. Mana pacaran di atas kursi lagi, apakah nyaman?

Kini Hesa sudah keluar dari kamar mereka.

"Ponakan kesayangmu itu selalu ganggu kita!" Protes pamannya terdengar kesal.

Tantenya malah terkikik geli. "Kita yang salah karena nggak kunci pintu."

"Buruan kunci pintunya sekarang, Nye!"

"Iiih nggak sabaran amat sih!"

"Ayolah! Cepetan."

KLEK! Pintu itu terkunci. Hesa terperanjat. Ternyata sedari tadi kakinya belum melangkah pergi dari depan kamar paman dan tantenya.

Gila! Bodoh! Apa yang sudah ia lakukan di sini? Bisa-bisa nanti kupingnya menangkap suara yang tidak-tidak seperti tadi.

"Aku cinta kamu!" Suara berat itu suara pamannya.

"Kamu udah sering bilang." Balas Tantenya.

"Sangat mencintaimu."

"Udah, udah kapan mulainya! Aku lebih mencintaimu."

Entahlah apa yang mereka berdua lakukan, pamannya seperti tidak sabaran.

Astaga, Hesa! Lupakan lupakan! Lupain apa yang udah lo lihat! Buruan pergi dari sini!

Hesa menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan rentetan peristiwa masa lalu yang masuk tiba-tiba. Air matanya menetes tak terelakan.

Hesa merebahkan tubuhnya di sofa ruang belajarnya. Kapalanya terasa sangat pusing, menghantam kuat membuatnya memejamkan mata. Ia ingin tidur dan berharap saat bangun nanti semua kenyataan yang tengah ia hadapi hanyalah sebuah mimpi.

MAHESWATI (TAMAT)Where stories live. Discover now