-Hobi-

2K 97 4
                                    

Dalam hal hobi, Mei dan Rasyid memiliki perbedaan yang cukup mencolok.

Mei memilik banyak hobi. Dia hobi membaca, menulis, menggambar, menyanyi, dan menjahit. Hanya saja, belakangan ini dia berusaha fokus pada dua hobi saja, membaca dan menulis. Alasannya, karena supaya keterampilan menulisnya terasah dan bisa menghasilkan karya yang bagus dan layak.

Hobi menjahitnya terkadang masih dilakoninya kalau dia atau anak-anaknya butuh baju baru.
Hobi-hobi lainnya dia lakukan kalau ada waktu saja.

Nah...dalam hal hobi ini, Rasyid sangat mendukung hobi istrinya. Dia belikan Mei sebuah laptop juga buku-buku bacaan. Selama itu baik dan dapat mengupgrade keterampilan istrinya, dan masih bisa dijangkau kantongnya, dia mendukung hobi istrinya.

Karena dukungan suaminya inilah, Mei tekun menulis dan berhasil melahirkan karya beberapa buku yang diterbitkan secara indie.

Masalahnya adalah pada hobi Rasyid. Hobi Rasyid ini cukup aneh bagi pria karena umumnya hobi ini biasanya adalah hobi wanita. Hobi Rasyid adalah hobi belanja!

Pria hobi game, biasa. Hobi mancing? Hobi main gaple? Hobi miara burung berkicau? Semua itu wajar bagi laki-laki, tapi Rasyid malah hobi belanja.

Hobi belanja Rasyid ini dimulai sejak semua berubah menjadi era digital dan pasar online berupa unicorn. Semacam bukataplak dan sejenisnya. Apakah Mei mendukung hobi suaminya ini? Tentu saja tidak. Awalnya.

Jadi, begini awalnya.

Beberapa bank menelepon Rasyid dan menawarkan kartu kredit yang gratis biaya bulanan.

"De, Mas ditawarin kartu kredit, loh" kata Rasyid sesampainya di rumah.

"Hampir tiap hari ada bank yang telepon mas buat nawarin kartu kredit" katanya.

"Terus?" Tanya Mei sambil cuci sayuran.

"Mas tertarik. Kenapa coba?" Tanya Rasyid balik.

"Kenapa emang?"

"Karena mas gak usah bayar biaya keanggotaan bulanan. Jadi mas cuma bayar tagihan mas aja kalo misal mas beli apa-apa gitu" kata Rasyid.

"Jangan" kata Mei. "Kalau mas udah punya kartu kredit, nanti kebiasaan ngutang. Ade gak suka kita jadi punya banyak utang"

"Ya mas juga gak bakalan sampe diluar batas kemampuan mas, Ade" katanya. Intinya, Rasyid keukeuh pengen punya kartu kredit. Mei menyerah. Yasudah, selama masih bisa membatasi diri, pikir Mei.

Begitulah awalnya.

Sejak saat itu, kalau di rumah Rasyid banyak melototin Bukataplak, Kiospedia dan sejenisnya. Matanya mata diskon. Apa aja yang diskon, bakalan dia beli. Mending kalau cuma beli sebiji, dua biji, ini mah dia beli bisa sampe belasan biji. Misal tongsis. Karena harganya cuma 5 ribuan, dia borong deh tuh tongsis sampe dua kodi.

Lain kali lagi dia beli botol minum harga 11 ribuan. Dia borong sekodi itu botol.

Lain kali lagi beli pisau, lampu taman, kabel USB, powerbank, sampe ke sabun cair dan gula pasir, asal diskon, dia beli.

Beberapa barang memang dia jual lagi, seperti powerbank, tapi kebanyakan, baranga-barang yang dia beli itu dia bagi-bagikan ke teman-temannya atau siapapun yang dia kenal. Aneh, kan?

Mei sempat emosi. Dia kesal karena suaminya membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, cuma daripada perang dunia ketiga, Mei memilih untuk melihat sisi positif dari keanehan Rasyid itu. Rasyid orang yang suka memberi hadiah, dia suka melihat orang lain senang saat diberi hadiah itu, dia suka melihat orang lain bahagia. Memang seperti itulah Rasyid.

Jodoh Di Bulan RamadhanWhere stories live. Discover now