Almeera: Cahaya Untukku

1.6K 101 23
                                    

Almeera [Cahaya Untukku]
Penulis: Nurmoyz

Almeera berjalan keluar dari salah satu perpustakaan umum di kota Frankfurt, Jerman. Mengenakan mantel coklat dipadukan dengan hijab berwarna hitam, ia tampak begitu cantik. Menghentikan langkah sejenak tepat di depan perpustakaan, sesekali ia melirik jam di pergelangan tangan sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling seakan tengah menunggu seseorang.

Dan benar saja, beberapa menit kemudian dari belakangnya muncul Inggrid Sonia, sahabatnya sejak SMA. wanita berwajah oriental yang juga asal Indonesia itu menyunggingkan senyum lebar begitu melihat Almeera.

“Hey, Maaf lama,” ujar Inggrid mengagetkan. wanita yang ditanya menyunggingkan senyum memaklumi sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya.

Its okay, kamu mau pulang bareng aku atau gimana?”

Sorry, Sweety. Hari ini aku nggak bisa pulang bareng kamu. Aku ada janji sama Nicolas. You knowlah.”

“Okay, aku pulang duluan," ujar Almeera berlalu.

“Daaah! Sampai ketemu di apartemen,” ucap Inggrid melambaikan tangan.

wanita dua puluh tujuh tahun itu lantas memilih berjalan sendirian melewati distrik kota Frankfurt menuju apartement inggrid. Setelah seharian ini mengitari kota Frankfurt rasanya ada kebahagiaan tersendiri. Kota yang dikenal memiliki banyak gedung tinggi ini berhasil memanjakan Almeera hingga rasanya ia enggan untuk pulang. Sayangnya lusa ia sudah harus kembali ke Munchen.

Ketika sampai tempat tujuan, hari sudah cukup malam. Tak seperti hari-hari biasa jalanan yang ia lewati belakangan cukup sepi. Bahkan sepanjang perjalanan menuju apartemen, Almeera terus bersikap waspada. wanita itu merapatkan mantel. Sesekali kepalanya menoleh kebelakang saat dirasa terdengar suara-suara mencurigakan.

“Haaah, ini benar-benar sedikit menegangkan,” gumamnya. wanita itu semakin memacu langkah. Detak jantungnya makin berpacu ketika dalam jarak lumayan dekat tampak dua laki-laki sedang berdebat.

Dalam keadaan terdesak ia mulai sedikit panik. Ia berusaha menghindari dua orang di depannya. Namun, baru satu langkah kakinya berjalan mundur suara letusan senjata api berhasil mengundang kekagetannya, wanita itu tanpa sadar memekik.

Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat ketika ia melihat laki-laki yang tadi melayangkan tembakan mengalihkan perhatian padanya, sembari memberi instruksi pada tiga laki-laki lain yang Almeera yakini adalah anak buahnya. Menyadari nyawanya dalam bahaya, wanita itu berlari melawan arah dari tujuannya ke apartemen.

Berulang kali ia menolehkan kepala berharap laki-laki di belakang sana tak mengejarnya. Tapi, harapan itu sia-sia karena yang ia lihat sekarang justru sebaliknya. Laki-laki yang tengah memegang pistol itu makin berjalan lebih cepat seolah mengikuti langkah Almeera yang juga makin cepat.

Lari Almeera makin terseok. Ia tak memedulikan lagi kakinya yang sakit akibat booth dengan hak tujuh senti yang ia kenakan. Denyut jantungnya makin menggila, napasnya mulai putus-putus. Ketika ia melihat jaraknya dan laki-laki itu kian terkikis, rasa putus asa mulai mendominasi perasaan wanita cantik tersebut. Ia menyesal sekarang, kenapa hari ini memutuskan tak menuruti omongan ibunya saat mereka berbicara lewat telepon.

Almeera tersungkur jatuh, ditatapnya wajah laki-laki itu dengan raut ketakutan begitu kentara. Dapat ia rasakan aura membunuh berada di sekitarnya. 'Pasrah' hanya satu kata itu yang kini ada di pikitan wanita itu.

“Sayang sekali, Nona. Kau harus menyaksikan hal yang seharusnya tak kau saksikan,” ucap laki-laki itu dalam bahasa Jerman. Seringai keji laki-laki itu membuat Almeera merasa ngeri.

Jurusan Religi Islami The WWGWo Geschichten leben. Entdecke jetzt