[Materi] Penyuntingan Mandiri (Self Editting)

146 10 1
                                    



Materi: Penyuntingan Mandiri (Self Editting)
Tanggal: 13 Mei 2020 pukul 13.00 WIB
Tutor: opicepaka
Moderator: @LC
Notulen: mufynza_



************************************



Kenalan singkat ya.... Nama opicepaka, akun WP/IG/Twitter juga sama. Aku wanita (karena beberapa kali ada yang salah sangka). Anak baru di jurusan spiritual WWG, belum pernah publish cerita religi, selama ini masih fokus ke romance.

Kali ini, aku dapat amanah sharing tentang Self Editting
Kalo terjemahan asalku: Penyuntingan Mandiri.
Di sini, kebanyakan udah punya tulisan kan ya? Aku juga yakin, event ini bukan pertama kali teman-teman belajar soal kepenulisan. Jadi, materi ini kususun dengan asumsi kalau teman-teman sudah punya pemahaman dalam menulis.



*********** SESI MATERI **********

Menulis dan menyunting merupakan dua hal yang berbeda, membutuhkan keterampilan dan pola pikir yang berbeda. Jangan lakukan keduanya di saat yang sama. Menulislah di saat menulis, dan menyuntinglah ketika drafmu selesai.
Setelah selesai, endapkan, lalu mulai baca dengan pola pikir editor.

Ketika membaca kembali, tanyakan ke diri sendiri, apa yang paling menarik, bagian mana yang terasa hidup? Apa yang terasa janggal, tidak menarik? Reaksi pembaca kemungkinan akan sama dengan reaksi kita ketika membaca ulang cerita.

Seperti judul materinya, Penyuntingan Mandiri, saya mau menegaskan kata *mandiri*.

Materi di sini hanya sebagian kecil, penjelasan tidak akan mendalam, melainkan hanya rambu-rambu yang perlu diperhatikan ketika kita ingin menyunting naskah. Kalau merasa kurang paham tentang beberapa hal, selain diskusi (singkat banget) di sini, silakan untuk belajar *mandiri* terkait penulisan agar bisa mengedit.

Berbeda dengan menulis, untuk bisa mengedit, paling tidak kita tahu beberapa teori dasar kepenulisan.

*Pertama dan utama, kita harus pedekate dengan dua BIBI*
1. KBBI
2. PUEBI

Sediakan ruang di ponsel kita untuk pasang KBBI dan sempatkan untuk mengunduh PUEBI. Jika teman-teman masih sekolah/kuliah, silakan perhatikan baik-baik ketika guru/dosen mengajar Bahasa Indonesia.

Hal lain yang bisa dipetik dari pelajaran Bahasa Indonesia: *Penggunaan kalimat efektif*.
Jika kita kebingungan ketika membaca ulang, apalagi pembaca?

Pelajaran Bahasa Indonesia tidak akan menjadikan kita penulis dengan karya memukau. Namun, paling tidak kita tidak akan pusing dengan: dikontrakan-dikontrakkan-di kontrakan-di kontrakkan. (Hayo, mana yang benar?)



Menyunting fiksi bukan hanya tentang perbaikan ejaan, penggunaan tanda baca, maupun penggunaan kata baku. Banyak hal dari unsur cerita yang perlu diperhatikan untuk memperbaiki kualitas tulisan kita. Beberapa hal di antaranya:


1. Karakterisasi/penokohan
2. POV
3. Proporsi cerita
4. Dialog


*Karakterisasi/penokohan*

Salah satu kriteria karakterisasi yang baik adalah konsisten. Konsisten di sini bukan berarti karakter tidak bisa berubah sepanjang cerita. Namun, jika terjadi perubahan harus dapat dirunut dengan baik. Apalagi dalam genre spiritual yang bercerita tentang perubahan karakter secara positif atau negatif.

Ketika menyunting, apakah kita menemukan ada perubahan yang tidak dijelaskan dengan baik? Apakah ada adegan/dialog yang dilakukan oleh karakter yang bertentangan dengan kepribadiannya?

Selanjutnya, bagaimana cara kita menjelaskan tentang kepribadian karakter kepada pembaca? Apakah dengan menjelaskan secara langsung (tell)?
Misal: Aisyah sangat menyayangi anak kecil. Dia juga sabar.
Atau
Kita menjelaskannya melalui adegan (show)?

Misal: adegan Aisyah berinteraksi dengan anak kecil yang super jahil.
Mana yang lebih mendukung cerita? Jika cerita kita berfokus pada pergerakan jiwa karakter (spiritual), akan lebih baik jika kita menggunakan show (melalui adegan, dialog, pemikiran) untuk menggambarkan karakter tersebut.

Bagaimana tentang masa lalu karakter? Berapa banyak masa kecil karakter yang dijelaskan dalam cerita? Hal apa yang bisa dibuang dari masa lalu tokoh agar plot menjadi lebih padat?
Pilih hal-hal yang perlu disampaikan dari masa lalu tokoh yang benar-benar mendukung cerita.

Perhatikan juga, kapan hal itu disampaikan agar pembaca merasakan efek yang kita inginkan?
Misal: waktu kecil Robin hidup kekurangan sehingga dia sering mencuri.

Kapan informasi ini akan disampaikan? Di awal cerita? Sebelum Robin Dewasa mencuri? Atau setelah Robin Dewasa ketahuan mencuri? Jika kita ingin pembaca terkejut dengan masa lalu itu lalu bersimpati pada Robin, kita tentu akan memilih meletakkannya di akhir. Namun, jika kita ingin pembaca berharap agar Robin Dewasa berubah dan tidak lagi melakukan kejahatan, kita bisa meletakkannya di awal/tengah sebelum adegan pencurian.



*Point of view*

Kita tentunya sudah mengenali jenis-jenis POV/sudut pandang ini. Mulai dari POV 1, POV 2, POV 3 (dekat/jauh), POV 3 omnisien (ada yang lain?).

Apa saja yang harus diperhatikan terkait POV?

Yang pertama, POV apa yang kita pilih, dan mengapa? Apakah kita sudah memilih dengan tepat? Jika kita ingin pembaca dekat dengan karakter utama, apakah kita sudah memilih POV 1. Jika ingin menciptakan jarak, sudahkah kita memilih POV 3 atau omnisien?

Jika bukan POV 1, apakah kita berpindah dari satu kepala ke kepala lainnya? Mana yang akan menguatkan cerita kita? Bertahan pada satu kepala, atau terus berpindah? Apakah perpindahan telah dilakukan dengan baik untuk menambah efektivitas cerita?

Lalu kesesuaian “suara”.
Misal, kita menggunakan POV 1 dari karakter utama yang berumur tujuh tahun. Kita harus menyesuaikan narasi yang dibawakan oleh anak kecil ketika menghadapi sesuatu. Pasti terasa janggal ketika anak berumur tujuh tahun berhadapan pengemis di pinggir jalan, yang muncul di kepalanya adalah ketidakmampuan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial (kecuali anak kecil tersebut cerdas luar biasa dan terlalu sering gaul dengan orang dewasa yang bahas kinerja pemerintah, misal)
Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pandangan hidup, keyakinan, dll dari pemilik POV sangat mempengaruhi bagaimana “suara” narasi kita.

Suara ini juga bisa berkembang sesuai dengan perkembangan karakter di dalam cerita.
Contoh: kita bercerita tentang hijrahnya seorang wanita, dari membuka aurat lalu menutup aurat. Jika menggunakan POV 1 maupun POV 3 (dekat), pembaca harusnya bisa merasakan perubahan ‘suara’ wanita itu, termasuk pada detail kecil. Misal, dalam penyebutan proses berjilbab, di awal bisa saja kita menggunakan frasa “mengurung kepala”, di akhir menjadi “menjaga kehormatan mahkota”.

Dengan penggunaan POV yang tepat, bukan hanya cerita lebih mengalir, tetapi juga pembaca dapat merasakan perubahan karakter tanpa perlu ‘tell’.



*Proporsi*


Bayangkan resep kue bolu. Tiap bahan memiliki proporsinya.
Kita menyukai telur. Menurut kita, telur adalah makanan bergizi tinggi, sehingga kita memasukkan telur dua kali lebih banyak dari resep. Apa yang terjadi? 
Apakah kue itu tetap bisa dimakan? Setelah matang, tentunya bisa. Tapi apakah teksturnya akan sama dengan kue bolu kita inginkan?
Bagaimana cara kita memeriksa proporsi cerita kita?

Pertama, periksa bagian deskripsi dari cerita kita. Detail-detail apa saja yang kita jabarkan di sana? Apakah detail itu juga diperhatikan oleh karakter yang kita gunakan POV-nya?

Contoh, kita menggunakan POV 1 atau POV 3 (dekat). Sang tokoh utama memasuki rumah mewah, lalu kita mendeskripsikan bagaimana rumah mewah itu, mulai dari lengkung pada ukiran gerbang sampai detail kolam yang ada di belakang rumah. Pertanyaannya, apakah sang tokoh utama akan memperhatikan sedetail itu, bahkan sampai detail belakang rumah yang belum dia lihat?

Lalu, coba baca lagi 20-30% awal cerita kita. Bagian apa saja yang menyita waktu kita? Karakter A? Lokasi B? Kegiatan C? Apakah karakter, lokasi,  maupun kegiatan tersebut penting sampai akhir cerita?
Ketika penulis mencurahkan banyak waktu untuk mengembangkan sesuatu, pembaca biasanya akan menganggap detail itu penting. Jadi, pastikan kita memilih dengan bijak apa pun yang muncul dalam tulisan kita. Jika kita membuat deskripsi detail tentang bentuk unik gerbang dari rumah mewah yang baru saja dimasuki karakter utama, pastikan detail itu akan digunakan di belakang.

Terkadang, kita terjebak menjelaskan sesuatu, terutama hal-hal yang menurut kita menarik. Pertanyaannya, apakah hal itu diperlukan? Jika kita membuat adegan mendetail (sampai lebih dari 500 kata) tentang sesuatu, misal: wudu, di awal cerita, mulai dari dalil sahih, tata cara, keutamaan, dll. Apakah ada sesuatu dari wudu tersebut yang akan menjadi penting dalam perkembangan karakter/cerita di bagian tengah/akhir cerita? Jika tidak, silakan disederhanakan.



*Dialog*

Coba baca dengan keras dialog yang kita buat? Terdengar aneh? Terlalu panjang dan kita kehabisan napas? Tidak natural?

Atau dialog tersebut terlalu natural seperti percakapan manusia sesungguhnya?

“Assalamaulaikum.”
“Waalaikumussalam.”
“Eh, Bu Edi. Tumben lewat sini.”
“Iya, tadi habis mampir ke warung.”
“Warung mana?”
“Warung si Minah. Beli gula. Tadi mau bikin teh untuk suami. Eh, gulanya habis.”
“Jangan kebanyakan gula, Bu. Diabetes, bahaya. Pak Jaja yang di ujung gang itu kan kemarin masuk rumah sakit karena komplikasi diabetes.”

Dialog basa-basi yang tidak mendukung alur cerita dapat dikurangi.

Lalu, apakah dialog cocok dengan kondisi karakter ketika mengucapkannya? Misal, karakter sedang gugup, tapi kalimat yang diucapkan panjang dan runut.
Karakternya berumur lima tahun, tapi berbicara dengan dialektika rumit yang membuat mahasiswa S1 filosofi bingung.

Sesuaikan!

Selanjutnya, apakah kita selalu menggunakan dialog tag?

“Bagaimana rasa rotinya?” tanya Keke.
“Enak,” jawab Rara.
“Mau tambah lagi?” ucap Keke.
“Tidak. Terima kasih. Sudah kenyang.” ujar Rara.

Jika kita masih selalu menggunakan dialog tag, adakah cara agar pembaca mengetahui siapa yang mengucapkan tanpa perlu menggunakan dialog tag dalam setiap pergantian orang? Dialog tag tetap bisa digunakan, tapi tidak pada setiap dialog.


Seberapa sering kita menggunakan atribusi karakter ketika menulis dialog?

“Aku mohon. Izinkan aku masuk!” *Keke memohon*.

“Dasar murahan!” *maki Rara*.

Apakah kita bisa menghapus atribusi tersebut (memohon, maki) tetapi pembaca tetap paham bagaimana ekspresi/perasaan karakter? Bisakah kita mengganti atribusi tersebut dengan aksi dari para karakter?

“Aku mohon. Izinkan aku masuk!” Keka menangkupkan tangan di depan dada.

“Dasar murahan!” Rara memalingkan wajah.



Tips: miliki *Beta reader*


Beta reader adalah pembaca kedua, sedangkan penulis adalah pembaca pertama.

Jika memungkinkan, miliki beta reader untuk membantu kita memperbaiki kualitas tulisan. Kriteria beta reader yang baik, menurut saya,

1. Dia adalah seseorang yang kita percaya. Kita tidak akan marah/tersinggung dengan pendapat jujurnya, dan dia juga tidak ragu untuk mengoreksi kita.
2. Dia tahu idealisme dan tujuan kita menulis. Sehingga, meskipun yang kita tulis bisa jadi sangat menarik di pasar tapi nggak sesuai idealisme, dia bersedia untuk mengingatkan, apa tujuan awal menulis.
3. Dia tahu “standar” kita. Dia bisa tahu ketika kualitas tulisan kita sedang turun.
4. Sebaiknya cari beta reader yang punya logika kuat. Beta reader akan membantu kita memeriksa logika cerita.
5. Paham tentang kaidah penulisan (tapi ini nggak penting-penting amat sih).Nggak perlu nilai sempurna dalam pelajaran Bahasa Indonesia, tapi paling tidak dia memahami sedikit tentang bagaimana menulis dengan baik. Sehingga ketika kita membuat kesalahan menulis, dia bisa mengingatkan.



******* SESI TANYA JAWAB ********


Q1.
Kak, terkait editing naskah yang baiknya diendapkan dulu jika sudah selesai, bagaimana jika kita sedang mengikuti event dengan jangka waktu tertentu? 1 bulan misalkan. Dan kita membuat karya dari awal.
Apakah self editing itu berlaku hanya ketika akan menyerahkan naskah ke penerbit? Kalau sedang ikut event tersebut bagaimana?

A1.
Self editing dilakukan ketika kita ingin kualitas tulisan kita lebih baik. Bukan hanya saat menyerahkan naskah ke pihak lain.

Jika sedang ikut event bagaimana? Saranku, selesaikan naskah dulu. Mungkin bisa dengan self editing perbab yg diunggah, tapi tipe editing seperti ini biasanya hanya untuk hal-hal minor saja.

Q2.
Sebenarnya jika kubaca ulang setelah menulis, kadang gatel ingin edit-edit yang tidak sesuai sama ekspetasiku. Dan cara ini berhasil karena pas baca ulang lagi sudah bagus. Apa penulis yang paham dengan edit-edit tidak membutuhkan beta reader?

A2.
Butuh beta reader atau nggak, tergantung pada masing-masing penulis. Beta reader, seperti yang kutulis tadi, bukan hanya soal paham tentang teknis menulis, tapi juga “penjaga” kita agar lebih bertanggungjawab dengan tulisan.
Beta reader bisa jadi teman satu komunitas, teman di dunia nyata, atau siapa pun.
Kadang, kita butuh “cermin” untuk melihat ketidaksempurnaan kita, di situ peran beta reader.

Tapi, akar dari self editting tetap diri penulis sendiri.

Q3.
Bagi tips revisi agar enggak mudah jenuh dong, Kak. Soalnya aku revisi enggak selesai-selesai karena mudah jenuh. Kayak merasa ceritanya banyak banget kesalahan.

A3.
Bukannya kalau banyak kesalahan malah bikin kita bersemangat untuk memperbaiki ya?

Ada yang ngasih tips, kalau mau edit, cetak dulu naskah kita. ambil stabilo/pulpen warna lalu mulai coret-coret bagian yang perlu diperbaiki.

Kalau jenuh, istirahat, lalu mulai lagi. Tetapkan target biar lebih terarah.

Jenuh karena merasa tulisan kita memiliki banyak kesalahan itu lebih baik, daripada merasa tulisan kita udah sempurna.

Q4.
berarti emang efektif kalau di print dulu ya Kak?
biar gak pusing gitu ya milah mana yang harus diedit.

A4.
Di-print untuk menandai semua yg salah, nanti begitu ketemu kompi langsung tau apa yang harus dilakukan.

Tapi tiap orang beda ya. Aku sendiri ga pernah nge-print (boros kertas dan tinta) tapi biasanya bikin catatan aja.

Cari cara yang menyenangkan. Siapa tau setelah liat coretan warna warni lebih bersemangat.



********** KESAN PESAN **********


Semoga berguna ya..

Kalau merasa kurang, bisa main-main ke akun wattpad TheWWG, di sana banyak banget materi keren untuk meningkatkan kualitas tulisan.

Sebenarnya mau nyari alamat tautannya, apa daya, cuma punya kuota chat aja.

Pesannya:
Selesaikan tulisan yang sudah dimulai.
Lalu edit!

Jurusan Religi Islami The WWGWhere stories live. Discover now