Hidayah Itu Indah

212 13 2
                                    

Hidayah Itu Indah
Penulis: Rifaa_16

"Kak Tiara!" Suara cempreng gadis di samping membuatku mendengkus, tapi mataku sama sekali tak beralih dari layar ponsel dan memilih mengabaikannya.

"Rel, lo jangan ke sana. Itu bagian gue!" seruku pada orang di seberang.

Aku tengah asik bermain Mobile Legend bersama Farel --kenalanku di sosmed--, saat adik sepupuku tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar untuk mengacau.

"Kak Tiara, ih! Udah berapa kali Hana peringetin. Kalo udah adzan tuh, game-nya ditinggal dulu." Gadis dengan wajah bulat berbalut kerudung panjang itu kembali protes.

"Ck. Rusuh banget sih, Han. Sana keluar. Eeh ... buset! Farel lo mau ke mana? Ck!" Aku sedikit menaikkan suara saat Farel tiba-tiba APK di saat kami sedang War.

Kulihat gadis di sampingku menghela napas berat lalu mencabik. Setelahnya, ia tak lagi banyak bicara. Diraihnya sebuah majalah produksi perusahaanku, yang tak sengaja terbawa olehku sore tadi. Hana membolak-balikkan setiap lembar majalah itu tanpa minat.

"Han, lo kalo gak ada kerjaan mendingan keluar deh! Gue gak konsen nih!" protesku seraya meliriknya sinis lewat ekor mata. Suara gesekan dari kertas majalah itu mangacaukan konsentrasi. Ditambah Farel yang sedari tadi mengumpat gara-gara kekalahan kami.

Defeat!

Tak lama kemudian, permainan selesai. Dengan mengela napas kecewa, kulempar ponsel ke kasur dengan sembarang. Lantas menatap si tukang rusuh dengan tatapan kesal. "Han, kalo gue lagi main, lo jangan bikin rusuh dong! Si Farel jadi ngambek noh, gara-gara gue gak konsen," sungutku, yang tidak langsung ditanggapi gadis itu.

Hana menatap dengan wajah yang sulit dibaca. Setelah membuang napas dengan berat, ia bangkit dari sandarannya. Lalu melangkah tanpa sepatah kata pun. Saat sampai di depan pintu kamarku, ia menoleh. "Kak Tiara jangan terlalu nutup hati. Gue takut kakak benar-benar bakalan lupa kalo kita punya Tuhan," ujarnya, kemudian melanjutkan langkahnya keluar dari kamarku.

Aku terdiam. Mencerna kata-kata yang dilontarkan gadis bergamis itu. Memang aku dan Hana adalah dua orang yang benar-benar berbeda. Entah itu dari segi pemahaman ataupun tingkah laku. Selain itu, usia kami yang terpaut lumayan jauh membuatku dan gadis yang sebentar lagi memasuki usia dua puluh tahun itu memiliki jalan pikiran yang berbeda. Selain karena sama-sama jomblo, tak ada yang bisa dikaitkan antara aku dan Hana.

Sekali lagi kuhela napas dengan jengah. Jarum pendek jam berbentuk kepala hello kitty yang menempel pada dinding sebelah utara kamarku menunjukkan pukul delapan malam. Aku kembali mengingat-ingat, sudah berapa lama aku membuang waktu dengan bermain game. Sepertinya bukan waktu yang sedikit. Pantas saja Hana begitu kesal dengan kelakuanku. Ditambah karena bermain game tadi, aku sampai melewatkan waktu sholat magrib.

Sudah berapa waktu sholat yang aku tinggalkan untuk hari ini? Entahlah. Tapi mata beratku terlebih dahulu memaksaku untuk terlelap. Dengan keadaan belum mandi, baju kerja belum dilepas, aku merebahkan badan dengan posisi terlentang. Dalam hitungan menit, setelah mataku tertutup, kesadaran mulai membawaku ke alam mimpi.

***

Deringan dari ponsel membuat tidur nyenyakku sedikit terganggu. Kututup telinga dengan bantal. Tubuh yang semula terbaring menyamping, kini berubah tengkurap. Namun hal itu tak membuat suara ponsel itu berhenti terdengar.

Dengan mata yang masih tertutup, tanganku mencoba meraih benda pipih yang berada tak jauh di atas kepalaku. Kemudian tombol pada bagian samping benda pipih itu kutekan dengan sedikit kasar. Seketika, suaranya tak lagi terdengar.

Jurusan Religi Islami The WWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang