Takdir Pernikahan Rumana

106 12 4
                                    

Takdir Pernikahan Rumana
Penulis: heuladienacie

"Baru pulang, Bu Dokter." Sapaan seseorang membuat Rumana menoleh. Ia memelankan skuter matiknya, menyejajari penjual cilok keliling sekaligus adik sahabatnya, Fuad. Berjarak lima tahun usianya. Sebenarnya, Rumana jarang mengobrol dengan Fuad tanpa Farihah, dia juga tidak terlalu dekat dengannya. Yang Rum tahu, bahwa adik Farihah itu memilih untuk meniti usahanya sendiri dari nol, meski hidup mereka telah berubah lebih baik semenjak kakaknya menjadi dokter.

"Iya nih, Ad. Kamu baru pulang juga? Gimana? Laris dagangannya?"

"Alhamdulillah, Bu Dokter. Yang namanya jualan kadang laris, kadang rugi. Semua rezeki, jodoh, ajal Allah yang ngatur. Manusia kan bisanya hanya berikhtiar, berdo'a, dan tawakkal. Betul, kan, Bu Dokter?"

Rumana sedikit tersentil dengan ke-qana'ahan Fuad. Mengingat dirinya yang selalu menggerutu karena belum diberikan pendamping yang tepat.

"Bu Dokter, awas!"

Rum mengerem motornya secara mendadak setelah terjaga dari alam lamunan. Hampir saja dia menabrak seekor kucing yang tiba-tiba melompat.

"Bu Dokter baik-baik saja?" Fuad turun dari sepeda, menghampiri Rumana yang tampak pucat. Rum menatap wajah khawatir Fuad dan tersenyum getir. Dia menggelengkan kepala, lalu kembali menyetater motornya yang mati.

"Kalau gitu saya duluan ya," pamit Rum meninggalkan Fuad yang kebingungan di belakang punggungnya.

***

"Assalamualaikum. Rum pulang, Bu."

Rumana menutup pintu depan rumahnya. Tak biasanya, sesampai di rumah  ibunya menyambut dengan wajah lebih semringah. Rumana merasakan hawa berbeda, pasti ada kabar baik yang akan segera ia dengar.

"Wa alaikum salam, anakku yang paling cantik."

"Ih, Ibu seneng sekali kayanya."  Rumana meletakkan bawaan di meja, ia beranjak membuka kulkas dan mengambil air untuk minum. Dia butuh penyegar untuk suasana hatinya yang mendadak kelabu. Ibunya menyeretnya duduk berhadap-hadapan.

"Ada apa sih, Bu?" tanya Rumana heran dengan sikap aneh ibunya.

"Pak Joko mau ngelihat kamu."

"Hah? Pak Joko?"

"Bukan Pak Jokonya, keponakannya yang baru pulang dari luar negeri. Masih muda dan mapan. Kamu mau, ya?"

Mungkin ini saatnya, pikir Rumana. Tanpa berpikir panjang, Rumana langsung menyetujui.  Sudah terlalu banyak kali dia menolak orang-orang itu sejak dulu dengan alasan melanjutkan sekolahnya, sehingga harus menanggung akibatnya belum menikah di angka kepala tiga sekarang ini. Meski tak kalah banyak juga yang dikenalkan ibunya dan berakhir dengan ketidakcocokan.

Ibunya bersorak, cepat-cepat mengabarkan pada Pak Joko. Hari Minggu besok mereka akan datang. Dan suka cita itu menular pada yang lain. Ibunya mempersiapkan banyak kudapan sebagai suguhan tamu. Bapaknya  menghafal pertanyaan yang hendak ia tanyakan nantinya. Sedangkan,  Adiknya berubah menjadi pegawai salon pribadinya.  Rumana geleng kepala melihat keantusiasan keluarganya sendiri.

"Masyaallah cantiknya kakakku. Pasti nanti dia langsung terpesona sama Kak Rum."

Rumana mencubit gemas pipi chubby adiknya, Zaitun. Sesaat, suara desing mobil berhenti tepat di depan kediaman rumah mereka. Tanda bahwa tamu yang mereka nanti telah tiba. Bapak dan ibunya menyambut tamu di bawah. Rumana turun dengan gugup. Begitu banyak harapan tergantung di benaknya. Ia tak ingin mengecewakan bapak-ibunya, terlebih juga keinginannya.

Jurusan Religi Islami The WWGWhere stories live. Discover now