Ramadhan Cinta Callista

167 15 0
                                    

Ramadhan Cinta Callista
Penulis: Rifaa_16

"Nak Cinta, kedatangan kami ke sini berniat melamarmu untuk anak kami, Ramadhan," ujar pria paruh baya dengan rambut yang kini mulai ditumbuhi uban itu.

Jauh di belakang mereka, di depan pintu yang masih terbuka, Icha terdiam. Mematung. Wajahnya pias, dengan lutut yang tiba-tiba lemas. Gadis dengan setelan hijab outfitnya itu hampir menumpahkan air di pelupuk matanya kala mendengar ucapan pria paruh baya yang merupakan ayah dari teman masa kecilnya, Rama.

"Bagaimana, Nak Cinta?" Wanita dengan kerudung lebar itu menyela keterdiaman Cinta.

Gadis sepantaran Icha yang duduk pada sofa di depan keluarga Rama cukup kaget. Hingga yang ia lakukan kini hanya diam membisu. Bagaimana ini, pikirnya. Sementara dari ujung mata, ia bisa melihat sahabat sekaligus sepupunya berdiri di depan sana. Ia mendongak, lalu menatap satu per satu wajah di ruangan itu. Di sampingnya, sang Umi menepuk pelan punggung tangannya. Sementara Abinya, menatap penuh harap pada gadis berusia dua puluh satu tahun itu.

"Ini menyangkut masa depanmu, Nak. Kami tak ingin mengambil keputusan sendiri," sela Abinya.

Cinta masih terdiam. Dengan ragu, ia kemudian menatap ke arah Rama yang kini menundukkan kepalanya. Pria itu ... pria yang selama empat tahun ini menjadi orang pertama, setelah Abi dan Uminya, yang ia sebut diam-diam dalam do'anya. Diam-diam mendo'akan kesehatan untuk pria itu siang dan malam. Namun, ia tak pernah bermimpi untuk berjodoh dengannya. Bahkan dalam khayalpun, rasanya Cinta tak berani membayangkannya. Terlebih kini sahabatnya pun menaruh rasa pada pria itu. Ia cukup menghargai persahabatan di antara mereka bertiga.

"Beri Cinta waktu untuk memikirkannya, Bi." Akhirnya kata itulah yang keluar dari  mulutnya.

Setelah mendengarkan keputusan Cinta, dengan sisa harapannya, Icha melangkah keluar. Berjalan tak tentu arah, dengan air mata yang meluruh. Berbeda halnya dengan Cinta, Icha atau gadis yang besar dengan nama Callista Azzura itu sangat mengharapkan Ramadhanil Al-Ghifari menjadi imamnya. Sejak pertama bertemu dengan pria itu, ia sudah jatuh hati. Bahkan saat hanya mendengar suara adzannya saja.

Tangis Icha semakin menjadi. Hingga ia sampai di sebuah kursi kayu panjang di bawah pohon rindang pada halaman rumah Cinta. Ia mendudukkan dirinya di sana dengan wajah dibenamkan dalam telapak tangannya. Angin malam yang berhembus menusuk tulang pipinya tak ia hiraukan. Dinginnya malam seusai shalat tarawih kala itu tak bisa membuat hatinya yang sesak meneduh.

Selama di tempat ini, ada dua hal yang tak pernah gadis itu bayangkan akan terjadi. Pertama, bertemu dengan Rama, sahabat masa kecilnya. Dan kedua, menyukai cara pria itu membuat setiap orang tersenyum, hingga dirinya mulai jatuh hati.

***

"Ca, ayo buka puasa dulu!" seru seorang lelaki dari balik pintu kamar Icha.

Ini sudah tiga hari sejak lamaran Cinta, tapi Icha masih saja mengurung diri di dalam kamar. Gadis itu akan keluar jika sudah waktunya berbuka, tarawih dan makan sahur. Itu pun ia hanya minum segelas teh untuk berbuka, lalu kembali lagi ke dalam kamarnya. Hal ini sungguh membuat Tata, Abangnya merasa prihatin.

"Ca?" Setelah terdiam cukup lama, suara itu kembali terdengar. "Oma udah nungguin," lanjutnya.

Sejurus kemudian, suara kunci diputar terdengar. Beriringan dengan ganggang pintu yang bergerak, muncullah wajah lesu dengan mata merah Icha.

Tata menghela napas begitu melihat keadaan adiknya. Sudah tiga hari, tapi keadaan Icha masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Lelaki itu menebak, mungkin karena ini adalah kali pertama adiknya menjatuhkan hati begitu dalam pada seseorang. Mungkin juga karena Rama terlalu berat untuk ia lepas. Tapi mau bagaimana lagi. Hati Rama nyatanya bukan untuk adiknya.

Jurusan Religi Islami The WWGWhere stories live. Discover now