Sehelai Kain Pelindung

269 23 1
                                    

Sehelai Kain Pelindung
Penulis: pingkanianh

Guratan senja menghiasi langit di ufuk barat. Hawa dingin menusuk kulitku yang tak tertutup kain sebagian. Kaki ringkih ini bergegas berlari memasuki ruangan berbentuk persegi. Dentuman di dalam dada membuatnya bergerak kembang kempis, napasku tersengal, keringat dingin mengucur deras turun membasahi wajahku yang kebas.

“Argghhhh…!” jeritku terkejut. Kedua bola mataku menangkap pemandangan yang amat mengerikan. Di dalam ruangan ini, cairan kental mengalir menutupi dinding putih dengan warnanya yang merah. Perlahan aku mundur ke belakang, berusaha berlari meninggalkan tempat ini.

Braak!

Pintu ruangan tertutup mendadak. Kurasakan detak jantung yang semakin cepat, mataku tak dapat lagi melihat dengan jelas isi ruangan itu. Gelap. Tak ada sepercik cahaya pun yang menemaniku.

“Toloooong!” Berkali-kali aku berteriak meminta pertolongan. Dengan sisa tenaga yang ada aku mencoba mendobrak pintu kayu di depanku, nihil. Tubuhku semakin lemah, tak ada seorang pun yang mendengarku.

“Mau ke mana kau, Kirana?” suara serak berat itu muncul dari belakangku. Tubuh yang telah gontai ini menggigil, udara dingin ganjil menyelimutiku dengan segala terornya. Dengan sisa keberanian, aku menoleh ke belakang mencari seseorang yang memanggilku.

“KIRANAAA….” Suara mengerikan itu muncul kembali selang beberapa menit. Sepasang mata merah bercahaya tiba-tiba muncul dari sudut ruangan mengiringi bunyi kegelapan. Cahaya itu semakin mendekat. Tubuhku tak dapat bergerak. Tak ada lagi jalan untukku keluar.

“Tolong… tolong aku!” Aku tak dapat menahan tangis. Teriakanku terasa hanya sia-sia. Tak ada yang dapat mendengarnya. Tak ada seorangpun yang menolongku.

“KIRANA!” Tubuh dalam kegelapan itu semakin mendekat. Sangat dekat.

“ARGHHH!”

***

Tubuhku tersentak, membawaku kembali ke dunia nyata yang sempat aku tinggalkan sejenak tanpa permisi. Dadaku bergemuruh, napasku tak teratur. “Kenapa aku kembali ke dunia ini!” bentakku. Aku tidak ingin berada di sini. Di dunia ini. Dunia indahku yang kini telah hancur.

“Tolong, tolong aku,“ tangisku buncah. Dadaku mulai sesak, mataku tak dapat terbuka sepenuhnya—diriku telah hancur. Di sudut ruangan ini aku berharap seseorang dapat menolongku.

“Aku kotor! Aku sungguh kotor!” Tak henti kepalan tangan ringkih ini memukul kepalaku tanpa tenaga, menjambak rambutku yang sudah tak beraturan.

Dering nada dari benda pipih yang tak jauh dari tempatku berada menghentikan tangisku sejenak. Sudah beberapa kali benda itu berbunyi semenjak dua hari yang lalu. Mata sembabku hanya melihat sekilas tanpa ingin menyentuhnya. Biarlah, pikirku. Aku hanya akan menjadi aib bagi kehidupan mereka.

“Kenapa? Kenapa harus aku!” Pukulan tanganku membuat meja di sampingku bergetar, menjatuhkan suatu benda dengan bunyi yang nyaring. Sebuah benda dengan satu sisi runcing tergeletak tak jauh dari tempatku meringkuk.

Ambillah Kirana! Masalahmu akan berakhir.” Sebuah suara lirih muncul di dalam kepalaku.

Mataku terpaku menatap benda itu. Suara-suara di dalam kepalaku saling bersahutan memberikan rayuan atas kenikmatan yang fana.

“Kau akan menyesal jika tak mencobanya.”

“Ikutlah denganku. Kau tak akan menyesal.”

“Kupastikan kau akan bahagia.”

“Ayo cepat lakukan.”

"Hentikan!" Suara-suara itu mendominasi isi otakku. Mereka tak berhenti berbicara.

Jurusan Religi Islami The WWGWhere stories live. Discover now