01 | Kinan dan Kartu Pelajar

479 101 221
                                    

Bagaimana bila hari itu tak pernah terjadi? Apakah obrolan kita akan semenarik ini?

***

Siang ini tampaknya menjadi siang yang cukup mengesankan untuk gadis ber-ransel abu-abu. Akasa Kinan Maranta, gadis yang cukup rewel dan banyak omong ketika dijajarkan dengan sekumpulan orang otak dongo seperti teman-temannya yang satu itu.

Pasalnya hari ini adalah hari terakhir Penilaian Akhir Semester yang sudah 7 hari 7 malam ia dambakan. Hal kecil semacam berkumpul bersama teman seperotakannya membuat peredaran darah anak itu berjalan lancar sejenak, sebelum bersiap kembali memulai derita deadline sekolah.

Cebirannya membuncah kala hendak menancap gas motor dibatasi oleh dering ponsel yang menggetarkan paha. "Siapa si, penting banget."

Nama Freya muncul di layar ponsel tepat menyapa dua matanya yang telah mengukir kerutan pada dahi. "Bawel banget anak kadal," katanya menggeser tombol merah diatas cahaya temaram ponsel.

Hari ini, tujuannya terpusat pada kafetaria di mall yang baru saja grand opening tepat pukul 9 pagi tadi. Membayangkannya saja sudah bagaikan rempahan kacang goreng terdampar di tengah mall megah yang masih menghantarkan bau semen.

Tetapi, anak itu tak mampu menyanggah keinginan salah satu dari temannya, karena sejujurnya ia juga dililit rasa penasaran untuk berkunjung ke arena besar yang baru-baru ini bertengger di kota kelahiran dirinya. Bersyukurlah pada pemerintah, telah memberi akses bagi anak kampung seperti Kinan dan para antek setidaknya untuk menikmati segarnya air conditioner mall walau sekali.

Tak butuh waktu lebih dari 10 menit, anak yang masih memakai bawahan rok bermotif kotak-kotak dengan atasan dilengkapi jaket kaos tersebut menanggalkan helm. Jelas sekali ia pergi tanpa mampir ke rumah hanya untuk sekadar memberi salam atau apapun itu. 'Lewat ponsel kan bisa' selalu saja Kinan mengeluarkan jurusnya untuk menolak berpamitan pulang ke rumah sebelum pergi.

Sebenarnya bagi Kinan, mampir ke rumah sebelum bepergian ada dua hal yang memberatkan pikirannya. Selain repot, ia juga malas berganti pakaian, katanya juga hal seperti ini dalam rangka menghemat bensin motor yang hampir tandas karena satu minggu full bekerja ekstra.




#1 - Kinan dan Kartu Pelajar




"Sengak banget si lo, Nan. Mana gak di angkat telponnya," serbu cewek berkaca mata dari jarak 2 meter melihat Kinan berjalan santai.

Kinan menaruh kunci motor di atas meja kafetaria yang telah Anya pesan, ia sesegera mungkin mendaratkan bokong yang sudah meraung panas. Ini gara-gara jok motor yang terpapar sinar matahari cukup lama, maklum pagi tadi Kinan tidak dapat tempat parkir dengan tratak di atasnya.

"Yaampun Frey, lamaan mana sama Deva. Itu anak dari dulu make motor kek boncengin emaknya. 20 km/jam mulu, heran gua, dia mending naik ontel aja," cerocos Kinan mulai memancing suasana 'membicarakan' salah seorang temannya.

Anya mengalihkan pandangannya dari ponsel, "Emang ya, Nan, umpan ngomongin orang tuh paling enak dah."

"Kinan mah mulutnya ada aja umpan yang dilempar ke kita kita," ujar Freya.

Kinan tertawa kecil, "Daripada gua diem aja, pasti lo bakal ribut ngatain gua naber," sanggahnya.

"Rewel banget lo anak kecil!" seruan Freya. "Oiya, Nan, jadi kan nemenin gua beli baju?" sambung Freya menunjukkan wajah penuh harap semata-mata agar Kinan tak berubah pikiran.

"Yakali, Frey, jauh-jauh gua kesini mau ngapain emang? Tawuran?" Kinan menggeleng.

"Anya ngapain si lo hapean terus kaya autis tau gak?" sarkas Kinan lagi sambil memperlihatkan tampangnya yang minta banget ditendang.

BintanWhere stories live. Discover now