18 | Satu Syarat yang Tersampaikan

110 30 95
                                    

Meski kau bukan angkasa, aku tak pernah lelah menjadi senja. Aku tak pernah peduli jika fajar selalu menjadi yang pertama, sebab semesta selalu membutuhkan senja.

Karenanya, sekarang aku percaya bahwa manusia memang dirancang untuk terluka.

***

17.38

Tok! Tok!

Gladys menunggu belah kayu itu terbuka. Ia menunggu sosok dibalik pintu itu muncul dengan senyuman tulusnya.

"Glad—"

Grep!

Tubuh gadis itu berhambur memeluk erat Derryl dengan postur jangkungnya. Ia bahkan sempat membungkuk supaya gadis itu tak kesusahan mencapai tingginya.

Keningnya berkerut mendapati perilaku gadisnya tak karuan. Belah tangan itu mencapai puncak kepala kemudian mengelusnya sampai ke punggung. Ia  menunggu kalimat yang lebih jelas dari mulut Gladys, ia takkan bertanya, biar Gladys yang memutuskan untuk bicara.

"Bintang nyakitin aku lagi, Ryl."



#18 - Satu Syarat yang Tersampaikan


17. 51

"Kinan, di makan nasinya jangan diliatin aja. Nanti nasinya nangis loh," ujar Retna melempar tatap pada Kinan yang duduk di depannya.

Demi apapun dia tak pernah menumpang makan malam di rumah teman laki-laki! Ia mengirim sorot mata laser itu kepada Bintang, sang penerima hanya tersenyum jail tak perduli.

"Makan, Nan, gak bisa nyuapin ini, gak lagi berdua soalnya." Bintang sengaja berbisik, namun volume laki-laki itu sengaja tak dikecilkan.

Membuat Kinan melototi dirinya lalu beralih menginjak kaki Bintang di bawah sana. Tingkah laku Bintang justru mengundang cebikan Bagas yang sedari tadi sama sekali tak bersuara. Kecuali, suara benturan sendok dengan piringnya.

"Bintang emang suka gak jelas gitu, maklumin ya, Nak Kinan," sahut Bundanya yang lebih mengerti keadaan Kinan.

Detik berikutnya Kinan lumayan beradaptasi. Mulut itu sibuk mencecapi aneka ragam menu lauk yang disediakan. Wah masakan Tante Retna memang terbaik!

Sebenarnya pukul 5 sore tadi Ayahnya telah menelpon sebanyak tiga kali, namun terlanjur missed call. Setelah itu, tanpa pikir panjang Bintang meluncurkan aksi nekatnya. Ia mengambil alih kendali ponsel Kinan kemudian menelpon sang Ayah, "Pak, anak Bapak saya ajak ketemu camer dulu gak papa kan, Pak?"

Kinan sudah merem melek sewaktu Bintang cengengesan dengan sambungan telpon itu. Kinan bersumpah ingin menyumpal jenis sampah apapun ke dalam mulut Bintang!

"Apa-apaan sih?!"

Bintang terkekeh geli menghadapi Kinan yang merajuk. "Izin sama Bapak, masa gak boleh? Kan bener aku lagi minjem anaknya."

"Ya gak gitu juga caranya. Bapak mikirnya bisa aneh-aneh. Gak mikir si lo," ketus Kinan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Aku itu selalu mikirin baik-baik sebelum ngelakuin, kecuali . . ."

Kinan mengernyit, "Kecuali?"

"Udah ah ayok masuk ke rumah," pungkas Bintang sembari menautkan tangannya pada jemari Kinan.

"Nak Kinan, pacarnya Bintang ya?"

Deg!

Kinan mencerna.

BintanWhere stories live. Discover now