09 | Bulu-bulu Kucing

108 36 49
                                    

Ada yang tak biasa saat pertemuan kesekian kali milik kita. Saat kedipan layu terus menghantui debaran jantung, menetap pada setiap hela nafas yang mematung.

***

Sore itu aku mengemasi barang-barang yang berserakan di atas meja belajar. Sobekan kertas seolah menghantui akan kesibukan selama sekolah. Namun, untuk kali ini tampaknya aku akan menghempas semua kertas-kertas yang sudah lusuh itu.

Setelah berhari-hari berangkat meski tak ada KBM karena pasca PAT, detik ini juga nafasku dapat keluar dengan sangat sangat lega. Pertempuranku telah usai. Kini saatnya aku menikmati masa-masa berbaring sampai membusuk di kamar.

Aku selalu tak minat pergi-pergi, liburanku adalah hal membosankan. Aku kerap kali menghabiskan waktu senggang untuk menjaga rumah sepanjang hari.

Kriet!

Aku membuka pintu kamar untuk menuju tempat sampah di samping tembok kamar. Sebagaimana mamaku mengajarinya dulu, aku harus tetap menjaga kebersihan apapun keadaannya supaya rasa nyaman karena lingkungan yang bersih selalu tertanam.

Itulah alasan mengapa aku sampai sebesar ini terdidik dengan ajaran-ajaran mama. Ia mengajarkan aku dasar-dasar berguna, semua nasihatnya yang kuingat selalu ku gunakan walaupun ingatanku sangat buruk untuk mengingat wajah mama. Itu menyedihkan, Mama, aku rindu.

Meong~

Meong~

Meong~

"Kucing sape tuh?" tengokku ke arah belakang. Bunyi asalnya seperti dari ruang tengah.

Seusai aku membereskan kamar dan menyingkirkan yang tak berguna, aku berjalan ke ruang tengah. Kudapati Raven dan seekor kucing persia yang ugh buruk sekali.

"Kucel banget darimana dapetnya, Ven?" ujarku seraya jongkok mendekati kucing tersebut.

Warnanya yang abu-abu tampak sangat lusuh ditempeli debu-debu. Sudut matanya terdapat segumpal kotoran. Kaki-kakinya tak semulus yang aku kira. Dan bulunya, aku mengedarkan pandangan ke lantai-lantai rumah—rupanya telah ditaburi bulu-bulu kucing yang rontok.

"Dapet di deket parit," katanya sambil mengelus kucing itu lembut.

"Maen kemana lo sampe jauh gitu?"

"Abis maen PS dirumahnya Orbit doang, Mbak." Raven menggendong kucing itu dengan gemas meskipun tubuhnya masih sangat kotor.

"Ey jangan dipegang-pegang. Di bersihin dulu, nanti lo kena rabies." Telunjukku memukul pelan pergelangan tangannya.

"Kamu kali mbak yang rabies ehehehe." Bibirnya sumringah menertawaiku.

"Anya mana?" aku menyadari begitu Anya sedari aku menyelesaikan mimpi tadi malam tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali.

Raven tersentak untuk sesaat. "Tadi sama temennya yang kaya preman itu gak tau kemana dah." Bahunya bergidik tanpa menghiraukan aku yang mencari keberadaan Anya.

"Ibu sama bapak jadi ke rumah Om Herman?"

Raven mengangguk.



#9 - Bulu-bulu Kucing



"Bagas, hari libur kok udah rapi, mau keluar?" Laki-laki yang tampak kharismatik mengenakan kacamata sedang duduk bersama tehnya membaca koran di teras rumah.

Cowok berpostur tinggi dengan kulit yang sedikit coklat itupun menyudahi acaranya memakai sepatu. "Ada kelas dadakan." Lelaki yang disebut Bagas itupun bangkit dari duduk simpuhnya di lantai.

BintanWhere stories live. Discover now