27 | Danau dan Kita

77 13 22
                                    

Berpendar jemari tatkala menelisik waktu saat ini. Saat cinta berada pada puncak tertinggi. Saat perasaan mulai memainkan rasa. Saat dimana aku ingin menghirup aroma mu lebih lama.

***

16. 10

"Mau kemana lagi?"

Laki-laki di sampingnya mengurai senyum selebar-lebarnya menangkap rengekan dari Kinan yang mendadak terdengar imut.

"Hehe, Mbak pacar, rewel banget," ujar Bintang tetap santai menyetir mobil fortuner milik Papa. Dalam hitungan jari, ekor mata laki-laki itu melirik gadisnya yang memasang tampang ogah-ogahan sembari menyender pada jok mobil.

Kinan membentuk beberapa kerutan di dahinya. "Harusnya lo itu diem kek apa kek kan tadi abis murung. Kok sekarang malah haha hehe si?"

"Akting doang, ya, lo tadi?"

Tanpa sengaja, telapak tangan kanan milik Bintang melayang menjitak ubun-ubun gadis di sampingnya. Pasalnya bak tak ada dosa yang ia tanggung bibirnya meloloskan lima kata terakhir.

"Gua turunin lo di sini."

Cengiran itu menyertai di sela-sela gosokan tangannya pada jejak jitakan dari Bintang. "Kekerasan dalam rumah tangga lo," sahutnya tersulut.

Bintang terkekeh geli. Ia tidak salah dengar kan? "Rumah tangga? Oh jadi gini ya, Kinan mainnya taarufan gak pake pacaran langsung nikah. Siap deh, Nanti—"

Bug! Bug!

"Sekata-kata lo ngomong." Kinan menghantam lengan Bintang bertubi-tubi. Sampai-sampai cowok itu mengaduh minta ampun tak henti-henti.

"Lo mau mati, ya?" ujar Bintang melirik jengah Kinan yang tertawa sembari menjulurkan lidahnya. Untung saja Bintang bukan lulusan dari sekolah petinju ternama, kalau pun iya mungkin Kinan sudah habis dilahap pukulan tangan.

Usai saling melempar tatapan sengit, sengaja radio mobil ditekan oleh Bintang. Meloloskan melodi-melodi yang berhasil memecah keributan di antara keduanya. Kalau diteruskan, bisa saja mobil fortuner milik Ayah Bintang kembali ke garasi dalam keadaan tak berbentuk.

Bayangkan saja kedua anak kasmaran itu melewati masa tawurannya di dalam mobil. Allahu Akbar, kena lempar bom hiroshima mereka.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit. Mobil gagah bercat hitam kini berhenti di sebuah persimpangan di tengah hutan. Bahkan, gadis yang mengenakan cardigan hijau neon itu tiba-tiba bergidik ngeri. Ia tak habis pikir jika Bintang bakal berbuat aneh-aneh di kawasan sunyi semacam ini.

Rindang memang. Sejuknya tak kalah dari puncak Bogor. Tapi, tolonglah, dengan siapa Kinan terbawa di tanah ini.

Bintang tahu gadisnya sedang bergerak gelisah. Ia menyeringai sekejap, "Kenapa liatin aku kaya liat maling?"

"Nggak aneh-aneh kan?"

Kinan tampak enggan turun dari jok mobil. Meski, cowoknya telah di depan mata, menatap gadis manis lewat kaca mobil yang diturunkan. Namun, sekali lagi Kinan tetap menggeleng kuat-kuat.

Bintang kembali berdecak sambil menggertakkan barisan giginya. "Tampang gua kaya gangster?"

Lambat laun, pemilik nama Kinan pun menuruti titah Bintang. Tentu saja, ia telah mengancam serta menyelipkan perjanjian dadakan pada saat itu juga. Jaga-jaga agar Bintang tak berani bertingkah aneh selama di tengah hutan yang asing ini.

Ranting-ranting bersendau gurau, angin menerbangkan daun-daun yang telah renta. Dibiarkannya rambut Kinan berterbangan menerima udara sejuk. Jantungnya sempat memaksa untuk lompat dari tempatnya kala Bintang mengaitkan jemarinya erat. Menuntunnya perlahan seakan ia tak ingin gadisnya jauh-jauh. Tak ingin sejengkal pun tertinggal langkahnya yang lebar.

BintanWhere stories live. Discover now