17 | Berhenti Berporos

96 32 70
                                    

Setelah kau memutuskan bersamanya, aku selalu bertanya;

Betapa rumitnya konstruksi batin manusia, betapa sukarnya manusia menanggalkan rasa.

Betapa sulitnya manusia memecah asa, betapa rumitnya manusia menarik batas antara mimpi dan nyata.

***

Gladys
Mau ngajak kemana?

Pradipta Bintang W. Kemana aja asal lo bisa tau diri

Kening Gladys berkerut. Rasa kecurigaannya mencuat selepas kejadian hari kemarin. Batinnya menerka-nerka apa yang Bintang rencanakan setelah ini? Gladys tahu betul bagaimana Elan, cowok itu pasti memberitahu Bintang perihal Kinan yang disiksa dirinya.

Mau tidak mau Gladys menerima konsekuensi. Gadis itu tak pernah menyesali jika kemungkinan langit tiba-tiba runtuh tepat di atas kepalanya. Ia siap dengan segala kemungkinan dunianya akan berhenti berporos jika Bintang menyakitinya hari ini.

Hanya berhenti berporos, ia tak sampai diluluh lantakan. Dia ingat, dirinya masih menyimpan Derryl, laki-laki yang mencintainya amat sangat.

"Sekali lagi lo sakitin gua, sekali lagi gua sakitin cewek lo," gumam Gladys menatap pantulan dirinya pada cermin.

Enggan ribet yang ia kenakan hari ini, cukup atasan biru muda dipadukan rok putih di atas lutut. Rambutnya dibiarkan terurai berkibar oleh angin dengan sedikit polesan rias di wajahnya.

Dia benar-benar definisi primadona, tapi tidak dengan pribadinya saat ini.

Gladys tidak lagi berhak menyandang gelarnya. Ia menodai apa yang telah ia capai sekuat tenaga dengan kelakuan dan akal liciknya sendiri. Ia merusak semuanya.

Sama halnya dengan Kinan yang kala itu membangun benteng supaya tak gentar meski pada akhirnya ia rapuh juga, Gladys pun sama, dengan tegas ia memasang tembok-tembok raksasa sebagai perlindungannya. Setidaknya ia tak boleh tampil lemah dihadapan Bintang hari ini.

"Tenang, Dys, masih ada Derryl," ucapnya sekali lagi dengan tarikan nafas yang terdengar berat.

Langkahnya dengan pasti mengikis jarak, ia berjalan seperti biasa menuju garasi rumah. Seolah tak ada beban apapun ia mengulas senyum terhadap sang Ibunda, tatkala ia mendapati beliau sedang minum teh di ruang tamu, seorang diri.

"Mau kemana, Dys?"

Gladys tersenyum. "Ketemu Bintang, Ma."

"Inget pesan Mama, jangan sakiti diri kamu lagi. Mama tau sulit, tapi Bintang udah nempuh pilihannya sendiri. Jadi-"

Gladys menggelengkan kepala. Meski ia dilumuri akal piciknya, tak serta merta hati malaikatnya musnah seketika. Ia masih menghormati yang namanya orangtua, kecuali Ayahnya. Yang tega membiarkan ini semua, sampai-sampai ia harus menanggung malu karena menumpang bermalam di rumah Paman untuk berhari-hari.

"Gladys izin keluar ya, Ma." Dicium tangan renta itu.

Seukir senyum ringan yang terlukis di sudut-sudut bibir Ibundanya menghantarkan gadis itu sampai ke pekarangan.


#17 - Berhenti Berporos


Jemari itu mengambil sejumput surai gadis di depannya yang tampak lebih pendek daripada sebelumnya. Netranya menerawang lurus seakan fokusnya tak ingin diganggu gugat. Lain hal dengan sang gadis pemilik rambut hitam legam tersebut, ia tengah menahan pipinya tak gosong detik ini juga akibat panas timbulnya ruam merah di sana.

BintanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang