°° 25 °°

320K 22.8K 753
                                    

"Mata lo kenapa dah? Abis nangis?" Suara Seril sanggup membuat Kajen salah tingkah, lalu ia mengambil cermin kecil milik Seril yang biasa di bawa olehnya.

"Ah mang iya apa? Enggak kok. Mata lo kali," jawab Kajen lalu memberikan cerminnya pada Seril.

"Lah kok jadi ke mata gue," sergahnya lalu Kajen tertawa membuat Seril gondok setengah mati. Entah mengapa Seril merasa ada yang aneh dengan temannya satu ini, akhir-akhir ini Kajen lebih banyak tertawa ketimbang dulu.

"Lo ada masalah ya, Jen?" Tanya Seril saat tawa Kajen mulai mereda, sumpah demi apapun Seril ingin sekali saja Kajen jujur padanya. Memangnya apa gunanya dia di sini? Hanya untuk pajangan dengan atas nama pertemanan?

"Ma-masalah? Enggak, kok lo nggak jelas dah!" Balas Kajen lalu tertawa kecil. Sedangkan Seril mulai terbawa oleh pikirannya sendiri tanpa menoleh ke arah Kajen.

"Lo masih inget nggak Jen waktu gue nyeritain tentang bokap sama nyokap gue yang always berantem sambil nangis-nangis sama lo?" Seketika Kajen terdiam, lalu ia menoleh pada temannya yang kelihatannya mulai serius dengan topik pembicaraannya.

"Iya gue inget," jawab Kajen.

"Gue nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi, gue juga nggak tahu mau ngapain lagi. Rasanya hidup gue bener-bener nggak berguna sampai misahin nyokap sama bokap gue buat nggak bertengkar aja gue nggak bisa,"

"Dan elo...entah mengapa gue bisa dapetin temen kayak lo, yang emang lo keliatan gila dan bodoh, tapi lo ngasih solusi terbaik buat gue dan buat gue bisa bertahan sampai saat ini. Jujur gue takut waktu cerita sama lo, tapi ternyata pas gue cerita rasanya beban hidup gue selama ini lepas. Plong dan nggak tertekan seperti sebelumnya," terang Seril panjang lebar. Untungnya saat ini kelas sepi jadinya tidak banyak yang melihat saat ini Seril tengah menjatuhkan air matanya.

"Lo kok nangis?" Tanya Kajen mulai mendekat.

"Lo masih nggak ngerti maksud gue, Jen?" Tanya Seril sembari mengusap air matanya. Perlahan kajen menggeleng.

"Lo jujur sekali sama gue...please jangan simpen penyakit sendirian." Kajen mulai tersentak dengan ucapan yang di lontarkan Seril. Entah mengapa ia memang manusia yang tidak percaya pada manusia.

"Kalo gue cerita sama lo, yakin lo masih mau berteman sama gue?" Mendengar itu Seril menepuk bahu Kajen keras-keras.

"Orang bodoh yang ninggalin temennya di saat dia sedang ada masalah, Jen. Sumpah gue nggak pernah bisa tidur karna mikirin lo. Gue belum bisa jadi temen yang baik buat lo Jen..."

"Please, cerita sama gue. Buka semua sakit hati lo, berbagi sama gue...jangan lo simpen sendiri, gue mau lo jujur..." seketika air mata Kajen turun, lalu ia menarik Seril ke taman belakang untuk menceritakan segalanya. Segala keluh kesah hingga masalah yang sangat sulit ia jalani saat ini.

....

"Gue benci banget sama lo, Jen sumpah!" Ujar Seril sembari terisak saat mendengar semuanya, semuanya yang Kajen ceritakan pada Seril.

"Ma-maafin..gue.."

"Kenapa lo nggak cerita? Lo simpen masalah ini sendiri...hiks...pantesan selama ini gue kurang tidur, gue selalu mikirin yang ga jelas, ternyata gue punya temen yang nyimpen masalahnya sendiri," tutur Seril dengan derai air mata. Kajen menunduk dengan segala keputus asaannya.

"Maafin gue juga selama ini nggak berusaha buat bantuin lo, Jen," ucap Seril.

"Enggak, Ril. Lo mau dengerin gue aja, lo udah sangat membantu," jawab Kajen sembari memegang kedua tangan Seril.

"Lo harus dapet pertanggung jawaban, Jen. Lo nggak bisa di giniin,"ujar Seril dengan tekad. Dengan cepat Kajen menggeleng.

"Nggak,Ril. Nggak-"

"Lo jangan gini dong, Jen?! Lo-"

"Gue udah nikah, Ril." Sela Kajen dengan suara pelan. Mendengar itu Seril menatap Kajen dengan tatapan tidak percaya.

"Sama David brengsek itu?"

"Bukan," balas Kajen.

"Lalu?"

"Sama kak Albar," jawabnya buka semua rahasia yang selama ini ia simpan sendiri.

"Lo jangan bercanda," tuduhnya.

"Gue serius,tapi gue mohon jangan cerita ke siapapun tentang ini, yang jelas setelah perut gue udah mau membesar, gue bakal berhenti sekolah."

Seril memeluk Kajen dengan sangat erat, rasanya ia benar benar teman yang buruk buat Kajen. Sampai temannya terkena masalah seperti ini dia tidak berbuat apapun.

"Gue minta maaf, gue merasa sangat bersalah..." ucap Seril.

"Makasih udah buat gue jujur, Ril. Gue lega demi apapun," ungkap Kajen lalu mengusap air matanya.

"Gue janji nggak akan nyebar berita ini, Jen. Sumpah mati gue bakal jaga rahasia lo. Gue mohon mulai dari sekarang nggak ada yang harus lo sembunyiin lagi dari gue,lo mau janji kan?" Tanya Seril dan langsung di angguki Kajen.

"Jangan pernah berpikir lo nggak punya siapa-siapa Jen. Biarin bokap lo yang sialan itu, yang terpenting ada gue di sini yang selalu ada buat lo," ucap Seril kembali membuat senyum Kajen mengembang.

"Tapi...bagaimana kak Albar yang bisa gantiin semuanya?" Tanya Seril lalu perlahan Kajen mulai buka suara.

...

Kini sudah waktunya pulang sekolah, semua murid berhamburan untuk kembali ke rumahnya masing-masing mencoba meluapkan segala keluh kesahnya di rumah. Sedangkan Albar di sini tengah menunggu seseorang di depan kelasnya, siapa lagi kalau bukan Kazena Rosan.

Melihat Albar yang masih stay di depan kelas sepuluh, Dela dengan cepat langsung menghampiri Albar.

"Bar, dari pada lo di situ mending kita ke kelas buat belajar. Waktu olimpiade sebentar lagi," ucap Dela memberitahu.

"Lo belajar duluan, gue masih ada urusan," jawab Albar. Sontak Dela tersenyum miring.

"Nganterin adek kelas itu? Pentingan mana bar sama lomba kita?" Tanya dela refleks Albar menoleh.

"Lo nanya?" Tanya Albar.

"Iya!" Jawab dela mantap. Dan saat itu juga sudah ada Kajen dan Seril yang baru saja keluar dari kelas langsung terdiam saat melihat Albar dan Dela tengah bercakap.

"Jen," panggil Seril saat melihat raut Kajen. Kajen menoleh dengan senyum tipisnya.

"Nggak apa-apa-" belum selesai kajen membalas ucapan Seril, tiba-tiba saja Albar memegang tangannya.

"Udah ngerti kan?" Jelas Albar pada Dela saat Albar memegang tangan Kajen. Lalu albar berjalan sembari menggandeng tangan Kajen, kajen yang tidak mengerti hanya mengikuti Albar.

Sepeninggalan Kajen dan Albar, Dela menahan isaknya lalu berlari menuju kelas sedangkan Seril tersenyum tipis.

Lain dengan Kajen dan Albar yang sudah berada di dalam mobil.

"Kak,kok lo pegang tangan gue di depan kak dela sih? Kalo dia curiga gimana?" Tanya Kajen. Albar memakai seatbeltnya lalu mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Ih...kak Albar-"

"Mulai besok lo nggak usah sembunyi-sembunyi lagi," sela Albar membuat Kajen menatap Albar tidak percaya. Apa maksud lelaki ini?

"Kenapa kak?" Tanya Kajen. Lalu albar menoleh,

"Biar semua orang tahu bahwa lo punya gue," jawabnya lalu mulai menjalankan mobilnya.

...

Lanjut nggak? Ada yang begadang? Double up nih kalo ada:)

24/7 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang