01. Ketum Galak!

621 95 78
                                    

Tama mencomot marshmallow di mejanya, tangannya masih menari lincah di atas ponsel. Memainkan permainan battleground yang biasa kami bertiga mainkan di saat senggang.

Namun, untuk kali ini gue tidak sedang berkeinginan untuk memainkannya bersama Tama. "Yo, join sini. Pagi-pagi beban semua anjir random match gue." Gue menggeleng sepintas dan menyarankan Arleen saja yang sebaiknya ikut.

Gadis itu menancapkan susu kotak mokanya kasar. Tangannya bersedekap kesal. "NGGAK! GUE UDAH APUS!"

"Oh ... karena semalem. Sori lupa. Yaudahlah-"

"JANGAN KARINA LAGI!"

"DIH, GE-ER ORANG GUE MAU SOLO!" Gue hanya menggeleng tidak paham apa yang terjadi diantara keduanya. Canggung terjadi setelah Tama memulai permainannya. Arleen menatap Tama sinis, kelihatan emosi banget dia dari caranya menatap.

Untuk mendinginkan suasana, gue hendak membuka topik baru. Tapi....

PRIIIT!

Peluit tanda kumpul cacapsis dibunyikan. "Ya ampun, baru juga mulai!" Tama melangkah gontai. 

"SUSU GUE KEBURU NGGAK DINGIN LAGI. KAK ARKAAA SIALANNN!" pekik Arleen memaki kakaknya sendiri yang tidak ada di sini. Napas gue terembus gusar, bangkit dari tempat duduk dengan hati terpaksa.

Andai saja Tama tidak melancarkan ide gila itu....

Sesantai apa gue sekarang?

 "Semangat Tama!" Mahesa menyemangati Tama. Tama hanya tersenyum simpul menanggapinya. Aneh-aneh aja dunia perbuayaan.

"CACAPSIS! KUMPUL!" Seorang OSIS meneriaki kelas kami. Ya, mungkin saja dia datang gara-gara kita tidak kunjung sampai ke lapangan. Memang mereka pas jaman rekrutmen sesemangat itu sampai-sampai enggak pernah telat ya? Terserah, deh.

Gue, Tama dan Arleen kaget dan langsung lari. Gue dan mereka sampai tepat pas peluit selesai. Ketua 2 meneriaki kami. 

"Ini katanya mau jadi OSIS atau gimana, sih? Kok kumpul aja lama? Nggak disiplin! Gimana mau keterima?" 

Baru saja gue ingin menegur Ketua 2 dengan suara cemprengnya itu, dia membekap mulut gue. "Nggak usah protes, iya gue tau suara gue ganggu. Salah sendiri telat."

Dua kata. Gue kesel.

Lah, kenapa dibungkam? Katanya pas itu kebebasan bersuara ada di tiap-tiap tangan peserta. Kak Selva melepaskan tangannya. Kesempatan untuk berbicara.

"Nggak, kok! Gue gak protes. Cuma mau bilang gak usah kasar bisa gak?!" teriak gue kencang sampai-sampai menarik atensi para calon-calon pengurus OSIS.

"Lyo, lo apaan, dah?" Arleen berbisik sambil mecolek gue dari belakang. Gue memberi kode kepadanya untuk tenang saja.

Sabar, ini ada prosesnya. Demi kebaikan bersama dan tidak ada hati yang tersakiti.

"Alyoza, lo masih cari masalah sama kakel?" Sekarang gantian Kak Arka, kakaknya Arleen yang marahin gue. Astaga, cecunguk bangsat ini selalu ikut campur. 

"Leen, izin-" Arleen mengangguk cepat tanda ia tak ingin ikut campur.

"Berani aja! Gue 'kan emang enggak pengen. Gagal nggak apa-apa, berhasil bagus. Lagian ini gue menyuarakan seluruh kedongkolan cacapsis. Biar acara ini berjalan lancar dan semuanya satu suara!" sahut gue neko-neko.

Ketos Ansos [REUPLOAD] ✅ Where stories live. Discover now