11. Kebenaran

135 51 12
                                    

Gue masuk ke kelas Nata dan memanggil cowok yang tengah asyik dengan gawainya. Teriakan spontan gue memicu beberapa perhatian murid kelas Nata terarah pada gue. Gue minta maaf dan sedikit terkekeh.

Nata hanya memutar bola matanya kesal tanpa memalingkan sedikitpun dari ponsel pintarny. Gue yang merasa tidak diperhatikan harus cari perhatian.

"Kalo apa? Cepetan, ah!" Sebelum gue berbicara, dia langsung memotongnya. Kesal dan canggung, 'kan, jadinya!

"Ada lomba Bahasa Perancis. Tadi gue liat poster di majalah dinding," ucap gue sedikit kebingungan. Nata hanya tersenyum kikuk melihat perilaku gue yang cukup aneh.

"Oh, ya? Kok Pak Harun nggak ngasih tau, ya?"

"Pak Harun siapa?" tanya gue sambil menyatukan alis kebingungan.

"Gue yakin lo ada maunya ini, orang nggak ada lomba."

Gue menganggukkan kepala kecil dan nyengir kuda. Nata sepertinya kesal, mungkin dia merasa dijadikan pembantu atau pesuruh oleh gue. Sudah muak kali dia, tapi, ya, lagi yang bisa gue mintain tolong selain Nata?

Arka yang sikapnya lagi aneh terus, iya kali gue minta dia?

Nata menatap gue gue intimidasi. "Buru  nggak lo, diliatin anak lain." Gue mengikuti arah pandang Nata, satu persatu anak mulai menatap gue sedikit risih.

Gue bingung cara kasih tahu ini ke Nata sehingga Nata mulai bosan lalu cowok itu meninggalkan gue keluar dari kelasnya. Sepertinya dia mulai resah dijadikan pusat atensi.

"Tungguin gue! Gue mikir dulu!" Gue mencekal lengan Nata.

"Apalagi, sih? Pak Harun siapa? Dia itu walas gue dan guru bahasa khusus kelas X sama XI jurusan bahasa. Mending gue tinggal lo, lama bener!" dercaknya.

"Makasih udah jawab siapa itu Pak Harun. Gue mau bareng boleh, ya? Gue nggak ada rapat kok! Ini doang yang mau gue ngasih tau," pinta gue memelas.

"Pacar lo udah keluar rumah sakit, 'kan? Udah ah gue bukan pacar lo. Bareng pacar lo aja sana! Pacar gue helm. Lagian gue nggak mau kena tojos lagi, sakit," keluhnya sambil melepas lengannya dari genggaman gue.

"Tapi dia masih aneh sama gue! WhatsApp, LINE, dan bahkan Instagram gue di block kemaren!" Gue berusaha mencekalnya lagi tapi dia mengelak.

"Mau gimanapun dia pacar lo. Gue itu cuman temen lo!" Yah, permintaan gue ditolak mentah-mentah sama Nata. Terus gimana, anjir? Gue harus pulang naik apa coba?

"Yaudalah, Nat. Capek gue serah lo!"

***

Gue benci pulang sendiri. Gue tadi minta nebeng sama Tama dan Arleen, ditolak gara-gara mereka pengen nonton berdua. Memang, ya, bucin itu sampe bisa lupa temen sendiri. Gue sempet maksa katanya mau makin deketin hubungan lagi biar nggak kehilangan predikat couple goals.

Akhirnya, gue jalan kaki deh pelan-pelan ke rumah. Soalnya gue nggak bawa motor atau mobil karena tadi pagi Nata ngajakin bareng tapi sekarang malah nggak mau pulang bareng. Aneh. Mungkin dia punya pacar juga kali makanya mendadak nggak bisa. 

Dipikir-pikir mukanya juga tampan. Mustahil kalau nggak punya pacar. Sejelek kakak gue aja pacarnya mirip model.

Sedih amat jadi gue, temannya sedikit. Punya gandengan semua lagi!

Sialnya lagi, baterai ponsel gue 0% terus tukang ojek deket sekolah nggak mangkal karena hujan. 

"Anjir, ada nggak malaikat gitu turun nawarin bareng?" Gue memeluk badan gue sendiri. Dingin, hujannya semakin deras.

Ketos Ansos [REUPLOAD] ✅ Where stories live. Discover now