05. Tertolak

236 66 27
                                    

Dua bulan setelah menjadi Ketua OSIS...

Gue melirik jam di kelas berkali kali dan berharap ada tugas OSIS yang membuat gue bisa kabur dari dunia kebosanan sejarah. "Bosen, anjir!" gerutu gue berkali kali. Arleen hanya menyikut gue dan memberi kode untuk mengerjakan tugas

"Sakit!" Gue menampar bahu Arleen.

"Makanya kerjain, dih!" Arleen kembali mengerjakan tugas sambil menyesap susu moka seperti biasa.

Gue masih berceloteh, menggerutu, dan bergumam sendirian hingga akhirnya satu umpatan keluar dari dua makhluk sok tampan di belakang gue. Devan Raja Kucing dan Tama Raja Penggoda, ups, maaf Devan dan Tama.

"Apaan sih lo? Mau tebar-tebar pesona sama gue? Gak ngaruh! Malahan gue kasih kucing. "

"Ish, Lo mah kayak Anya! Gilanya enggak ketulungan. Udah tau fobia gue sama kucing."

"Banyak alasan! Lama lama gue demisin juga lo! Entar abis demis, gue kasih kucing sekarung," tawa gue.

Entah kenapa si Devan jadi diem pas gue bilang mau di demisin. Gue hanya terkikik kecil, pengen ngakak tapi nanti kepergok.

Devan memberi kode ke gue untuk ngadep ke depan. "Apaan anjir?" Gue menghadap depan dan tiba-tiba...

"Hayo, kamu! Udah sampe nomor berapa coba?" Pak Johan memukul mistarnya di meja gue.

"Eh iya pak maaf!" Gue berpura pura ngerjain.

"Ngobrol lagi, bapak demisioner awal kamu." Pak Johan berbalik menuju meja guru.

Arleen, Devan, Tama, dan seisi kelas tertawa kencang dengan sangat geli. Gue mendercak kesal akibat dibaduti oleh tiga manusia yang berakhlak minim seperti isi dompetmu.

"Rasakan kenikmatan mistar Pak Johan!"  bisik Devan puas. Gue hanya menahan amarah gue. Gue mau gak mau harus ngerjain tugas yang ribet kayak hubungan lo sama mantan. 

Tok! Tok! Pintu kelas di ketok. Pak Johan mentap anak kelas sebentar kemudian beliau membukakan pintu kepada manusia yang ada diluar sana.

"Assalamu'alaikum, Pak Johan!" Anya datang dan langsung menyalami Pak Johan.

"Guys, kata Bu Ana yang OSIS suruh ke ruang OSIS. Terimakasih!" ucap Anya sejenak lalu pergi.

Makasih, Ya Allah! batin gue senang dalem hati.

Gue mengajak Arleen, Janet, Tama dan Devan. Kami pamit dan izin kepada Pak Johan.

"Jangan ngobrol lagi!" Giliran gue yang pamit, Pak Johan malah menoyor kepala gue.

"Ih, sakit, Pak! Saya janji sumpah," jawab gue ketakutan.

"Udah bersumpah lho, ya."

Tiga serangkai minim akhlak itu lagi-lagi tertawa. Kayak, mereka tuh bahagia banget liat gue dijadiin boneka sama bapak Johannes tercinta.

"Hahaha, Ketos gak becus," ucap Janet santai seperti pedang tumpul yang menusuk secara perlahan.  Ketawa ajalah biar cepat, kalah saing sih, makanya bawaannya sarkas terus ke gue.

Gue dan anak OSIS 11 IPA-3 lainnya berjalan ke ruang OSIS yang jaraknya tidak begitu jauh. Hanya tinggal belok kiri, kalian bisa sampai di ruangan penuh kehormatan itu. Disana, gue melihat seonggok manusia tampan tapi menyebalkan disana.

Seharusnya dia sudah tidak ada wewenang lagi masuk kesini. Sudah menyandang predikat mantan ketua soalnya.

Dia ngapain anjir? Udah Demis kok masih ke ruang OSIS, gumam gue heran.

"Halo, Lyo!" sapanya ramah. Kenapa coba? Sok imut banget asli, harus banget ya, dimples ditunjukkin? Dikira perasaan kesal gue langsung hilang secepat jentikan jari Thanos gitu. Apa dia merasa enggak ada salah sama gue pas LDKS? 

"Apaan sih lo? Ngapain disini? Lo bukan ketua lagi... Ketuanya gue dan gue berhak ngusir lo... Syuh!" Gue mendorong pelan Kak Arka.

"Santuylah enggak usah ngegas. Gue kesini mau ngasih motivasi buat kalian kalian OSIS baru, " jelasnya.

Bibir-bibirmu baru, udah 3 bulan masi baru ya? Waduh, masa jabat kita makin panjang aja ya... Padahal gue pengen cepet-cepet demis, enggak liat muka Ketos songong itu lagi dan lulus. Ralat. Manketos.

Gue cuman ber-oh ria. Gue masuk ke ruang OSIS bersama Kak Arka. Kami di anjurkan memakai jas jabatan terlebih dulu lalu seminar di mulai. Materi dan materi di jelaskan dengan rinci seperti pengalaman Kak Arka saat menjabat sebagai OSIS. Tak hanya Kak Arka yang bercerita namun ada Kak Dea, Kak Selva, Kak Tirta dan Kak Luna.

***

Gue melepas jas OSIS yang bikin gue gerah dan kaku. Gue langsung meregangkan tubuh. "Yo, ikut gue." Kak Arka narik tangan gue. 

"Eh, eh! Apaan nih njir?" Gue berusaha melepas genggaman tangan Kak Arka.

Bukannya meregang atau Melepas, ini malah makin kenceng dan makin keras. "Woy, sakit anjay!" teriak gue. "Eh, maaf." Segera, ia melepas tangan gue. Ada apasih? Hiperbola banget... Gue paling enggak suka dikode-kodein kayak gini.

Langsung aja, enggak usah banyak iklan dan banyak dialog. Part ini udah kelebihan dialog.

"Cepetan ih!" sela gue ditengah sunyi yang berbaur diantara gue dan Kak Arka

"Gue butuh ngomong di rooftop," tukasnya parau. "Iya ah! Sekalian aja nyampe gue kena demis duluan." Gue terpaksa ngikutin Kak Arka.

"Penting, enggak ada lima menit kita selesai. Lagipula gue udah ngasih surat izin."

Eh, anjir sebar-bar itu dan sebebas itu kewenangan mantan ketua OSIS memainkan perizinan guru? Mau ngomong sesuatu yang enggak ada gunanya sampai-sampai ambil surat izin. Emang sepenting apaan coba?

***

"Cepetan ngomong!" teriak gue.
"Sebenernya gue suka lo, lo mau ga nerima cinta gue?" tanyanya.

Sangat tak terduga. Udah ketebak, sih, apalagi pas Sandra ngomong ke gue. Metafeeling anak indigo suka benar juga ternyata. 

"Eh lo mintain gue surat izin cuman buat nembak gue? Gak penting," balas gue cepat seraya melepas genggaman Kak Arka. Sesinting itu dia? Gak ngaca seberapa besar jurang luka gue yang dia buat pas LDKS.

Ya, sejujurnya gue menyimpan setitik rasa. Tapi, kalau gue jawab iya, rasanya enggak adil sama luka menganga di hati gue. Bukan gengsi, hanya demi keadilan. Sepertinya.

"Woy! Gue serius," teriak Kak Arka serak. Sepertinya dia menahan amarah dan kesedihan di waktu yang sama dalam ruang hatinya.

"Gak mau," ucap gue menahan marah.

"Yang bener, dong. Mana suara lo pelan banget." Nada tingginya seolah ingin menjai pemantik api kemarahan yang sudah gue usahakan untuk tidak meledak disini. 

Tapi gimana, ya? Emosi juga. Apalagi sambil diteriakin, artinya juga dia gak menghargai keputusan gue yang sudah jelas memberi sinyal penolakan.

"GAK GUNA LO TERIAK TERIAK! LO UDAH BIKIN GUE KEHILANGAN MOTIVASI PAS LDKS DAN BUAT GUE MALU PAS LDKS. SAMPE GUE MATI GUE ENGGAK BAKAL NERIMA LO SEBAGAI PENDAMPING HIDUP GUE! GUE BENCI SAMA LO! LO ITU ORANG ENGGAK PENTING!" teriak gue sambil menangis emosi.

Gue turun tangga menuju kelas. Gue menangis. Gue sebenernya juga nyimpen perasaan serupa namun gengsi gue masih ada. Samar- samar gue mendengar tangisan Kak Arka. Gue bukannya iba melainkan dendam gue makin menjadi jadi dan gue bodo amat.

Apa yang dibayarkan, harusnya hasilnya sepadan, 'kan?

Up tiap Jumat
Jangan lupa voment dan share
Lup yu ❤️

Tes-tes, ada pembaca enggak :D

Ketos Ansos [REUPLOAD] ✅ Where stories live. Discover now