03. Konsekuensi

316 74 42
                                    

"Kamu sebagai Ketua OSIS harusnya tahu batasannya, Arka. Kamu sudah disaring secara kemampuan batin dan fisik sebelum terpilih, melawan puluhan orang. Pas pemilihan kamu memenangkan hati para siswa, kamus udah setahun jabat. Ibu tahu adik kelas kamu salah dan kamu temperamental, tapi kamu tahu tindakanmu itu keterlaluan."

Gue hanya menyimak ceramah yang diucapkan Bu Ani sambil memampus-mampusi Arka dalam hati. Lagian dendam di bawa ke dunia organisasi.

"Lyo kamu juga, ya. Lagi rekrutmen, jaga sikap. Pasti mimpi kamu buat dapetin jabatan Kak Arka tinggi, kakakmu ini nggak mudah buat dapat jabatannya, lho." Gue hanya tersenyum terpaksa menyimak nasehat Bu Ani. Arka menatap gue dengan tatapan seakan dengerin tuh.

"Baik, Bu. Maaf atas sebelumnya."

"Iya, udah. Jangan diulangi lagi. Arka, hukuman dia terserah kamu, ya. Jangan aneh-aneh lagi kamu. Udah kalian lanjutin ospeknya sana."

"Siap, Bu." Gue dan Arka angkat kaki dari ruangan BK. Gue benar-benar puas karena setelah dari ruangan konseling Arka benar-benar diam dan hanya memainkan tali komandonya tanpa mengucap sepatahpun. Tidak ada kerusuhan di sini. Bintang lima untuk Arka karena mau menurut dengan guru.

Kami kembali ke lapangan, Arka mengambil alih acara yang semulanya dipegang oleh Kak Tirta. Ia sesegera menutupnya lalu menginfokan kepada para calon ketua OSIS untuk tetap ditempat karena ada informasi mengenai pemilihan. Jujur saja, gue heran karena Arka tidak menghukum gue seperti yang Bu Ani suruh.

Bukannya tenang, justru kali ini tampak janggal.

Kak Selva yang sadar pikiran gue terbelah, segera berteriak. "KALI INI PERHATIIN YA NGGAK ADA YANG ASYIK NGELAMUN. NGGAK ADA PENGULANGAN INFORMASI!" Gue langsung tersentak dan berhenti berpikir soal keganjilan hukuman Arka.

"Ada yang mau ditanyakan? Adhit, Janet, dan Lyo?" Janet sesegera mungkin mengangkat tangan.

"Kak, jadi ini semuanya secara teknis kepilih, ya? Tapi pembagian kepemimpinannya yang beda?"

"Betul. Suara terbanyak terakhir jadi Kepala Sekretaris atau Sekretaris Umum, merapel juga Ketua Pengamat Sekbid 2. Yang kedua jadi Ketua Pengamat Sekbid 1 atau Waketos. Yang kesatu jadi Ketum. Nah, yang nggak ada suara sama sekali jadi kepala babu." Arka menekankan kata kepala babu sambil menatap lurus ke arah gue, Kak Tirta dan Kak Selva turut menahan tawa bersama calon lain.

"Kak, Adhit mau nanya. Promoter boleh milih dari temen sendiri?" Tanpa menjawab, Arka mengacungkan jempolnya.

"Udah, nih. Jangan gugup, mau mastiin jabatan lo kepala babu buat si yang belum nanya boleh. Iya, gue pastiin lo jadi kepa-"

"Berisik lo, anjing."

"HEH, KATA-KATA! MAU POIN LO DIKURANGIN PAS PEMILOS?" ancam Kak Tirta dengan suara berapi-api.

"Korupsi, anjir, namanya!" tegur Kak Selva.

"Iya juga ... poin sikap aja, deh."

"Woi, gue mau nanya," ucap gue tidak sopan kepada Arka.

"Nggak mau jawab, nggak sopan."

"Babi lo, Arka. Nih, Bu Ani bilang katanya gue harus dihukum sama lo. Mana? Nggak kompeten amat jadi ketua nggak ngasih hukuman." Semua makhluk yang tersisa di lapangan langsung tertuju kepada gue salut. Iyalah, gue keren, kan? Anak jujur dan mau mengakui kesalahan. Emangnya Arka? Sudah salah sok-sokan marah sama orang.

"Nanti. Udah, ya, sekarang kalian pulang aja. Kecuali Lyo bersih-bersih sekolah karena hari ini lo satu-satunya OSIS yang jadi resmi kepala babu. Jangan lupa istirahat yang cukup buat Senin, ya!" Dia nyebelin banget nggak, sih? Gue bingung kenapa makhluk se-setan dia bisa mendapatkan simpati sekolah sampai terpilih jadi Ketua OSIS.

Ketos Ansos [REUPLOAD] ✅ Where stories live. Discover now