Hallelau

14.3K 1.2K 20
                                    

Tembok besar tampak mengelilingi sebuah bangunan luas bergaya klasik yang terletak di tepi tebing tinggi. Di atas tebing terdapat Desa Wizard, tempat para Wizard berkumpul, tinggal, dan berlatih. Lalita terpana menatap bangunan megah bak istana yang di kelilingi tembok besar. Terdapat lima menara dan satu menara terbesar berada di tengah.

Gerbang utama terbuka menyambut kedatangan murid baru Hallelau. Pemandangan yang sangat menakjubkan melihat berbagai makhluk immortal pilihan berlatih dengan serius di atas rerumputan hijau yang tampak sangat terawat.

"Para murid baru harap berkumpul di depan air mancur." kata sebuah suara sesaat setelah murid baru memasuk dari pintu gerbang. Lalita hanya mengikuti arus kemudian turun dan berdiri di samping kudanya sama seperti murid lainnya.

"Kau pasti Lalita Yohansen, murid inti bukan?" tanya seseorang yang sama sekali tidak di kenali Lalita. Tapi dari bau dan auranya orang itu adalah Wizard.

"Iya, benar." jawab Lalita sekenanya.

"Murid inti tidak berlatih di sisi barat Hallelau tapi di sisi timur. Guru Besar sudah menunggu mu di menara utama. Aku tidak bisa mengantarmu karena banyak murid baru yang harus di data. Tapi jangan khawatir bayangan ku akan memandumu." kata orang itu ramah.

Berikutnya Lalita kembali terpana oleh sihir sang Wizard. Dengan sedikit rapalan mantra orang itu seakan membelah diri menjadi dua orang kembar identik.

"Kenapa bengong? Ayo ikuti aku." katanya sambil memberi isyarat pada Lalita agar menuntun kudanya.

"Kalau boleh tau siapa namamu?" tanya Lalita pada bayangan sihir Wizard tadi.

"Aku hanya bayangan, tugasku hanya mengantarmu dan memberitau tempat-tempat mana saja yang harus kau tuju. Memberi tau identitas ku yang asli bukan bagian dari tugasku." katanya membuat Lalita mendesah kecewa.

"Masukkan kudamu di kandang yang kosong." kata bayangan sihir pada Lalita ketika berada di dekat istal kuda.

"Untuk masalah kuda kau tidak perlu khawatir. Ada petugas khusus yang akan merawat kudamu sekarang ikuti akau ke menara utama." kata bayangan sihir.

Lalita heran, kenapa bayangan sihir dengan orang yang membuatnya bisa sangat berbeda. Jika ia berhasil membuat bayangan sihir nantinya, Lalita akan menyempurnakannya sebaik mungkin agar bisa memberikan informasi yang sejelas-jelasnya.

Kagum, itulah kata yang tercetak di dalam pikiran Lalita ketika memasuki bangunan. Karpet merah merentang di setiap sudut ruangan. Hampir tidak ada ubin yang tidak tertutup karpet. Tembok tua yang terlihat sangat terawat namun dengan nuansa kalsik yang kental. Lampu gantung kuno, pilar-pilar, hingga tempat lilin merah yang tampak antik dan elegan. Hingga akhirnya Lalita sampai di depan sebuah pintu coklat dari kayu mahoni dengan gagang pintu di cat emas.

"Tugasku sudah selesai. Sekarang masuklah." kata bayangan itu.

Lalita mengamati sekilas pintu di hadapannya lalu menoleh untuk sekedar berterimakasih. Namun bayangan sihir sang Wizard telah menghilang. Dengan ragu-ragu Lalita membuka pintu perlahan mencegah pintu berderit lebih keras.

"Bagaimana apa kau menikmati perjalananmu?" tanya Johanna yang sudah duduk di salah satu kursi dekat dengan seseorang yang sudah tua namun masih terlihat sehat dan bugar.

"Ya, semua orang sangat ramah." kata Lalita ragu sambil mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jangan terlalu percaya pada satu dua orang. Kau belum melihat yang lainnya." kata Johanna dengan sedikit nada sinis pada kalimatnya.

"Lalita mendekatlah." kata pria tua yang duduk di samping Johanna dengan suara serak. Lalita sudah tau dia adalah Guru besar Wizard yang sangat di segani bahkan oleh kaum Witch sekalipun.

My Mate is White WolfWhere stories live. Discover now