Hurt

12.2K 929 65
                                    

Telah ku lihat sisi gelap bulan untuk sampai padamu. Namun sisi tergelap dari bulan bukanlah bayangan maupun kegelapan. Tapi kau. Kenapa bulan mengirim diriku untuk sampai padamu. Kenapa bulan menciptakan kau untukku. Kenapa harus kau Sean Anderson?

Lalita Yohansen

***

Upacara pemakaman telah lama berlalu. Namun orang-orang masih enggan meninggalkan area pemakaman yang masih di penuhi beberapa orang yang menatap sendu setiap nisan berhias bunga di hadapannya.

Hal yang sama juga Lalita lakukan. Dengan gaun hitamnya, Lalita berdiri di depan makan Silvi yang di penuhi bunga lili kesukaannya. Lalita tidak menangis, dia hanya berdiri tenang sambil memandang nisan Silvi dengan pandangan yang sulit di artikan.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya kemudian meletakkan sebuket bunga lili pada makam Silvi. Rambut merahnya masih sama. Hanya saja wajahnya terlihat begitu lelah juga mata yang sedikit sembab. Beberapa lebam tampak menghiasi bibir dan pelipis Ariella. Lalita mendekap erat sahabatnya begitu pula sebaliknya. Saling berbagi rasa bahwa mereka sama-sama kehilangan.

"Belum lama aku menemukan mateku sekarang aku harus kehilangan sahabatku." kata Ariella sambil memandang sendu nisan Silvi.

"Apa yang bisa kita lakukan jika Sang Dewi telah berkehendak?" balas Lalita yang membelai lembut punggung Ariella.

"Ariella." panggil Gamma Eros, matenya memberi isyarat bahwa Ariella harus pulang.

"Aku harus pergi. Maaf."

"Tidak apa-apa."

Ariella meraih tangan Eros kemudian menyungingkan senyum yang agak di paksakan. Sebelum pergi Eros tersenyum lalu membungkuk hormat pada Lalita dari jauh. Lalita mengamati mereka sejenak. Eros mengajak Ariella mengunjungi makam Julius sebelum pergi meninggalkan area pemakaman.

"Kau masih berduka?" tanya suara datar yang begitu khas dari belakang Lalita.

Lalita diam. Dia masih kesal pada Sang Alpha. Jika Sean tidak menghalanginya semalam mungkin dia masih bisa bercengkerama bersama Silvi sahabatnya. Namun realita lebih kejam. Malam itu dia kehilangan banyak keluarga. Bagi Lalita semua anggota pack adalah keluarganya. Silvi adalah salah satunya yang sangat berarti.

Lalita melirik sekilas ke arah Shakira dan Sky yang hendak meninggalkan area pemakaman. Beberapa plester pembalut luka menempel di wajah Shakira. Ketika pandangan mereka bertemu sesaat. Senyum picik terukir samar di bibir ranum Shakira sebelum akhirnya memalingkan wajahnya dengan angkuh.

"Jawab aku."

"Aku harus mengatakan apa?" tanya Lalita ketus.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Sean dengan nada melembut.

"Perasaan ku? Lalu apa pedulimu Alpha? Apa pedulimu dengan perasaanku? Pertama kau menyakiti aku dengan mencium mantan kekasihmu, kedua kau menyuruhnya menghalangi jalanku dan ketiga." Lalita menarik nafas dalam sebelum membuangnya perlahan kemudian tersenyum manis. "Kau membuat ku kehilangan sahabatku. Apa kau puas!"

"Tidak."

"Bagus."

"Percayalah bukan ini yang aku inginkan." Sean menggeleng frustrasi.

"Lalu apa yang kau inginkan?" ketus Lalita sambil mengangkat dagu angkuh. "Shakira. Mate dari Betamu? Harusnya aku tau. Tidak ada Alpha yang setia."

"Lalita."

"Alpha sepertimu hanya bisa menyakiti!" Lalita nyaris meledak.

"Kau cemburu buta pada Shakira bukan? Sampai-sampai kau membuatnya terluka menghantam nakas. Dan satu lagi sebenarnya kau anggap aku ini apa? Alpha rendahan begitu!?" Sean membentak Lalita dengan nada tinggi. Untungnya suasana pemakaman telah sepi. Tak ada siapa pun di sana kecuali mereka.

My Mate is White WolfWhere stories live. Discover now