Escape

12.2K 1.1K 35
                                    

Jangan lupa Vote dulu sebelum baca : )

Kayaknya lagunya cocok buat suasana pelarian.

Jangan tanya author dapat inspirasi dari mana kalau bukan novel fenomenal yang di filmkan tahun 2009 yang keren abis kalau bukan Twilight karya Steven Mayer.

Selamat membaca...

💗💗💗

.

.

.

.

Cahaya matahari perlahan merambat masuk dari dinding kaca yang tidak tertutup gorden. Hangat dan silau menerpa wajah Lalita secara bersamaan. Kelopak mata Lalita serasa begitu berat untuk sekedar terbuka. Badannya serasa remuk serta wajah dan baju di sekitar bahunya terkena cipratan darah.

Lalita mencoba untuk duduk. Tubuhnya kebas luar biasa di tambah rasa lelah dan lemas tak bertenaga. Obat yang kemarin Erik suntikan benar-benar berefek sangat besar. Rione bahkan sampai harus tidur panjang di dalam alam bawah sadar Lalita untuk memulihkan diri.

Pintu di ketuk kemudian terbuka menampilkan pelayan yang membawa troli berisi makanan. Lalita heran kenapa bukan Alin yang mengantarkan makanan untuknya.

"Nona, makanan sudah siap. Apa ada tugas lain untuk saya?" tanya pelayan itu dengan senyum palsunya yang dapat dengan mudah Lalita sadari.

"Dimana Alin?" tanya Lalita datar.

"Oh pelayan cupu itu."  Lalita menyipitkan mata menatap tajam pelayan di hadapannya. "Tuan besar sedang memburunya karena tidak menaruh ramu-" pelayan itu berhenti bicara. Di lihat dari ekspresinya sepertinya dia salah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ia katakan.

"Karena tidak menaruh?" tanya Lalita mengulang kata-kata pelayan tadi.

"Maaf nona saya tidak bisa memberi tau anda karena jika Tuan Besar mengetahuinya bukan hanya saya, tapi juga seluruh keluarga saya akan di bantai dalam semalam."

Lalita hanya tersenyum simpul mendengar penuturan pelayan Vampir itu. Dengan satu kibasan tangan Lalita memerintahkan pelayan itu untuk pergi. Pelayan itu bersikeras menetap di sana untuk memastikan Lalita benar-benar memakan sarapannya yang malah membuat senyum Lalita kian melebar yang lebih mirip pada seringaian. Tanpa aba-aba Lalita menghempaskan pelayan itu dengan sihirnya hingga batuk darah akibat membentur dinding terlalu keras.

"Pergi!" titah Lalita yang telah berdiri di hadapan si pelayan yang masih terduduk dan terbatuk batuk.

Pelayan itu bangkit menatap nyalang pada Lalita sambil diam-diam merapalkan mantra. Menyadari apa yang pelayan itu lakukan Lalita menatap tajam pelayan itu sambil merasai sihir di sekitarnya secara harmonis. Pelayan itu kembali terbatuk darah dengan seluruh tubuhnya yang kebas dan sulit di gerakan di tambah rasa nyeri tajam yang menghujam hampir seluruh tubuhnya. Lalita tersenyum miring. Vampir itu adalah salah satu percobaan Lalita dalam menggunakan pengendalian darah bukan hanya Elemen.

"Pergi atau mati?" tawar Lalita untuk yang kedua kalinya.

Tak berani membantah, dengan tertatih-tatih pelayan itu segera pergi sambil memegang dadanya yang terlihat sesak.

My Mate is White WolfWhere stories live. Discover now