#3

5.4K 162 1
                                    

"Count lah yang menyuruhku, ia memerintahkan ku untuk mengawasi dirimu, maka dari itu aku datang ke sini" Gabriel menjelaskan kepadanya, dan kemudian ia melompat masuk ke dalam kamarnya Anna.

Anna pun langsung terdiam sejenak, dan mematung saat Gabriel menyebutkan nama Count. Ya, Count Dracula, seorang Raja Kegelapan yang begitu menginginkan Anna, dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya.

"Tapi kenapa ia menyuruhmu untuk mengawasiku?" tanya Anna, yang menoleh ke arah Gabriel, yang berdiri disebelahnya.

"Karena ia takut jika kau sampai melarikan diri, meskipun nyatanya tidak mungkin" jawab Gabriel sambil menatap ke depan.

Mendengar jawabannya Gabriel, membuat Anna kembali terdiam, karena ia memang sempat berpikir ingin melarikan diri dari Count, meski ia tahu kalau itu tidak akan berhasil.

"Tidak ada seorang manusia yang mau menikah, dan abadi bersama dengan seorang Raja dari Kegelapan, termasuk dirimu", ucapnya sambil menoleh ke arah Anna, dan menatapnya dari samping, "Tapi mau tak mau, kau harus tetap menuruti kemauannya Count, meskipun terpaksa sekali pun", sambungnya.

Segera Anna mengulum bibirnya dan menghela nafasnya, "Tapi aku belum siap, untuk tinggal bersama dengannya di purinya itu, dan aku masih ingin tinggal di rumah ini!", ujarnya, sambil menoleh ke arah Gabriel.

Namun Gabriel malah menggidikkan kedua bahunya, "Kalau soal itu, kau katakan saja pada Count. Dan lagipula, seharusnya kau tidak pernah datang ke puri itu, dan aku juga sudah memperingatimu", cibirnya.

"Tapi jika aku tak datang ke puri itu, bukankah Count akan selalu menghantui mimpiku, agar membuatku tetap mendatangi purinya itu?", tanya Anna yang masih menatap Gabriel.

"Tidak juga, jika kau mengabaikan mimpimu itu, maka Count akan menyerah, dan tidak akan lagi menghantui mimpimu" jawabnya.

"Lalu apa yang harus kulakulan? Semuanya sudah terlanjur terjadi, dan aku sudah terlanjur bertemu dengan Count" ujar Anna, dengan nada suara yang lebih tinggi.

Gabriel pun langsung terdiam sejenak, dan menghela nafasnya dengan kasar, "Nasi sudah menjadi bubur, Anna. Tidak ada yang dapat kau lakukan, dan kau tidak akan pernah bisa melarikan diri dari Count, bahkan ke neraka atau ke lubang semut sekali pun, Count akan tetap menemukanmu", ucapnya sambil menatap Anna dengan dalam.

Lagi-lagi Anna terdiam dan mematung. Di satu sisi, ia sangat menyesal karena sudah mengikuti kemauannya, untuk bertemu dengan Count. Tapi di sisi lain, ia merasa cukup senang, karena salah satu dari mimpinya sudah terwujud, yaitu bertemu dengan dua makhluk kegelapan yang ia suka.


Tok tok tok. . .


"Anna, apa kau sudah tidur sayang?"

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, yang disertai dengan suaranya Axell, yang berasal dari luar kamarnya Anna.

Dan saat itu pula, Anna langsung menoleh ke arah Gabriel, dan menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi dari kamarnya. Gabriel pun menurut, dan segera melompat keluar dari jendela kamarnya Anna, lalu ia menghilang begitu saja.

Dengan cepat Anna berjalan, dan membukakan pintu kamarnya, "Belum, tapi sepertinya sebentar lagi aku akan pergi tidur", ujarnya yang kemudian menguap.

Sebuah senyuman pun, terukir diwajahnya Axell, dan diacaknya rambutnya Anna olehnya, "Ya sudah, sebaiknya sekarang kau tidur", ucapnya.

"Baik kakakku sayang" jawab Anna sambil menggangguk, dan disertai dengan sebuah senyuman.

"Selamat tidur adikku sayang, dan semoga bermimpi indah" ucap Axell sambil mengecup keningnya Anna, dan kemudian ia berjalan menuju kamarnya sendiri, yang berada tepat di sebelah kamarnya Anna.

Namun Anna hanya menggangguk dan tersenyum, lalu ia menutup pintu kamarnya kembali, dan segera merebahkan tubuhnya kembali di atas kasur.

Ia pun terdiam sejenak, sambil menatap langit-langit kamar, sedangkan pikirannya ia biarkan melayang entah kemana.





*********************





Hari ini Anna sudah mulai berkuliah kembali seperti biasanya, setelah cukup lama ia menghilang. Baginya, mengerjakan tugas-tugas yang membuatnya pusing itu lebih baik, dari pada harus bersantai-santai di dalam puri tua  dan dihantui oleh ketakutan, dan juga kengerian setiap harinya.

Dan seperti biasa, saat jam pelajaran selesai, ia akan langsung menuju ke halaman belakang kampusnya, untuk sekedar menikmati angin  yang berhembus dan beristirahat sejenak.

"Annaaaaaaaaaa"

Tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang pria, yang sudah tidak asing baginya, segera ia menoleh ke arah sumber suara, dan melihat Marcel yang berdiri di depan sana.

"Marcel?" ucapnya sambil mengerutkan dahinya.

Marcel pun langsung berlari dan memeluknya dengan erat, "Anna, akhirnya kau kembali, aku sempat mengira kalau kau sudah mati dan. . ." belum selesai Marcel berbicara, namun Anna sudah menutup mulutnya.

"Tidak usah berpikiran macam-macam, dan lagipula kau bisa lihat kan, kalau sekarang aku masih hidup dan berada di sini?" ucapnya sambil melepaskan pelukannya Marcel.

Dengan cepat Marcel menggangguk dan menatap Anna, "Aku sangat khawatir pada dirimu Anna, karena kau sempat menghilang cukup lama, bahkan ponselmu juga tidak bisa dihubungi", ucapnya.

Setelah mendengar penuturannya Marcel, Anna berpikir kalau ia harus memberitahu Marcel, tentang hal yang sebenarnya, agar jika suatu saat nanti ia menghilang lagi, Marcel sudah mengetahuinya, dan mungkin tak akan kebingungan lagi mencarinya.

Lalu Anna terdiam, dan menarik nafasnya dengan panjang, dan dibuangnya perlahan-lahan, "Ada yang ingin kuceritakan padamu Marcel", ucapnya sambil menatap ke depan.

"Tentang apa?" tanya Marcel yang masih menatapnya.

"Tentang menghilangnya diriku beberapa hari yang lalu" jawabnya.

"Oh ya? Bagaimana ceritanya, tolong kau ceritakan denganku" ucap Marcel yang terlihat begitu antusias.

Dan Anna pun, mulai menceritakannya pada Marcel dengan begitu detail, bahkan tak ada satu pun yang terlewat.











To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora