#12

3.8K 122 0
                                    

Sebuah senyuman kebahagian tampak terukir diwajahnya Axell yang baru saja tiba di rumahnya. Dengan bersemangat, ia berjalan memasuki rumahnya sambil menenteng sebuah kamera.

"Anna. . . Anna, kau sedang berada dimana sayang?" pekiknya sambil memperhatikan sekitar, dan berjalan menuju ruang keluarga.

Sesampainya di ruang keluarga, ia segera mendudukkan tubuhnya di atas sofa, dan meletakkan kameranya di atas meja. Dan kemudian ia menarik nafas dengan panjang, dan membuangnya perlahan.

"Anna. . . Apa kau sedang tidur?" pekiknya kembali, sambil melirik ke arah jarum yang berada di dinding, yang sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore.

Hening. . . Tak ada jawaban apa pun dari lantai atas.

"Kemana dia? Apa sedang tidur?" batinnya sambil mengerutkan dahinya.

"Anna adikku sayang, kau sedang apa?" pekiknya lagi, sambil melirik ke arah tangga, yang berada tidak jauh di belakangnya.

Namun lagi-lagi, hanya keheningan saja yang ia dapat. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk menghampiri Anna ke kamarnya.

Setelah sampai di depan kamarnya Anna, ia sedikit terheran melihat pintu kamarnya Anna, yang tidak tertutup, bahkan tadi pintu rumah, dan pintu pagar rumahnya pun juga tak terkunci. Lalu ia melangkah masuk ke dalam, dan memperhatikan seisi kamar tersebut.

"Tidak ada, kemana dia?" gumamnya.

Lalu matanya tak sengaja, menangkap selembar kertas, yang berada di atas meja, hingga membuat dahinya jadi mengerut, ia pun berjalan mendekati meja, dan mengambil kertas tersebut, lalu perlahan ia mulai membacanya.

Setelah selesai membaca sepucuk surat tersebut, air mata yang sedari tadi mengumpul di pelupuk matanya pun, mengalir dan membasahi pipinya, sedangkan tubuhnya bergetar hebat. Axell benar-benar sungguh tak menyangka, jika ia harus kehilangan adik semata wayangnya untuk kedua kali.

Dengan cepat, ia mengambil ponselnya, yang ia taruh di dalam saku celananya, lalu ia menekan nomornya Anna dan segera menghubunginya. Namun sayang, ponselnya sudah tak bisa dihubungi.

"Sial! Kenapa tidak bisa?!" umpatnya sambil menatap layar ponselnya.

Ia pun menghela nafasnya dengan kasar dan meremas ponselnya. Dan kini, ia begitu bingung, dan tak tahu harus mencari adiknya kemana, karena yang ia ingat hanyalah, letak gereja tersebut, yang berada di sebuah kota di Inggris, namun ia lupa menanyakan nama kota itu, pada Anna.




**************************




Anna terus melangkahkan kakinya, sambil menyeret tas koper miliknya. Lalu ia menghela nafasnya saat berada di luar bandara, dan sepasang mata hazel miliknya segera memperhatikan sekitar, seakan sedang mencari sesuatu.

Di dalam lubuk hatinya, ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah Count sudah mengetahui kedatangannya apa belum?

"Permisi, apakah nona sedang menunggu seseorang yang menjemputmu?"

Tiba-tiba terdengar suara seseorang, dengan cepat ia menoleh ke arah sumber suara, dan dilihat olehnya seorang pria paruh baya, yang sedang berdiri di sebelahnya.

"I-Iya, saya sedang menunggu seseorang yang menjemput saya" jawabnya yang sedikit terbata-bata.

"Kalau tidak mau terlalu lama menunggu, sebaiknya biar saya antarkan saja menggunakan taksi milik saya. Dan kalau boleh tahu, memangnya nona mau kemana?" tanya orang itu sambil tersenyum ramah.

Anna pun langsung terdiam sambil mengalihkan pandangannya, ia tak tahu harus menjawab apa, karena ia sendiri tidak tahu nama, dan alamat sebuah tempat yang menjadi tujuannya, dan tak mungkin jika ia mengatakan pada orang itu, jika ia ingin pergi ke purinya Count Dracula.

Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya, "Tidak usah, biar saya tetap menunggu saja di sini", ujarnya sambil tersenyum kikuk.

"Baiklah nona" ucap pria itu, yang kemudian berlalu begitu saja darinya.

Namun Anna hanya mengganggukkan kepalanya. Tapi tiba-tiba, kedua matanya menangkap sebuah kereta kuda, yang datang dari jalan yang gelap, kereta itu melaju dengan cepat dan menghampirinya.

Sebuah senyuman pun mulai terukir diwajahnya, karena ia yakin jika itu adalah kereta kuda miliknya Count, yang akan menjemputnya, dan membawanya menuju purinya Count.

Kereta kuda itu pun berhenti tepat di depannya, lalu sang kusir menyuruh kuda-kudanya untuk memutar balik, dan membelakangi Anna. Setelah itu sang kusir turun dari tempatnya, dan berjalan menghampiri Anna.

"Selamat sore menjelang malam, apakah kau yang bernama Anna Steinhäuser?" tanya si kusir tersebut, yang seluruh wajahnya, hampir tertutupi oleh sebuah topi hitam besar yang dikenakannya, bahkan seluruh tubuhnya juga tertutupi oleh pakaian serba hitam, dan tak ada secercah warna lain, yang menempel di tubuhnya.

"Selamat sore menjelang malam, apakah kau yang bernama Anna Steinhäuser?" tanya si kusir tersebut, yang seluruh wajahnya, hampir tertutupi oleh sebuah topi hitam besar yang dikenakannya, bahkan seluruh tubuhnya juga tertutupi oleh pakaian serba hi...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anna pun mengganggukkan kepalanya, "Benar", jawabnya begitu singkat.

"Kalau begitu ayo silahkan naik, karena tuan saya sudah menunggu kedatangan mu" ujar si kusir tersebut, sambil membukakan pintu keretanya untuk Anna.

Tanpa berkata apa-apa, Anna langsung masuk ke dalam kereta kuda tersebut, namun si kusir tidak membantunya sama sekali. Lalu ia mengambil tas koper milik Anna, dan menaruhnya di dekat pemiliknya. Dan kemudian, ia menutup kembali pintu kereta kudanya, dan duduk di tempatnya. Tapi pada saat itu pula, beberapa supir taksi yang berada di sana, menatap ngeri kepada sang kusir misterius itu, bahkan mereka sampai menggidikkan bahu, seperti sedang melihat sesosok monster yang mengerikan.












To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Where stories live. Discover now