#20

3.7K 108 0
                                    

Membayangkan hal tersebut, membuatnya bergidik ngeri. Lalu ia berjalan, dan mendekati sebuah peti mati besar yang tidak ditutup. Ia terdiam dan berdiri di dekat peti mati tersebut, dan dapat dilihatnya sosok yang ia cari, sedang tertidur pulas di dalamnya.

Count terbaring di sana dengan kedua matanya yang membelalak, seperti sedang tidak tertidur, namun mata itu beku. Bahkan kedua pipinya meskipun sangat pucat, tetap memberikan kesan orang hidup, sedangkan bibirnya tetap merah, dan terlihat semakin segar, mungkin karena sisa darah yang mengalir keluar dari bibirnya. Darah itu menetes kedagu hingga lehernya, dan nampaknya ia tertidur karena kekenyangan.

Lalu Anna sedikit membungkukkan tubuhnya ke arah Count, dan menatapnya dengan lebih dekat, namun saat ia melihat wajahnya Count lagi, ia melihat sebuah senyuman yang mengejek, hingga membuatnya menjadi marah. Bahkan terlintas sebuah ide, untuk memusnahkan makhluk itu dengan menikamkan kayu yang runcing tepat dijantungnya. Namun ia berpikir beribu-ribu kali, untuk melakukan hal bodoh itu, karena bisa saja saat ini Count tidak benar-benar tidur, atau ia akan terbangun, saat Anna hendak melakukan hal tersebut. Dan jika Count tahu, kalau ia sempat berpikir ingin melakukan hal jahat itu padanya, bisa-bisa ia akan bernasib sama seperti Marcel tadi malam.

Anna pun menghela nafasnya dengan kasar, "Selamat tidur Count, tidurlah dengan tenang, dan maaf aku sudah mengganggu mu, karena aku merasa bosan" ujarnya sambil kembali berdiri dengan tegap. Lalu setelah itu, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat mengerikan itu, karena jika berlama-lama berada di sana, ia jadi membayangkan tentang nasibnya yang akan datang.






**********************






Usai makan malam, Count langsung menyuruhnya untuk beristirahat, dan tak mengajaknya untuk berbincang-bincang dulu, karena ia mengatakan, kalau ada sesuatu yang harus ia selesaikan. Dan Anna pun hanya menurut saja, dan enggan untuk membantahnya, dan lagipula kini ia berada di bawah kekuasaannya Count, tak ada yang bisa ia lakukan, selain menuruti semua perkataan makhluk itu.

Kini Anna berada di dalam kamarnya, dan hanya tinggal seorang diri saja di puri itu, karena Count sudah pergi sedari tadi. Dan mulailah ia merasa kesepian, dan merasa membutuhkan seorang teman. Namun sayang, di puri itu tak ada orang lain, selain dirinya dan juga Count. Sedangkan Gabriel, satu-satunya teman mengobrolnya, tak pernah datang lagi setelah mengantarnya ke purinya Count. Dan Anna berpikir, kalau vampire yang satu itu marah dengannya, karena tak pernah menemuinya lagi.

Akhirnya ia memutuskan untuk melihat pemandangan di luar puri, melalui jendela kamarnya yang dipasangi jeruji. Meskipun merasa begitu bosan, dan kesepian, ia tak ingin keluar dari kamarnya saat malam hari, karena ia takut kalau ketiga vampire wanita itu datang lagi, dan berusaha untuk menghisap darahnya. Apalagi kini Count sedang tidak ada, dan itu artinya saat ini tak ada yang melindunginya, selain dirinya sendiri, jadi ia harus tetap berada di dalam kamarnya sampai Count datang.

Rasa sepi dan hampa terus menyelimuti dirinya, hingga membuatnya jadi merasa gelisah. Ditambah ia jadi terpikirkan kembali, kalau mungkin hidupnya akan tersisa selama beberapa hari lagi, sebelum Count mengubahnya menjadi makhluk kegelapan seperti dirinya. Sebenarnya ia tak ingin menjadi seperti Count, apalagi jika mengingat nanti ia harus tidur di dalam peti mati, yang pengap itu. Ia benar-benar belum siap akan hal itu, dan ingin rasanya ia mengatakan pada Count, untuk tidak mengubahnya menjadi seperti dirinya, tapi ia rasa percuma saja mengatakannya, jika Count sudah berencana mengubahnya, menjadi makhluk malam seperti dirinya.

Kedua matanya terus memperhatikan sinar bulan yang berwarna cerah itu, namun tiba-tiba ia. . .















To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Where stories live. Discover now