#13

3.9K 113 0
                                    

Sang kusir segera melecutkan cambuknya, pada kuda-kudanya itu sambil berseru, sehingga mereka langsung berlari dengan begitu lincah.

Namun Anna hanya terdiam, dan memperhatikan jalan setapak yang mereka lewati. Sambil terdiam, ia memperhatikan kereka kuda yang ia naiki, dan ia baru teringat, kalau kereta kuda tersebut sama persis, dengan kereta kuda yang waktu itu mengantar dirinya ke purinya Count.

"Ternyata kau keras kepala juga ya" ujar si kusir tersebut, yang tanpa menoleh ke arahnya.

Anna yang mendengarnya pun sangat terkejut, dan menatap sang kusir dari belakang, "Siapa kau?! Kau bukanlah Count!", ucapnya yang sedikit ketus.

Namun si kusir malah tertawa mengerikan, dan menoleh ke arahnya, sambil mengangkat sedikit topinya, hingga Anna dapat melihat wajahnya dengan jelas, lalu ia kembali menatap jalan.

"Gabriel?!" ucap Anna dengan dahinya yang mengerut.

"Kau baru sadar kalau ini memanglah aku, dan bukan Count?" tanya si kusir sambil menyeringai. Ya, itu memanglah Gabriel.

"K-Kenapa kau yang menjemputku? Kemana Count? Kenapa bukan ia yang menjemputku? Seperti pertama kali" kini Anna yang berbalik tanya padanya.

"Justru ia yang memperintahkanku, untuk menjemput calon pendampingnya" jawabnya yang sengaja menekankan kata Calon Pedamping.

Anna pun langsung terdiam, dan menundukkan kepalanya. Ia baru menyadari, kalau sedari tadi si kusir sedikit cuek padanya, bahkan ia tidak membantu Anna saat masuk ke dalam keretanya, jauh berbeda dengan seorang kusir yang menjemputnya pertama kali, yaitu Count.

"Kenapa hanya diam?" ujar Gabriel  yang membuatnya tersadar dari lamunannya.

Dengan cepat Anna menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa, pantas saja sedari tadi kau cukup cuek dan mengabaikanku, jauh berbeda dengan Count", jawabnya sambil mendengus sebal.

Lagi-lagi Gabriel tertawa dan memecahkan keheningan malam, lalu ia berkata, "Maaf, aku bukan berasal dari keluarga bangsawan seperti Count, jadi aku tak bisa sesopan, seramah, bahkan sehangat dirinya".

Namun jawabannya Gabriel malah membuat Anna memutar bola matanya, "Tapi setidaknya kau bisa memperlakukanku dengan sopan, seperti membantuku untuk masuk ke dalam kereta ini", ucapnya yang masih saja ketus, karena kini ia merasa sedikit kesal pada Gabriel.

"Baiklah, maafkan aku, nanti aku akan membantumu, saat keluar dari kereta kuda ini" ucapnya.

Tapi Anna hanya terdiam, dan memperhatikan jalan setapak melalui celah kereta kuda itu. Sebenarnya, ia agak takut, kalau perjalanannya tersebut mirip dengan perjalanannya waktu itu, hingga membuatnya menjadi mulai gelisah.

Namun rasa takutnya sirna begitu saja, saat melihat pemandangan-pemandangan indah yang mereka lewati. Di hadapan mereka, terhampar tanah hijau yang melandai, penuh dengan hutan-hutan belukar, diselingi bukit-bukit terjal di sana sini. Di atasnya, tumbuh sekelompok pepohonan, dan juga rumah-rumah petani, yang dindingnya menghadap ke jalan. Di mana-mana, terdapat banyak pohon buah-buahan, seperti apel, prem, pir, ceri, semuanya sedang berbunga. Dan ketika mereka lewat di situ, Anna melihat rumput hijau di bawah pohon-pohon itu, bertaburkan bunga-bunga yang gugur. Jalannya berbelok-belok, keluar masuk di celah-celah bukit-bukit hijau, di daerah yang kata mereka bernama Mittel Land itu.

Lalu, setelah memasuki sebuah
tikungan berumput, jalan itu seolah-olah hilang, atau terlindung oleh
pohon-pohon pinus, yang tumbuh berserakan di sisi-sisi bukit, seperti
nyala lidah api. Jalannya berbatu-batu, tapi mereka serasa terbang
melewatinya dengan kecepatan sangat tinggi. Tapi Anna tak
mengerti mengapa harus secepat itu, dan ia pun juga enggan menanyakannya pada Gabriel, apalagi jika mengingat ia yang sedikit cuek, tidak seramah dan sehangat tuannya, Count Dracula. Jadi Anna lebih memilih untuk diam saja, dan menikmati perjalanannya.

Jauh dari bukit-bukit hijau Mittel Land, menjulang lereng-lereng
berhutan lebat, terus sampai ke arah puncak Pegunungan Carpathia, yang tinggi dan curam. Lereng-lereng itu menjulang di kiri kanan mereka, ditimpa oleh sinar matahari petang yang langsung menyinarinya, dan dengan demikian menonjolkan warna-warni indah, dari daerah yang permai itu. Warna-warna biru, dan merah tua di bawah bayang-bayang puncak, hijau dan coklat di tempat-tempat rumput dan batu karang membaur. Kemudian, terbentang batu karang bergerigi. dan karang-karang yang berujung tajam, sampai semuanya menghilang di kejauhan, di tempat puncak-puncak bersalju menjulang dengan megah. Di sana, sini terdapat celah-celah pada gunung-gunung itu. Melalui celah-celah itu, sekali-sekali mereka
melihat kilatan air terjun yang putih memancar, di timpa sinar matahari yang mulai terbenam. Lalu mereka membelok melalui dasar sebuah bukit, dan di hadapan mereka, tampak puncak sebuah gunung yang
berselimutkan salju. Puncak itu, kelihatan tepat berada di hadapan mereka, ketika mereka melalui jalan yang berliku-liku bagaikan ular.

"Negeri ini rupanya sangat indah ya", Anna mulai membuka suaranya setelah beberapa saat, namun tak ada jawaban dari Gabriel yang berada di depan sana, "Namun sayang, negeri ini terlalu mengerikan, untuk ukuran manusia biasa seperti diriku", sambungnya sambil memutar bola matanya.

"Sudah tahu mengerikan, kenapa malah tetap datang ke sini?" cibir Gabriel, tanpa menoleh kearah Anna sedikit pun.

Namun Anna hanya mendengus sebal dan memutar bola matanya lagi. Sewaktu mereka melalui jalan berliku-liku, yang seolah tak berujung itu, dan matahari tenggelam makin rendah di belakang mereka, dan bayangan malam pun mulai menyelimuti mereka. Keadaan itu makin terasa, karena puncak gunung yang bersalju masih menyimpan sinar lembut.

Waktu malam tiba, udara menjadi dingin sekali. Senja yang makin larut,
tenggelam dalam kegelapan berkabut, yang disebabkan oleh pohon-pohon. Tapi waktu mereka mendaki, di lembah-lembah yang dalam di antara bukit-bukit, masih kelihatan pohon-pohon cemara berlatar belakang salju. Kadang-kadang, saat kereta memotong jalan melewati hutan pinus, yang dalam gelap seolah-olah mengurung mereka, maka kegelapan memberikan efek yang aneh dan mengerikan, menimbulkan kembali pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan seram di dalam kepalanya Anna. Matahari yang baru tenggelam
menimbulkan kabut kabut gelap seperti hantu.











To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Where stories live. Discover now