#15

3.9K 116 0
                                    

Waktu seakan-akan tak ada batasnya saat mereka melesat. Kini mereka berada dalam kegelapan sempurna, karena awan yang bergerak telah menyembunyikan bulan. Mereka mendaki terus, namun sesekali menurun dengan amat cepat, tapi lebih sering mendaki.

Karena masih tertidur, Anna tak menyadari bahwa Gabriel sedang menghentikan kuda-kuda. Kini, mereka berada di halaman yang
amat luas, dari sebuah puri yang sudah tua sekali. Dan tentu saja, itu adalah halaman, dari puri miliknya Count Dracula.

Dari jendela-jendelanya yang hitam, dan tinggi-tinggi tak tampak secercah pun cahaya. Dan benteng-bentengnya yang sudah rusak, merupakan garis
bergerigi, menjulang tinggi ke langit yang bermandikan cahaya bulan.

Perlahan Gabriel menoleh kearah Anna, dan melihat gadis itu yang masih saja terlelap, lalu ia berkata dengan begitu pelan, bahkan mungkin hampir tak terdengar, "Seharusnya, tadi aku mengantarmu ke sebuah hotel saja, bukan kesini, agar kau tak bertemu lagi dengan Count, dan kau bisa hidup tenang, dan melanjutkan hidupmu sebagai seorang manusia", katanya. Namun setelah ia berkata seperti itu, tiba-tiba saja muncul begitu banyak kelelawar, yang entah datang dari mana, kelelawar-kelelawar itu terbang, dan mendekati kereta kuda tersebut.

Gabriel yang menyadari hal tersebut pun segera mengusirnya, dan menghela nafasnya dengan sedikit berat, lalu ia menundukkan kepalanya, dan berkata lagi, "Baiklah, maafkan aku, Tuan. Tapi kau bisa lihat, kalau sekarang aku sudah membawanya ke sini, sesuai dengan perintahmu".

Yang anehnya, setelah ia berkata seperti itu, kelelawar-kelelawar itu segera pergi, dan menghilang dalam kegelapan. Lalu ia segera turun dari tempatnya, dan membukakan pintu keretanya, "Anna, bangunlah. Kita sudah sampai di tempat tujuanmu", ujarnya dengan datar.

Perlahan Anna membuka kedua matanya, dan mengedarkan pandangannya, "Kita sudah sampai?", tanyanya dengan suara yang serak, khas bangun tidur.

"Lihat saja sendiri" jawab Gabriel sambil memutar bola matanya.

Namun Anna hanya terdiam, sambil mengumpulkan nyawanya. Lalu perlahan, ia keluar dari kereta kuda tersebut, Gabriel yang melihatnya pun, segera membantunya untuk keluar, seperti yang sudah ia janjikan tadi pada Anna. Namun Anna sedikit terkejut, saat merasakan tangannya Gabriel yang sangatlah dingin bagaikan es balok, ditambah tangannya yang keras seperti penjepit dari baja.

Lalu dikeluarkannya barang-barangnya Anna, dan diletakkannya di tanah, di dekat kakinya Anna. Sedangkan Anna berdiri di dekat sebuah pintu besar. Pintu itu tua, dan
dihiasi dengan paku-paku besi yang besar, dan berada dalam kerangka
pintu dari batu kokoh. Dalam cahaya samar dapat terlihat bahwa batu itu
diukir, tapi ukirannya sudah sangat usang dimakan waktu dan cuaca.

Dan kemudian Gabriel naik ke tempat duduknya lagi, "Tugasku sudah selesai, dan aku harus segera pergi, karena aku malas jika harus bertemu dengan Count", ujarnya yang kemudian mengguncang tali kekangnya. Kuda-kudanya pun mulai berjalan, dan kereta itu menghilang melalui salah satu gerbang gelap itu.

"Baik, terima kasih banyak Gabriel" ucap Anna sambil memperhatikan punggungnya Gabriel, yang sudah menghilang ditelan oleh kegelapan.

Anna berdiri terpaku di situ, karena ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Di sana, sama sekali tak ada bel, atau alat pengetuk pada pintu itu, sedangkan suaranya pasti tak dapat menembus tembok-tembok yang tebal, dan jendela-jendela gelap itu. Dan sepertinya, Anna harus menunggu sampai Count keluar dan membukakannya pintu, sama seperti saat pertama kali ia datang ke situ.

Tapi tiba-tiba Anna jadi merasa takut dan ragu lagi, bahkan rasanya ia ingin kembali kerumahnya, dan tidur di dalam kamarnya. Apalagi jika mengingat, hal-hal aneh yang pernah dialaminya waktu itu. Lalu ia menggosok-gosok matanya, dan mencubit lengannya untuk meyakinkan diri, apakah ia benar-benar dalam keadaan bangun. Karena semuanya terasa seperti sebuah mimpi buruk yang mengerikan. Dan barulah ia tersadar, kalau omongannya Gabriel ada benarnya juga, tak seharusnya ia terlalu tergesa-gesa. Bila ia tak mengikuti kemauannya, mungkin saat ini ia sedang duduk bersantai, dan menikmati makan malam di pinggir pantai, atau di dalam sebuah cafe bersama dengan Axell.

Baru saja ia tiba pada kesimpulan itu, tiba-tiba terdengar langkah-langkah berat di balik pintu besar itu, dan melalui celah-celahnya terlihat cahaya yang mendekat. Lalu terdengar gemerincing rantai, dan bunyi palang pintu yang besar dicabut. Sebuah kunci diputar dengan bunyi nyaring, dan berderak karena lama tak dipakai, dan ia yakin kalau itu pasti lah Count, yang sedang membukakan pintu untuknya.

Lalu pintu itu pun terbuka. Di dalam, berdiri seorang pria bertubuh tinggi, dan wajahnya tercukur bersih, tak ada kumis atau jenggot sedikit pun. Ia berpakaian hitam seluruhnya, dari kepala sampai ke kaki, tanpa secercah warna lain di tubuhnya. Ditangannya, ia memegang sebuah lampu perak yang unik. Api di lampu itu menyala, tanpa cerobong kaca atau semprong, dan membuat bayang-bayang panjang yang bergoyang-goyang, karena nyala api itu ditiup angin lewat celah pintu yang terbuka. Dan pria itu adalah Count Dracula, Anna yang melihat hal tersebut, jadi teringat kembali saat pertama kali ia datang ke situ.

"Selamat datang kembali Anna, dan silahkan masuk" Count menyapa sambil membungkukkan tubuhnya, lalu mengisyaratkan dengan tangan
kanannya supaya Anna masuk.

Sebuah senyuman mulai terukir diwajahnya Anna, lalu ia melangkah masuk ke dalam. Melihat Anna yang sudah masuk, Count segera mengambil tas koper miliknya Anna, dan membawanya masuk juga.

"Rupanya anda datang lebih cepat dari waktu yang saya berikan, Anna" katanya sambil meletakkan lampu itu di atas sebuah penyangga pada dinding. Lalu ditutupnya kembali pintu yang besar dan berat itu.

Sambil memperhatikan aktifitasnya Count, Anna menjawabnya, "I-Iya, mungkin kau sudah tahu maksud dari kedatanganku yang lebih cepat dari waktu yang kau berikan, jika belum tahu, akan kujelaskan nanti".












To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Where stories live. Discover now